8/19/2016

Harusnya awali hari dengan senyum bukan emosi

Suasana hati dari pagi sudah uring-uringan. Ini berawal ketika aku sudah sampai di kantor jam 5:45 tapi belum ada yang datang terlebih yang bawa kunci kantor. Aku tau yang tugas minggu ini yang bawa kunci datangnya selalu mepet, makanya aku tunggu saja sambil bermain game. Pak yus sudah datang tak lama setelah aku, lalu pak heru yang sempat bertanya bahwa pintunya belum dibuka lalu ia turun untuk memarkir motornya. Setelahnya mas teguh datang, aku tau ada yang datang tapi tak kira awalnya pak heru sampai mas teguh bertanya tentang pintu yang belum kebuka. Aaah, aku sempat melihat jam dan itu sudah jam 6 teng dan ia pun mengatakan jika sudah telat satu menit. Beberapa kali melihat ke arah jalan raya namun sama sekali belum ada tanda-tanda yang bawa kunci datang.

Main game tidak tenang, hati sudah mulai jengkel karena dengan ini sudah 3 kali telat. Lalu ada motor yang parkir di dekatku duduk ternyata arum yang datang. Aku hanya duduk sibuk dengan gameku, walahpun sebenarnya di dalam sudah uring-uringan ga karuan, aku mendengar arum berbincang dengan mas teguh.
A: "Belum di buka bray pintunya...?"
T: " Emboh ki sudah jam segini belum ada yang datang"
A: "Yang bawa kunci siapa to..?"
T: "Mas danik to, telat lama banget"
A: "Telfon bray, kamu punya kontaknya kan. Ini aku BM anaknya cuma centang belum dibaca.
Eh bukan mas danik deng tapi bowo. Iya inget aku memang giliran mas danik tapi kemaren bowo bilang minta tuker"
T: "Lha endi belum datang juga"
A: "Aku BM juga ga di balas, paling ngantar anaknya sekolah"

Suasana kembali sepi, tidak ada perbincangan dan tanpa sengaja saat bermain game tergeser menu sehingga terlihat jam yang menunjuk angka 06:16, semakin jengkel saja hati ini. Sudah siang tapi pintu belum kebuka belum ngesave tempo, aaaah geram rasanya.

Dan akhirnya orang yang di tunggu pun tiba, yup memang bukan mas danik tapi pak bowo. Datang dengan ketawa-ketawa, sambil jalan bilang sudah jam 6 kurang sepuluh menit mandi saja sekalian rasanya jengkel banget dengernya. aku ga lihat di absen jam berapa setelah absen aku langsung masuk. Tak ada kata yang keluar dari mulutku walaupun pak bowo mencoba menyapaku dengan tepukan di pundak tapi aku tak menengok terlebih menyahut, terus saja jalan. Di sampingku ada pak yus sementara pak bowo berjalan di belakangku untuk menyalakan lampu di bagian dalam.

B: "Sekali-kali telat ya pak yus ya... lha pak yus saja juga sering telat ga kenapa-kenapa"
Mendengar kata-katanya ini semakin membuat aku jengkel dan marah. "Mau telat apa enggak terserah kamu tapi jangan pas bawa kunci. Jangan nyusahin yang lain" Jawabku dalam hati, ya tau sendirilah jika aku marah paling malas untuk berkata-kata.

Bulan ini aku sudah telat 2x jadi jika sama ini telat 3x , itu tandanya aku kena potong dan aku ga mau karena itu bukan kesalahanku. Aku sudah datang awal, bahkan lebih awal dari biasanya namun malah disuruh nunggu hingga telat lalu juga harus bayar ogaaaah.... Ini bukan salahku dan tidak ada kata maaf dari awal dia datang lalu kenapa juga aku harus mau memerina jika itu bukan salahku.

Selama bekerja saat save tempo, buat laporan ada perang batin dalam diriku. Di satu sisi tidak terima dengan tindakannya dan di sisi lain ingin meredam kekesalanku, tidak ikut menanggapi hanya diam karena tau itu semua bukan kesalahanku dan sepertinya agar aku bisa meluapkan kekesalan yang ada di hati. Aku ga terima namun ada juga pemikiran untuk tidak mau memperpanjang tapi bisa saja itu terulang kembali. Entahlah aku harus bagaimana, karena perang batin ini membuat badanku sedikit panas dengan amarah yang tak kunjung reda.

Sepertinya bukan tentang potongan namun karena kekecewaan dari tanggung jawab yang tidak dilaksanakan dengan baik. Bila sudah tau kurang 10 menit kenapa tidak langsung berangkat saja malah memilih mandi terlebih dahulu....
Semakin di pikir semakin membuat emosiku meningkat dan itu berakibat pada tubuhku yang sakit oleh apa yang terjadi. Aku ingin lapor ke monita, ini bukan mengadu hanya untuk memutihkan karena selama ini aku telat juga tidak keterlaluan seperti ini, tidak ada yang lebih dari 3 menit.

Dan menjelang siang, ketika monita main ke ruangan akhirnya akupun cerita kronologis kejadian pagi ini, aku tidak mau di potong karena ini hari terakhir beda jika masih panjang aku bakal terima saja soalnya masih ada 2 kesempatan untuk telat.
Selesai bercerita langsung saja monita menelefon ke depan dan memarahi pak bowo yang sudah membuat yang lain telat dan ternyata belum bilang ke monita padahal menurut monita pak bowo sudah seliweran di tempatnya namun tidak berkata apa pun.

Aku bertanya kepada monita kenapa menegurnya dari tempatku dengan begitu bakalan tau jika aku yang mengadu tapi katanya tidak apa-apa biar mereka lebih disiplin lagi. Dan benar saja tidak lama setelah monita telefon, setelah monita pergi ke ruangannya pak bowo telefon ke ruanganku.
B: "Bu, situ sudah telat berapa kali"
I: "Apa ya pak..."
B: "Bulan ini sudah telat berapa kali sama pagi ini..."
I: "Tiga kali"
B: "Nanti biar saya saja yang bayar dendanya bu"
I: "Haaaa..."
Aku terkejut dengan yang dikatakannya, seperti merendahkan. Apa dikira aku tidak kuat bayar gitu ya hingga ia berkata begitu.
B: "Situ kan telat, biar saya saja yang bayar. Berapa to..."
I: "Aku sudah bilang monita pak"
B: "Saya mau bilang tapi malah keduluan situ. Biar saya yang bayar, berapa..."
I: "Aku sudah bilang monita pak"
B: "Ya sudah"
Perbincanganpun selesai dan telefon di tutup.

Kenapa ya ada rasa emosi yang naik lagi di dalam diriku. Aku menangkap ada amarah di dalam nada bicaranya, ya jelas saja karena dia mendapat teguran langsung dan itu seperti aku sudah mengadukannya. Ada penghinaan yang aku rasakan dimana menganggap aku tidak kuat untuk membayar denda.

Kali ini aku marah dan sampai detik ini pun aku masih marah. Entah sampai kapan marahku ini bisa hilang karena aku bukan orang yang mudah untuk memaafkan, bukan orang yang bisa begitu saja melupakan apa yang sudah terjadi kepadaku. Aku sempat cerita kepada mas agung setelah telefon di tutup, itu juga karena dia bertanya namun ya sama saja dia tidak mau menanggapi menganggap itu hal sepele. Diamnya seperti berkata "kenapa juga hal seperti itu di besar-besarkan" ya sepertinya begitu.
Waktu datang, aku juga sempat cerita malah mba tami berkata "kalau aku langsung tak minta uangnya, mana bawa sini sekarang. Paling dia juga ga punya uang, dia tu cuma gertak aja padahal melempem. Aku ga setega itu mba, hanya saja aku ga terima dengan sikapnya.

Terserah mereka mau bilang apa, sekate-kate elo dah karena tidak mengalaminya sendiri. Aaaah...., semuanya sama saja. (19/08/16)