Hampir satu jam lebih aku
merasakan sakit kepala yang teramat sangat sakit dan hampir satu jam
pula aku tahu bagaimana rasanya jika kekurangan oksigen untuk bernafas,
hanya bisa menangis dan berguling-guling di tempat tidur sambil
memegangi kepala yang luar biasa sakitnya. Aku kesakitan, berkali-kali
berteriak untuk menghentikan emosi berkali-kali pula aku mengharapkan
satu pelukan datang padaku sekedar menenangkan namun hanya bantal
bulanku yang bisa aku dekap. Sudah seperti ikan yang di taruh di baskom
tanpa air. Mulut hanya mangap-mangap mencari sisa-sisa udara yang bisa
di hirup dan membagikannya ke seluruh organ tubuh. Ya Tuhan peluk aku...
Sakit kepala yang semakin lama semakin bertambah, rasanya ingin membenturkan kepala ini ke tembok sebanyak tiga kali agar tali yang mengikat otakku beserta kerak-keraknya segera rontok seketika. Dengan begitu otak ini bisa kembali menjalankan fungainya dan terbebas dari himpitan yang teramat sangat menyakitkan.
Aku sekarang mulai paham, bila ada seseoraag yang emosinya tak terkendali dan ia adalah orang yang aku kenal dan dalam waktu dekat masih berinteraksi dengan melakukan komunikasi atau semacamnya maka secara otomatis energi yang meluap melalui emosi itu sedikit banyak akan menyalurkan energinya atau berdampak juga kepadaku. Kepalaku dengan sendirinya akan merasakan pusingnya. Dan tingkat kesakitan itu tergantung seberapa besar emosi yang keluar. Tak hanya berdampak dengan sakit kepala, emosi seseorang itu juga akan mempengaruhi saluran pernafasanku karena bisa saja aku merasakan bagaimana sesaknya dada ini yang sulit untuk bernafas.
Aku seperti kehabisan nafas hingga tersengal dan mencari udara yang ada di alam bebas menggunakan mulut dan itu juga tak cukup untuk membuatku tenang. Nafas yang tersengal seperti orang yang punya penyakit asma, bahkan bisa lebih parah karena dulu aku pernah merasakan bagaimana ga enaknya ketika susah untuk bernafas.
Aku ingat pernah beberapa kali mengalami hal seperti ini tapi tak separah yang sekarang, secara tak sadar otak akan menyelam ke orang yang berinteraksi denganku saat itu, terlebih badan yang tidak fit lah yang langsung membuat apa yang dipikirkan terlebih emosinya beralih kepadaku dan itu membuat pusing yang luar biasa. Sedangkan sesak di dada bisa dikarenakan karena adanya kedekatan spesial sehingga hati sama-sama merasakan apa yang terjadi.
Andai aku memiliki remot untuk mengontrol tingkat emosi mereka yang meledak, maka akan aku stel di tingkat terendah walau seberapapun emosi mereka saat itu. Karena dengan begitu aku tak akan merasakan dampak dari emosi yang lagi meluap.
:: for you
Maka bila emosi pikirkanlah aku... ya aku... itu saja pesanku, karena bila tega menyakitiku silahkan umbar emosi sebanyak yang kamu mau tapi bila tau rasa sakitnya dan tak ingin aku merasakan sakitnya maka seketika padamkan emosi yang datang. (15/01/16)
Sakit kepala yang semakin lama semakin bertambah, rasanya ingin membenturkan kepala ini ke tembok sebanyak tiga kali agar tali yang mengikat otakku beserta kerak-keraknya segera rontok seketika. Dengan begitu otak ini bisa kembali menjalankan fungainya dan terbebas dari himpitan yang teramat sangat menyakitkan.
Aku sekarang mulai paham, bila ada seseoraag yang emosinya tak terkendali dan ia adalah orang yang aku kenal dan dalam waktu dekat masih berinteraksi dengan melakukan komunikasi atau semacamnya maka secara otomatis energi yang meluap melalui emosi itu sedikit banyak akan menyalurkan energinya atau berdampak juga kepadaku. Kepalaku dengan sendirinya akan merasakan pusingnya. Dan tingkat kesakitan itu tergantung seberapa besar emosi yang keluar. Tak hanya berdampak dengan sakit kepala, emosi seseorang itu juga akan mempengaruhi saluran pernafasanku karena bisa saja aku merasakan bagaimana sesaknya dada ini yang sulit untuk bernafas.
Aku seperti kehabisan nafas hingga tersengal dan mencari udara yang ada di alam bebas menggunakan mulut dan itu juga tak cukup untuk membuatku tenang. Nafas yang tersengal seperti orang yang punya penyakit asma, bahkan bisa lebih parah karena dulu aku pernah merasakan bagaimana ga enaknya ketika susah untuk bernafas.
Aku ingat pernah beberapa kali mengalami hal seperti ini tapi tak separah yang sekarang, secara tak sadar otak akan menyelam ke orang yang berinteraksi denganku saat itu, terlebih badan yang tidak fit lah yang langsung membuat apa yang dipikirkan terlebih emosinya beralih kepadaku dan itu membuat pusing yang luar biasa. Sedangkan sesak di dada bisa dikarenakan karena adanya kedekatan spesial sehingga hati sama-sama merasakan apa yang terjadi.
Andai aku memiliki remot untuk mengontrol tingkat emosi mereka yang meledak, maka akan aku stel di tingkat terendah walau seberapapun emosi mereka saat itu. Karena dengan begitu aku tak akan merasakan dampak dari emosi yang lagi meluap.
:: for you
Maka bila emosi pikirkanlah aku... ya aku... itu saja pesanku, karena bila tega menyakitiku silahkan umbar emosi sebanyak yang kamu mau tapi bila tau rasa sakitnya dan tak ingin aku merasakan sakitnya maka seketika padamkan emosi yang datang. (15/01/16)