[02:33] Y: Yoo, banguun
[02:37] A: Udah bangun. Makasih yo. Barengan ya
Kesepakatan tak tertulis dimana siapa yang duluan bangun akan membangunkan yang lainnya untuk sholat malam di sepertiga malam. Tentunya jika menjalankannya ada teman akan lebih enak walaupun masing-masing berada di tempat yang berbeda namun kebersamaan akan memberi semangat lebih dan terpacu juga untuk langsung beranjak mengambil air wudhu.
[02:46] Y: Ok
Ini aku abis mandi. Udah siap belum yo?
[02:47] A: Udah
[02:47] Y: Bentar ya, mau pake baju dulu. Hehe
Udah siap. Ayoo
[09:07] Y: *ngintip disini boleh*
[09:09] A: Bintitan lho ngintip
[09:12] Y: Yee, ko' doanya gt.
[09:16] A: Tinggal nyamperin aja pake ngintip-ngintip tu
[09:25] Y: Terkadang sesuatu yang mengasikkan itu secara sembunyi-sembunyi. Ada greget nya tersendiri.
[09:28] A: Iya deh tau
Dulu kita suka sekali saling mendatangi ke tempat masing-masing, aku pergi ke tempatnya dan Yongsa berkunjung menjengukku. Ga ada yang kita lakukan, hanya memperhatikan dari kejauhan dan itu sudah membuat hati bahagia. Memperhatikan sementara orang yang di perhatikan tidak mengetahuinya. Namun sejak saat itu, ketika aku tidur dikamar ibuk kita jadi sulit untuk saling menjenguk, bahkan untuk sekedar menghadirkan saja tidak bisa.
Hari ini rencana ingin ke bangku merah tapi pas sore hari tentunya. Seperti pulang ke rumah, karena sudah lama ga kesana (tiga minggu) banyak yang nanyain udah lama ga dateng kemana saja, bahkan pak Joko juga beranggapan kalau aku ngambek dan terkena omongan pak Haryanto waktu ketemu terakhir kali itu yang membicarakan menjelek-jelekkan mereka sehingga aku terkena bujukannya dan ngambek ga mau lagi datang ke bangku merah. Saat di bangku merah aku mengajak Yongsa untuk datang kesana tapi berhubung kami hingga saat ini belum bisa saling menghadirkan maka yongsa pun ga bisa datang, bila dipaksakan malah akan pusing dan menyakiti diri sendiri.
[16:40] Y: Aku coba kesitu yo.
[17:33] A: Bisa ga yo. Sepertinya enggak deh
[17:35] Y: Ndak
[17:36] A: Lain kali pasti bisa. Ini tadi tumben juga cepet ga kaya biasanya
[17:37] Y: Iya. Aku coba terus. Emang kenapa yo
[17:38] A: Ga usah dipaksain yo, suatu saat juga bisa. Ga tau brasanya kaya di suruh cepet
[17:38] Y: Iya
[17:39] A: Tadinya kesini pengen ngobrol ama juru kunci di kuilnya mbah tumpeng tapi ternyata bapaknya lagi ngerumpi di kuil laen
[17:40] Y: Oh gt to. Sebentar ndak apa-apa yang penting selalu berkunjung
[17:47] A: Iya. Ni juga udah pamitan ama eyang zheng hoo (patung besar) beliaunya senyum doank. Mungkin kerena disana banyak orang kali ya
Tadi pas keluar bareng ama salah satu juru kunci yang mau pulang beliaunya bilang aku mendapat keberkahan. Beliau juga mendoakan aku dan disuruhnya menekuni biar dibukakan jalan kemudahan.
Ya kali ini aku ga lama ada di bangku merah, datang langsung sholat trus beli dupa dan masuk ke kuil satu persatu setelah itu ke goa atas, goa bawah baru pamitan. Aku ga banyak ngobrol dengan juru kunci ataupun sekedar numpang duduk disana, biasanya aku lebih lama saat berada di goa seperti anak yang curhat kepada orang tuanya namun kali ini aku merasakan eyang lagi ga ada di tempat sehingga cepat saja aku saat berada disana.
[17:57] Y: Aamiin. Sholat maghrib dulu yo
[18:04] A: Iya lah.
Sebelum pulang aku sempatkan untuk sholat magrib terlebih dahulu, tapi saat itu antri mushola penuh dengan orang yang menjalankan ibadah sehingga harus menunggu sebagian selesai dulu baru gantian sholatnya.
Aku sedikit sebel dengan orang-orang itu, entah apa yang ada di pikiran mereka dan bagaimana cara berpikirnya, sudah di sediakan mukena dan sebelum diginakan juga sudah di kasih contoh bagaimana meletakkannya yaitu dengan cara mencentelkannya di gantungan baju dan di gantung di seutas tambang, ini untuk menghindari mukena yang basah dan bau karena lembab namun ya namanya orang banyak, ada yang sadar dan banyak yang enggak ketika ingin menggunakan mukena gantungan tidak di centelin terlebih dahulu namun asal buang ke karpet dan setelah sholat bukan di gantung tapi hanya di biarkan tergeletak begitu saja tanpa di lipat atau di taruh pinggir, ada juga yang hanya di cantelin di tambang seadanya. Hmmmm... sudah di pinjami, kasih contoh tapi masih saja ngasal, malah seenaknya narohnya.
Aku pernah mendapat cerita dari bu Nor bahwa beliau sering memarahi orang-orang yang sholat ya gara-gara tidak meletakkan menempatkan mukena seperti sedia kala dan juga memarahi mbak-mbak yang setelah sholat namunmasih berlama-lama di mushola hanya untuk dandan karena bedaknya berceceran damana-mana tidak mau membersihkan dan tak jarang mereka berlama-lama hanya untuk ngobrol sambil ngechas hp sehingga orang yang lain mau sholat bjngung juga karena tempatnya penuh.
[20:21] Y: Yoo
[20:36] A: Dalem
[20:50] Y: Kamu gi apa yo. Tadi aku abis dari menara. Trus aku juga sempat ke Kelenteng san ciao miao ie
[21:06] A: Trus. Pas dimenara apa yang kamu rasakan dan bagaimana perasaanmu
[21:08] Y: Apanya yg terus
[21:16] A: Ya ceritanya donk sayang masa ya apa nya. Apa yang kamu lakukan disana
[21:25] Y: Tenang sejuk. Dimenara ya seperti biasa dengan apa yang aku lakukan
Di kelenteng ya berdoa, memperkenalkan diri. Sempet ngobrol ama pengurusnya, tapi cuma sebentar
[21:51] A: Cuma sejuk aja ga ada apa-apa
[22:03] Y: Ada. Cuma aku baru nangkep dalam takaran kecil. Tapi masih ragu juga tentang apa yang aku rasa
[22:09] A: Tinggal dirasain aja yo. Nikmati sensasinya
[22:12] Y: Iya. Bagaimana dengan kamu
[22:21] A: Perasaan selalu aku yang ujung-ujungnya cerita bangak deh. Tadi datang langsung beli dupa, trus masuk ya biasa berdoa tiap kuil.
Di kuil pertama berdoa biasanya langsung nyalain 12 dupa tp td sama juru kuncinya disuruh 6 dulu dan saat berdoa juru kuncinya liatin aku terus tangan getar ampe seluruh tubuh, brasa panas bahkan kedua telingaku brasa panas. Gitu terus ampe ada dupa yang patah.
Ketika menulis balasan pesan dari yongsa dengan mnceritakan apa saja yang aku lakukan di bangku merah tiba-tiba saja tipas angin dinding yang ada di kamar jatuh dalam keadaan masih menyala, untung saja tidak mengenai kepalaku. Karena pada saat itu aku masih dalam posisi tiduran di lantai dan jatuhnya persis di samping kepala. Sesaat dalam keadaan sedikit bingung dan masih shok aku terduduk dan memandangi tipas angin yang masih tertancap dengan aliran listrik dengan baling-baling yang masih menyala. Selepas hilang ke kagetanku aku cabut kabel dan meraih kipas itu untuk membenarkannya, ya berhubung tempatnya agak tinggi aku ambil bangku yang ada di depan kamar untuk memanjat. Dan saat kaki kiri sudah naik "bruuuuk..." kursi yang aku buat manjat jebol, ya mungkin karena kursi yang terbuat dari plastik sudah lama dan lapuk akibat dulu waktu di luar sering kena hujan dan kena panas. Kaki kiriku terperosok ke dalam kursi dan kursinya sedikit gerak sehingga kaki kananku juga terkena kaki kursi yang sedikit ke angkat karena spontan tangan kiriku mencari pegangan sedangkan kipas angin yang aku pegang dengan tangan kananku jatuh ke lantai.
Kaki tak kuat menumpi karena pegangan yang tak cukup kuat dan kursi yang sedikit goyah membuat kepalaku di sebelah kiri kejedot pintu yang langsung nyut nyuuutan. Karena keributan kedua adeku keluar dan melihat aku yang lagi berusaha mengeluarkan kaki kiriku akibat terperosok dari kursi. Aku lihat kaki ku, banyak lecet yang di akibatkan karena gesekan dari kursi saat terperosok dan adek perempuanku yang menyadari itu langsung mengambil kipas angin yang terjatuh dan melihat ke arah kaki ku, adek lelakiku yang sudah ada di kamar pun juga keluar dan mendekat.
Adik perempuanku meminta tolong kepada adik lelakiku untuk membenarkan kipas anging ke tempat semula dan entah perasaan apa yang datang saat itu dimana aku seperti melihat kemarahan dan seperti ada gertakan. Adek lelakiku marah, dan sesaat melihat ke arahku dengan tajam dan ada beberapa kemarahan disana yang aku tangkap. Aku ga percaya jika itu sebuah kebetulan untuk tipas angin bisa jatuh, ya memang dua minggu sebelumnya aku menurunkan tipas itu untuk dibersihkan, dan paku yang digunakanpun kuat dibuat sedemikian rupa agar bisa mengunci jadi jika bisa jatuh begitu saja walaupun dengan alasan posisinya bergeser pada saat berputar aku sama sekali ga yakin.
Aku lihat luka di kedua kakiku ternyata banyak juga lecet mengeluarkan darah yang di timbulkan dari terperosok kursi. Aku terduduk di lantai sambil membersihkan darah menggunakan kapas dan rvanol yang diberikan adek perempuanku. Ada luka yang darahnya keluar terus, walaupun ga banyak lalu dengan adeku disuruhnya untuk ditempel kapas yang diberi revanol lalu di plester. Karena suaranya yang cukup gaduh membuat ibu menengok dan melihat aku yang lagi membersihkan luka-luka lecet di kaki.
Ibu ; ada apa dari tadi gelondangan aku kira tikus di dapur ibu cari ga.
Aku ; ipas anginnya jatuh
Ibu ; ceritanya gimana sampai bisa jatih. Ibu pun menengok ke kamar dan memperhatikan kembali tipas angin yang sudah nengkreng di tempatbsemula.
Ibu ; meleset meletakkannya karena muter terus ya ?
Aku ; kalau ga pas kenapa baru sekarang lepasnya dan itu ga mungkin pakunya saja kuat dan buat masangkan saja susah gimana bisa lepas, aku memasangnya juga sudah mepet tembok. Kaya'e ada sesuatu.
Ibu ; kamu perangnya sudah selesai belum...??
Aku ; ga tau, aduuuh kepalaku pusing
Ibu ; kena apa pusing...??
Aku ; kejedot pintu, sepertinya otakku sekarang ngumpul di sebelah kiri semua (sambil memijit-mijit kepala bagian kiri)
Ibu ; Emang buatan pabrik kok ngumpul tu, aneh-aneh saja kamu ini.
Ibu ; Kalau ga tidur sama ade situ tapi memang kalau biasa tidur sendiri tidur ada temannya itu tidak enak, apa mau tidur bawah ya turun saja kalau ibu suruh tidur sini tidak mau repot naik turunnya.
Aku ; ga mau.
Ibu ; nah lukanya di kasih revanol saja besok juga kering, kapasnya kasih revanol trus di tempel ke luka. Dan ibu pun pergi meninggalkan aku untuk kembali ke kamar.
Sementara adik-adikku sudah kembali ke kamar temasuk ibu, aku masih di luar kamar sibuk dengan luka-lukaku. Sedikit perih dan tergoresnya banyak banget di banyak bagian ke lutut juga.
Saat membersihkan luka aku merasakan ketakutan dan deg deg an yang bukan biasanya, dalam artian bukan deg degan seperti ketika orang yang habis jatuh tapi ada yang lain. Sepertinya ada yang ingin mencelakakan aku, namun aku masih dilindungi makanya kipas itu tidak jatuh tepat dikepalaku. Beberapa hari yang lalu aku merasakan perasaan yang aneh, pemikiran bahwa ada yang amu mencelakakan aku dengan cara di dorong ketika aku menuruni tangga dan pemikiran seperti itu beberapa aku alami namun selalu saja aku tepis dengan berpikiran positif.
Memang sejak aku bercerita kepada bapak tentang mengapa aku tidur di kamar ibuk seperti ada yang tidak suka dan ingin mencelakakan aku dengan cara mendorongku saat di tangga. Ya aku dengan jelas membaca niat buruk itu, sosok yang masih muda namun bisa dibilang nakal. Aku berpikir ini semua terjadi juga karena ulahku yang sebelumnya berbincang dengan sosok yang ada di kamar adek laki-lakiku dengan sedikit mengompori untuk membuktikan keberanian jika beliau tidak penakut yang hanya berani dengan anak kecil dan untuk membuktikan aku ingin dia pindah untuk ikut ke tubuh preman saja, sepertinya tantangan itu benar di buktikan namun yang satunya tidak terima karena tantangan itu membuat dia pergi sehingga dia ingin balas dendam caranya ingin mencelakakanku dengan mendorongku dari belakang, pernah juga dia ingin memukulku dari belakang tapi tidak berani karena ada yang ditakutinya, seperti halnya ketika ingin mendorongku makanya dia mencoba menggunakan sesuatu yang bisa menjadi ketidak sengajaan.
Dan tadi saat ade lelakiku mendekat dan meletakkan tipas angin ke tempatnya aku merasakan jika dia marah dan membentak sosok yang mencoba mencelakakan aku, sepertinya adeku benar-benar marah, aku merasakan kemarahan dalam dirinya dan sosok itu pun juga takut lalu pergi darisana. Samar tapi nyata, bukan dilihat dengan mataku tapi dengan batinku.
Di dalam kamar sekali lagi aku lihatin luka yang ada di kakiku akibat terperosok kursi dan aku di luka itu aku tempelin kapas yang sudah dikasih revanol ke semu luka dengan harapan agar tidak perih dan besok bisa kering lukannya.
[23:02] A:Maap yo nulisnya lama brusan aku tinggal ngobati kaki ku dulu.
Brusan pas lagi ngetik tiba-tiba tipas anginku jatoh untung ga ngenain kepalaku dan jatoh pun masih bisa muter.
waktu aku mau benerin ambil kursi malah kakiku kejeblos kursi, ya jadinya lecet-lecet, banyak seh tapi udah aku kasih revanol
Sekarang kepalaku sedikit pusing soale pas kakiku kejeblos kepalaku kebentur pintu
Aku tidur duluan ya kepalaku pusing banget ni.
Kamu juga buruan tidur.
Met rehat yo (04/10)
[02:37] A: Udah bangun. Makasih yo. Barengan ya
Kesepakatan tak tertulis dimana siapa yang duluan bangun akan membangunkan yang lainnya untuk sholat malam di sepertiga malam. Tentunya jika menjalankannya ada teman akan lebih enak walaupun masing-masing berada di tempat yang berbeda namun kebersamaan akan memberi semangat lebih dan terpacu juga untuk langsung beranjak mengambil air wudhu.
[02:46] Y: Ok
Ini aku abis mandi. Udah siap belum yo?
[02:47] A: Udah
[02:47] Y: Bentar ya, mau pake baju dulu. Hehe
Udah siap. Ayoo
[09:07] Y: *ngintip disini boleh*
[09:09] A: Bintitan lho ngintip
[09:12] Y: Yee, ko' doanya gt.
[09:16] A: Tinggal nyamperin aja pake ngintip-ngintip tu
[09:25] Y: Terkadang sesuatu yang mengasikkan itu secara sembunyi-sembunyi. Ada greget nya tersendiri.
[09:28] A: Iya deh tau
Dulu kita suka sekali saling mendatangi ke tempat masing-masing, aku pergi ke tempatnya dan Yongsa berkunjung menjengukku. Ga ada yang kita lakukan, hanya memperhatikan dari kejauhan dan itu sudah membuat hati bahagia. Memperhatikan sementara orang yang di perhatikan tidak mengetahuinya. Namun sejak saat itu, ketika aku tidur dikamar ibuk kita jadi sulit untuk saling menjenguk, bahkan untuk sekedar menghadirkan saja tidak bisa.
Hari ini rencana ingin ke bangku merah tapi pas sore hari tentunya. Seperti pulang ke rumah, karena sudah lama ga kesana (tiga minggu) banyak yang nanyain udah lama ga dateng kemana saja, bahkan pak Joko juga beranggapan kalau aku ngambek dan terkena omongan pak Haryanto waktu ketemu terakhir kali itu yang membicarakan menjelek-jelekkan mereka sehingga aku terkena bujukannya dan ngambek ga mau lagi datang ke bangku merah. Saat di bangku merah aku mengajak Yongsa untuk datang kesana tapi berhubung kami hingga saat ini belum bisa saling menghadirkan maka yongsa pun ga bisa datang, bila dipaksakan malah akan pusing dan menyakiti diri sendiri.
[16:40] Y: Aku coba kesitu yo.
[17:33] A: Bisa ga yo. Sepertinya enggak deh
[17:35] Y: Ndak
[17:36] A: Lain kali pasti bisa. Ini tadi tumben juga cepet ga kaya biasanya
[17:37] Y: Iya. Aku coba terus. Emang kenapa yo
[17:38] A: Ga usah dipaksain yo, suatu saat juga bisa. Ga tau brasanya kaya di suruh cepet
[17:38] Y: Iya
[17:39] A: Tadinya kesini pengen ngobrol ama juru kunci di kuilnya mbah tumpeng tapi ternyata bapaknya lagi ngerumpi di kuil laen
[17:40] Y: Oh gt to. Sebentar ndak apa-apa yang penting selalu berkunjung
[17:47] A: Iya. Ni juga udah pamitan ama eyang zheng hoo (patung besar) beliaunya senyum doank. Mungkin kerena disana banyak orang kali ya
Tadi pas keluar bareng ama salah satu juru kunci yang mau pulang beliaunya bilang aku mendapat keberkahan. Beliau juga mendoakan aku dan disuruhnya menekuni biar dibukakan jalan kemudahan.
Ya kali ini aku ga lama ada di bangku merah, datang langsung sholat trus beli dupa dan masuk ke kuil satu persatu setelah itu ke goa atas, goa bawah baru pamitan. Aku ga banyak ngobrol dengan juru kunci ataupun sekedar numpang duduk disana, biasanya aku lebih lama saat berada di goa seperti anak yang curhat kepada orang tuanya namun kali ini aku merasakan eyang lagi ga ada di tempat sehingga cepat saja aku saat berada disana.
[17:57] Y: Aamiin. Sholat maghrib dulu yo
[18:04] A: Iya lah.
Sebelum pulang aku sempatkan untuk sholat magrib terlebih dahulu, tapi saat itu antri mushola penuh dengan orang yang menjalankan ibadah sehingga harus menunggu sebagian selesai dulu baru gantian sholatnya.
Aku sedikit sebel dengan orang-orang itu, entah apa yang ada di pikiran mereka dan bagaimana cara berpikirnya, sudah di sediakan mukena dan sebelum diginakan juga sudah di kasih contoh bagaimana meletakkannya yaitu dengan cara mencentelkannya di gantungan baju dan di gantung di seutas tambang, ini untuk menghindari mukena yang basah dan bau karena lembab namun ya namanya orang banyak, ada yang sadar dan banyak yang enggak ketika ingin menggunakan mukena gantungan tidak di centelin terlebih dahulu namun asal buang ke karpet dan setelah sholat bukan di gantung tapi hanya di biarkan tergeletak begitu saja tanpa di lipat atau di taruh pinggir, ada juga yang hanya di cantelin di tambang seadanya. Hmmmm... sudah di pinjami, kasih contoh tapi masih saja ngasal, malah seenaknya narohnya.
Aku pernah mendapat cerita dari bu Nor bahwa beliau sering memarahi orang-orang yang sholat ya gara-gara tidak meletakkan menempatkan mukena seperti sedia kala dan juga memarahi mbak-mbak yang setelah sholat namunmasih berlama-lama di mushola hanya untuk dandan karena bedaknya berceceran damana-mana tidak mau membersihkan dan tak jarang mereka berlama-lama hanya untuk ngobrol sambil ngechas hp sehingga orang yang lain mau sholat bjngung juga karena tempatnya penuh.
[20:21] Y: Yoo
[20:36] A: Dalem
[20:50] Y: Kamu gi apa yo. Tadi aku abis dari menara. Trus aku juga sempat ke Kelenteng san ciao miao ie
[21:06] A: Trus. Pas dimenara apa yang kamu rasakan dan bagaimana perasaanmu
[21:08] Y: Apanya yg terus
[21:16] A: Ya ceritanya donk sayang masa ya apa nya. Apa yang kamu lakukan disana
[21:25] Y: Tenang sejuk. Dimenara ya seperti biasa dengan apa yang aku lakukan
Di kelenteng ya berdoa, memperkenalkan diri. Sempet ngobrol ama pengurusnya, tapi cuma sebentar
[21:51] A: Cuma sejuk aja ga ada apa-apa
[22:03] Y: Ada. Cuma aku baru nangkep dalam takaran kecil. Tapi masih ragu juga tentang apa yang aku rasa
[22:09] A: Tinggal dirasain aja yo. Nikmati sensasinya
[22:12] Y: Iya. Bagaimana dengan kamu
[22:21] A: Perasaan selalu aku yang ujung-ujungnya cerita bangak deh. Tadi datang langsung beli dupa, trus masuk ya biasa berdoa tiap kuil.
Di kuil pertama berdoa biasanya langsung nyalain 12 dupa tp td sama juru kuncinya disuruh 6 dulu dan saat berdoa juru kuncinya liatin aku terus tangan getar ampe seluruh tubuh, brasa panas bahkan kedua telingaku brasa panas. Gitu terus ampe ada dupa yang patah.
Ketika menulis balasan pesan dari yongsa dengan mnceritakan apa saja yang aku lakukan di bangku merah tiba-tiba saja tipas angin dinding yang ada di kamar jatuh dalam keadaan masih menyala, untung saja tidak mengenai kepalaku. Karena pada saat itu aku masih dalam posisi tiduran di lantai dan jatuhnya persis di samping kepala. Sesaat dalam keadaan sedikit bingung dan masih shok aku terduduk dan memandangi tipas angin yang masih tertancap dengan aliran listrik dengan baling-baling yang masih menyala. Selepas hilang ke kagetanku aku cabut kabel dan meraih kipas itu untuk membenarkannya, ya berhubung tempatnya agak tinggi aku ambil bangku yang ada di depan kamar untuk memanjat. Dan saat kaki kiri sudah naik "bruuuuk..." kursi yang aku buat manjat jebol, ya mungkin karena kursi yang terbuat dari plastik sudah lama dan lapuk akibat dulu waktu di luar sering kena hujan dan kena panas. Kaki kiriku terperosok ke dalam kursi dan kursinya sedikit gerak sehingga kaki kananku juga terkena kaki kursi yang sedikit ke angkat karena spontan tangan kiriku mencari pegangan sedangkan kipas angin yang aku pegang dengan tangan kananku jatuh ke lantai.
Kaki tak kuat menumpi karena pegangan yang tak cukup kuat dan kursi yang sedikit goyah membuat kepalaku di sebelah kiri kejedot pintu yang langsung nyut nyuuutan. Karena keributan kedua adeku keluar dan melihat aku yang lagi berusaha mengeluarkan kaki kiriku akibat terperosok dari kursi. Aku lihat kaki ku, banyak lecet yang di akibatkan karena gesekan dari kursi saat terperosok dan adek perempuanku yang menyadari itu langsung mengambil kipas angin yang terjatuh dan melihat ke arah kaki ku, adek lelakiku yang sudah ada di kamar pun juga keluar dan mendekat.
Adik perempuanku meminta tolong kepada adik lelakiku untuk membenarkan kipas anging ke tempat semula dan entah perasaan apa yang datang saat itu dimana aku seperti melihat kemarahan dan seperti ada gertakan. Adek lelakiku marah, dan sesaat melihat ke arahku dengan tajam dan ada beberapa kemarahan disana yang aku tangkap. Aku ga percaya jika itu sebuah kebetulan untuk tipas angin bisa jatuh, ya memang dua minggu sebelumnya aku menurunkan tipas itu untuk dibersihkan, dan paku yang digunakanpun kuat dibuat sedemikian rupa agar bisa mengunci jadi jika bisa jatuh begitu saja walaupun dengan alasan posisinya bergeser pada saat berputar aku sama sekali ga yakin.
Aku lihat luka di kedua kakiku ternyata banyak juga lecet mengeluarkan darah yang di timbulkan dari terperosok kursi. Aku terduduk di lantai sambil membersihkan darah menggunakan kapas dan rvanol yang diberikan adek perempuanku. Ada luka yang darahnya keluar terus, walaupun ga banyak lalu dengan adeku disuruhnya untuk ditempel kapas yang diberi revanol lalu di plester. Karena suaranya yang cukup gaduh membuat ibu menengok dan melihat aku yang lagi membersihkan luka-luka lecet di kaki.
Ibu ; ada apa dari tadi gelondangan aku kira tikus di dapur ibu cari ga.
Aku ; ipas anginnya jatuh
Ibu ; ceritanya gimana sampai bisa jatih. Ibu pun menengok ke kamar dan memperhatikan kembali tipas angin yang sudah nengkreng di tempatbsemula.
Ibu ; meleset meletakkannya karena muter terus ya ?
Aku ; kalau ga pas kenapa baru sekarang lepasnya dan itu ga mungkin pakunya saja kuat dan buat masangkan saja susah gimana bisa lepas, aku memasangnya juga sudah mepet tembok. Kaya'e ada sesuatu.
Ibu ; kamu perangnya sudah selesai belum...??
Aku ; ga tau, aduuuh kepalaku pusing
Ibu ; kena apa pusing...??
Aku ; kejedot pintu, sepertinya otakku sekarang ngumpul di sebelah kiri semua (sambil memijit-mijit kepala bagian kiri)
Ibu ; Emang buatan pabrik kok ngumpul tu, aneh-aneh saja kamu ini.
Ibu ; Kalau ga tidur sama ade situ tapi memang kalau biasa tidur sendiri tidur ada temannya itu tidak enak, apa mau tidur bawah ya turun saja kalau ibu suruh tidur sini tidak mau repot naik turunnya.
Aku ; ga mau.
Ibu ; nah lukanya di kasih revanol saja besok juga kering, kapasnya kasih revanol trus di tempel ke luka. Dan ibu pun pergi meninggalkan aku untuk kembali ke kamar.
Sementara adik-adikku sudah kembali ke kamar temasuk ibu, aku masih di luar kamar sibuk dengan luka-lukaku. Sedikit perih dan tergoresnya banyak banget di banyak bagian ke lutut juga.
Saat membersihkan luka aku merasakan ketakutan dan deg deg an yang bukan biasanya, dalam artian bukan deg degan seperti ketika orang yang habis jatuh tapi ada yang lain. Sepertinya ada yang ingin mencelakakan aku, namun aku masih dilindungi makanya kipas itu tidak jatuh tepat dikepalaku. Beberapa hari yang lalu aku merasakan perasaan yang aneh, pemikiran bahwa ada yang amu mencelakakan aku dengan cara di dorong ketika aku menuruni tangga dan pemikiran seperti itu beberapa aku alami namun selalu saja aku tepis dengan berpikiran positif.
Memang sejak aku bercerita kepada bapak tentang mengapa aku tidur di kamar ibuk seperti ada yang tidak suka dan ingin mencelakakan aku dengan cara mendorongku saat di tangga. Ya aku dengan jelas membaca niat buruk itu, sosok yang masih muda namun bisa dibilang nakal. Aku berpikir ini semua terjadi juga karena ulahku yang sebelumnya berbincang dengan sosok yang ada di kamar adek laki-lakiku dengan sedikit mengompori untuk membuktikan keberanian jika beliau tidak penakut yang hanya berani dengan anak kecil dan untuk membuktikan aku ingin dia pindah untuk ikut ke tubuh preman saja, sepertinya tantangan itu benar di buktikan namun yang satunya tidak terima karena tantangan itu membuat dia pergi sehingga dia ingin balas dendam caranya ingin mencelakakanku dengan mendorongku dari belakang, pernah juga dia ingin memukulku dari belakang tapi tidak berani karena ada yang ditakutinya, seperti halnya ketika ingin mendorongku makanya dia mencoba menggunakan sesuatu yang bisa menjadi ketidak sengajaan.
Dan tadi saat ade lelakiku mendekat dan meletakkan tipas angin ke tempatnya aku merasakan jika dia marah dan membentak sosok yang mencoba mencelakakan aku, sepertinya adeku benar-benar marah, aku merasakan kemarahan dalam dirinya dan sosok itu pun juga takut lalu pergi darisana. Samar tapi nyata, bukan dilihat dengan mataku tapi dengan batinku.
Di dalam kamar sekali lagi aku lihatin luka yang ada di kakiku akibat terperosok kursi dan aku di luka itu aku tempelin kapas yang sudah dikasih revanol ke semu luka dengan harapan agar tidak perih dan besok bisa kering lukannya.
[23:02] A:Maap yo nulisnya lama brusan aku tinggal ngobati kaki ku dulu.
Brusan pas lagi ngetik tiba-tiba tipas anginku jatoh untung ga ngenain kepalaku dan jatoh pun masih bisa muter.
waktu aku mau benerin ambil kursi malah kakiku kejeblos kursi, ya jadinya lecet-lecet, banyak seh tapi udah aku kasih revanol
Sekarang kepalaku sedikit pusing soale pas kakiku kejeblos kepalaku kebentur pintu
Aku tidur duluan ya kepalaku pusing banget ni.
Kamu juga buruan tidur.
Met rehat yo (04/10)