Setelah mendapat karcis parkir dan memarkirkan abu di tempat yang rindang sejenak kami mengambil nafas dan beristirahat. Di tempat ini tidak ada biaya masuk hanya di kasih karcis masuk dan nanti ketika pulang membayar seiklasnya saja.
Aku segera mengambil botol minum di dalam tas yang masih separuh untuk menghilangkan haus selama perjalanan menuju ke tempat ini dan memberikan botol yang masih utuh kepada Yongsa tapi ternyata Yongsa sudah membawa sendiri minum yang mungkin dibelinya di perjalanan ketika menuju ke sini tadi pagi. Istirahat sebentar setelah panas-panasan di perjalanan. Disini semilir angin yang bertiup membuat ngantuk. Cocok bener buat tiduran dah. Tidak banyak pemandangan yang bisa dilihat dari tempat parkir, bangunan besar di sebelah kiri dan pagoda yang menjulang tinggi di sebelah kanan. Oh ya di dekat parkir bus ada seperti gapura yang bagus juga buat foto-foto.
Kami masih menghela nafas, tidak banyak yang bisa menjadi perbincangan. Kita masih canggung terlebih kita berdua sama-sama pendiem (tepok jidat sambil salto) mungkin ada yang meragukan hal ini, tapi beneran kok buktinya kita lebih banyak diam ketimbang ngobrolnya. Yongsa mengecek hp nya lalu mengatakan jika ade perempuannya yang tadi mengantarkan mencari bus jatuh, tapi hanya lecet sedikit dan anaknya yang masih kecil yang ikut mengantar untung tidak terluka sedikutpun. Si ade kesayangannya ini juga mengatakan untuk tidak mengadu kepada ibunya jika habis jatoh dari motor takut kena marah.
Setelah beristirahat beberapa saat kami berdua pun menuju ke bangunan sebelah kiri terlebih dahulu sebelum ke pagoda. Karena Yongsa sudah membawa air minum sendiri maka air minum yang masih utuh aku tinggal saja di motor daripada berat jika di taruh di dalam tas. Berdua berjalan menuju ke bangunan dimana patung Budha berada sambil menceritakan kembali pengalamanku ketika kesini beberapa waktu lalu. Walaupun kami datang dari pintu samping namun aku mengajak Yongsa untuk berputar masuk melalui pintu depan, seperti layaknya tamu. Sedikit banyak Yongsa sudah mengetahui apa saja yang sudah aku lakukan dan rasakan di tempat ini, karena aku sudah cerita semua kepadanya. Kami masuk dan berdoa juga membakar dupa. Kami berdoa sendiri-sendiri secara bergantian. Kami hanya sesekali berkomunikasi, ada sedikit ketakutan bila Yongsa mengetahui 'keanehan' yang aku alami saat berdoa karena adanya getaran yang belum bisa aku kendalikan. Tapi karena aku sudah banyak cerita sedikit banyak pastinya Yongsa sudah bisa membayangkan seperti apa getaran yang aku alami itu.
Lama juga kami berada disana, sekedar berdoa dan merasakan apa yang ada disana. Setelah selesai kami pun keluar, di perjalanan untuk menuju ke pagoda, Yongsa tertarik dengan tulisan di relief yang ada di pagar luar dan aku pun mengatakan jika relief itu gambaran perjalanan manusia, karena penasaran dan sudah sampai disana Yongsa mengajak untuk berputar sekalian untuk mengamati dan melihat-lihat keadaan sekitar gedung. Di depan pintu masuk kami melihat gambar di lantai, sebuah lingkaran yang di dalamnya ada 3 gambar binatang, babi, ular dan ayam jantan sempat menerka-nerka apa maksud dari gambar itu dan mengapa di letakkan di bawah apa hanya sebuah hiasan atau ada maksud yang terkandung disana entah lah nanti kita tanya dengan pengurus tempat ini.
Ketika sampai di samping kanan bangunan kami menghentikan langkah untuk menikmati suasana disana, yah walaupun yang terlihat hanya deretan pondokan dan bekas pembakaran rumput yang ada di sampingnya. Suasananya berbeda dengan saat aku kesana beberapa waktu lalu, sekarang lebih bersih sementara dulu aku ngerasa ada sesuatu disana dan terlihat sedikit gelap dan tak terawat sama halnya dengan gedung dimana Budha berada tapi sekarang terlihat bersih dan terang seperti terawat. Sempat aku lontarkan pertanyaan "apa yang kamu rasakan disini" namun Yongsa mengatakan tidak ada dan aku pun bercerita tentang kejadian yang pernah terjadi di salah satu pondokan tersebut yaitu ada tamu yang bunuh diri dengan cara menggantung. Yongsa tidak menanggapi hanya terlihat sedikit manggut-manggut. Aku ingin tau yang ada di pikirannya sekarang dan setelah mendengar ceritaku barusan, tapi gimana caranya coba bila yongsa hanya diam dan sesekali manggut-manggut.
Entahlah apa yang ada di dalam pikirannya saat ini karena sedari awal seperti ga konsen bahkan aku seperti ga mengenalnya. Yongsa bagai orang asing, seperti baru mengenalnya saat ini, pikirku karena dia berada di tempat baru yang belum pernah sama sekali di datanginnya makanya sedikit bingung. Kami sempat diskusi kecil tentang relief dan tempat ini, ya iseng-iseng sebagai bahan obrolan saja sebenarnya.
Setelah puas menikmati sekeliling bangunan dan juga menerka-nerka maksud juga arti dari tulisan dan gambar yang ada di dinding pagar gedung namun tidak mau salah aku memilih untuk nanti menanyakan kepada pengurusnya saja biar tidak salah. Setelah memutari bangunan kami pun beranjak menuju ke pagoda. Di tangga pertama menuju atas kami berhenti untuk memberi salam kepada Dewi Kwan Im dan juga Buddha yang ada di pohon bodhi baru ke atas. Tidak banyak perbincangan yang aku dan Yongsa lakukan hanya sesekali memberi penjelasan tentang yang aku alami disini juga tentang Vihara Buddhagaya (pagoda).
Di anak tangga ada sebuah kedai kecil yang menjual minuman juga mie instan, pikirku ingin aku ajak makan disana pastinya laper donk karena ini sudah siang tapi niat itu ga berani aku katakan pada Yongsa. Aku takut Yongsa ga mau atau apa lah karena ketika aku lirik sepertinya dia sama sekali ga ada ketertarikan untuk mampir sekedar makan atau membeli es teh sebagai pelepas dahaga. Yongsa malah tertarik dengan pagoda yang menjulang tinggi yang ada di depan kami, untuk itulah aku segera mengarahkan langkah kesana agar di ikutinya.
Sampai di atas aku langsung memberi salam kepada pengurus yang ada disana dan berbincang sebentar karena aku melihat di dalam masih ada sekeluarga yang berdoa namun tidak membakar dupa. Yongsa terus saja melihat keadaan sekitar dan ketika aku tawarkan untuk berdoa terlebih dahulu dia pun menolak malah menyuruhku untuk berdoa terlebih dahulu. Dari awal kesana aku selalu sempatkan berbincang dengan pengurus tentang keadaan tempat ini dan sampai saat ini pun aku belum tau siapa nama pengurus yang selalu aku ajak ngobrol ketika kesana.
"setelah dari sini mendapat firasat apa lagi...""petugas itu bertanya kepadaku tentang perkembangan yang aku alami tentang pagoda
"Tidak ada"" aku jawab sambil menggelengkan kepala untuk lebih meyakinkan, karena memang tidak ada yang aku rasakan setelah hari itu.
Sesekali mataku mencari keberadaan Yongsa bila sudah terlihat ya sudah. Pengurus itu juga bertanya padaku apakah langsung kesini (menuju pagoda) atau sudah ke bangunan di besar yang tadinya aku sangka adalah aula itu. Ya aku cerita jika kami dari sana dan juga mengatakan jika disana aku lihat sekarang sudah berubah, dalam artian sudah ga sekotor dan segelap waktu terakhir aku kesini. Menurut cerita dari pengurus di bangunan itu sekarang sudah ada orang yang merawatnya dan kebetulan juga sepertinya bisa ngemong. Dan ketika aku singgung tentang barak yang ada di samping kanan gedung yang dulu aku lihat agak gelap sekarang sudah mulai terang. Kita beranggapan bahwa doa dan kebersihan tempat itulah yang membantu roh yang masih bingung tertinggal disana sekarang sudah dibukakan jalan menuju ke nirwana, bisa juga karena waktu ruh itu berada di bumi sudah habis dan doa dari orang-orang yang datang kesana sedikit banyak membantu menerangkan jalannya sehingga ruh yang tersesat itu bisa kembali untuk menghadap sang pencipta.
Selama ngobrol aku tak lepas pandanganku selalu mencari keberadaan Yongsa dan ketika sudah terlihat barulah tenang. Petugas itu sesekali beranjak dari tempatnya duduk untuk melayani atau mengarahkan orang-orang yang datang dan ingin berdoa, namun hari ini bisa dibilang tamu yang dagang sedikit, tidak terlalu ramai bahkan sebagian dari mereka hanya numpang foto saja tanpa berdoa. Kebiasaan baru yang timbul belakangan ini, orang-orang yang gila popularutas berlomba-lomba mencari tempat berfoto disana lalu di upload ke media sosial agar banyak teman yang bertanya dan dia merasa penting karena harus menjawab banyak pertanyaan dan menerima pujian dari keindahan tempatnya berfoto.
Tak lupa juga aku menanyakan tentang gambar yang ada di dinding yang kita jumpai di gedung di samping, dan petugas itu juga menjelaskan dengan sabar termasuk makna gambar tiga binatang di dalam lingkaran yang ada di bawah depan pintu masuk gedung. Di saat petugasnya menerangkan dan memberikan selembar kertas yang berisikan tentang relief di dinding tersebut juga sebuah browsur, Yongsa mendekat ke arahku dan aku memberikan kertas itu kepadanya dan ia pun membaca sambil berjongkok. Karena merasa sudah tak ada lagi yang dibicarakan dan suasana lagi sepi maka aku minta ijin untuk berdoa di dalam.
Entah apa saja yang dilakukan Yongsa karena selama di pagoda yongsa terlihat gelisah dan kosong. Setelah beberapa lama berbincang aku pun meminta ijin untuk berdoa di dalam terlebih dahulu juga membakar dupa. Yongsa pun ikut juga membakar dupa dan berdoa namun tidak bareng, kita berdoa sendiri-sendiri. Selesai berdoa Yongsa kembali duduk di bangku yang tadi aku duduki sedangkan aku membakar dupa untuk Dewi yang mengelilingi pagoda, namun beberapa kali aku kembali ke sumber api untuk menyalakan dupa yang mati karena goncangan yang ada saat berdoa. Aku sempat memperhatikan Yongsa yang duduk, tapi aku sepertinya ga mengenalinya karena terlihat lain. Ya mungkin karena masih bingung dengan tempat dan juga belum terbiasa denganku. Kami beranjak dari pagoda sambil meminta 6 dupa untuk di bakar di patung Buddha di bawah pohon bodhi.
Setelah selesai di pagoda kami berdua pun minta ijin untuk berdoa di pohon buldi juga di beberap titik lainnya. Sebenarnya urutan kita berdoa ini salah. Yang benar itu dari Buddha yang ada di dalam gedung seberang pagoda, lalu ke Buddha yang ada di bawah pohon bodhi baru ke pagoda berdoa kepada Dewi Kwan Im sebagai tambahan berdoa kepada pengikut Buddha yang ada di rumah kecil di samping kanan pagoda kemudian di Buddha tidur yang ada di belakang bangunan itu. Namun selalu saja aku melewatkan patung Buddha di pohon bodhi menuju ke pagoda barulah ke pohon bodhi. Seperti halnya sekarang aku mengajak Yongsa berdoa ke Budha yang ada di bawah pohon Bodhi. Di sana ada dua patung yang bertolak belakang dan anehnya seperti di awal Yongsa selalu memberikan aku kesempatan duluan untuk berdoa, bukan bersamaan. Kami berdoa sekalian pamitan, ketika melewati kerikil yang melingkari pohon bodhi walaupun yang lain sudah di pasangi ubin aku sempat terpeleset, untung saja ga jatuh dan Yongsa sepertinya juga kaget tapi gerakannya cepat saat mau menangkapku ketika mau jatuh, kaya adegan di sinetron-sinetron tv ya, jatuh trus ada yang nangkap lalu pandang-pandangan.
Beranjak dari sana kami juga berpamitan kepada patung Dewi Kwan Im yang ada di dekat pohon Bodhi, lalu kami menuju ke bangunan yang berbentuk seperti rumah kecil. Disana ada dua patung, sama seperti sebelumnya aku dan Yongsa berdoa juga membakar dupa sendiri-sendiri. Di dalam ada 2 patung, dulu pernah di ceritain oleh petugasnya namun lupa itu patung siapa dan berperan sebagai apa. Di halaman luar bangunan yang baru saja kami masuki ada sebuah tempat dupa. Dan di luar Yongsa bertanya apakah kita juga perlu membakar dupa disana atau enggak. Kami berdua bingung, bila bakar dupa lalu ditujukan kepada siapa dan menghadap kemana, dan karena inilah kami berdua sesaat diskusi bersama. Menurut Yongsa kita sudah sampai sini, kenapa ga sekalian saja namun menghadapnya ke arah mana, apakah membelakangi pintu atau menghadap ke pintu dan menimbang pengalaman kami masing-masing akhirnya kita sepakat untuk berdoa dan menghadap ke luar (membelakangi pintu dengan posisi di belakang tempat dupa. Kami berdoa bersama-sama dan berdekatan, inilah permulaan kita berdoa bersama-sama.
Setelah selesai di bangunan itu kami kembali masuk untuk mengambil dupa juga menyalakannya untuk berdoa di Buddha tidur yang ada di belakang bangunan itu. Patung Buddha tidur yang besar yang menggambarkan posisi Buddha pada saat meninggal. Kami berdoa bersama disana dan setelah itu barulah menuju parkiran untuk menuju ke bangku merah. Di parkiran kami sempat berbincang-boncang tentang tempat ini juga memperhatikan beberapa rombongan yang baru datang kesana, sebagian dari mereka seperti tidak ada rasa penasaran dengan gedung besar itu tapi ada juga yang hanya melihat dan numpang foto, namun ada satu rombongan yang menggunakan jasa pemandu yang pertama-tama di arahkan ke gedung dimana di dalamnya ada patung Buddha yang besar.
Dan ketika bersiap-siap mengenakan peralatan perang aku sempat melihat ke atas, langit terlihat cerah dengan awan-awan putih bersih. Aku perhatikan awan yang bisa tertangkap oleh mata dan aku menangkap awan yang sedikit aneh aku coba perhatikan secara seksama dan benar saja apa yang aku lihat, lalu aku meminta yongsa untuk juga melihat ke atas, aku bertanya bentuk apa yang di bentuk oleh awan tersebut, Yongsa tidak bisa jawab lalu ketika aku bilang lafas Allah barulah Yongsa sadar dan membenarkan. Kami berdua sesaat memperhatikan awan itu tanpa di sadari itu membuat beberapa pengunjung juga melihat ke atas sepertinya mencari tau apa yang kami lihat. Puas melihat awan dan menikmati bangunan megah disana kami berdua pun melaju meninggalkan tempat itu untuk menuju ke bangku merah.
Kali ini abu melaju sedikit lebih riang, mungkin Yongsa sudah mulai mengenal abu sehingga jalannya tidak seperti pada saat berangkat. Sempat kepikiran bagaimana nanti pulangnya lalu pemikiran itu pun terpatahkan dengan banyak jalan yang menurun jadi tidak perlu banyak tenaga untuk menggeber abu. Selama mengendarai motor tidak ada perbincangan, suara yang terdengar adalah ketika Yongsa bertanya arah dan aku menjelaskan arah yang akan dilewati. Ya memang beginilah yongsa saat pegang kemudi tenang ga bersuara tidak juga tengak tengok beda sekali dengan yang aku lakukan. (10/10/15)
★Ell