5/18/2015

Sehari #1

Minggu pagi yang mulai beranjak siang, perjalanan pun di mulai. Kali ini bukan bersama abu melainkan dengan hitam, mobil mungil yang masih lincah melibas jalanan padat kendaraan. Hai, kali ini mau kemana lagi.... lihat saja sampai dimana penghujung perjalanan ini.

Musik yang menghentak mengiringi perjalanan, tak ada percakapan berarti hanya sesekali sebuah cerita mengalir lalu membisu lagi. Canggung, tak tau cara mengawali percakapan, sementara orang di sampingku yang berada dibalik kemudi sepertinya menikmati perjalanan kali ini, aku juga menikmati namun sedikit malu-malu berada satu mobil dengannya. Mengikuti lirik yang terdengar dari mp3 sambil sesekali manggut-manggut dan menghentakkan jari-jarinya di atas bantalan kemudi mengikuti irama dari musik yang terdengar, sepertinya ia hapal dengan setiap lagu yang diputar. Mungkin saja ini lagu kesukaannya hingga terlalu bersemangat dan menghayati.

Perjalanan yang berlawanan arah dengan datangnya matahari tak memberikan jeda untuk kami merasakan sinarnya yang panas menantang. Sorot mentari mengenai tubuh kami, hingga kedua tangan ini ku sembunyikan di balik jaket yang aku lepas sebelumnya. Sempat ia meraih sarung yang ada di jok belakang untuk menutupi tubuhku yang terkena sinar matahari namun tawaran itu aku tolak dan menaruh sarung itu di jok belakang seperti semula. Bahkan sempat juga ia meletakkan telapak tangannya untuk menghalau sinar matahari yang mengenaiku, tapi bagaimana bisa secara ia masih pegang kemudi dan memindah persneling untuk mengontrol laju mobil. Perlakuan yang biasa namun itu menyentuh bagiku, hal kecil yang terkadang terlihat istimewa dimata orang lain.

Melewati tol untuk menghindari macet. Mengapa mobil melaju begitu cepat... sedikit kecewa mungkin, karena tak bisa sepenuhnya menikmati pemandangan perbukitan yang disulap oleh para pengembang menjadi perumahan siap huni, yang memang saat ini lagi marak menjadi incaran sebagai salah satu cara berinvestasi jangka panjang selain sebagai tempat tinggal tentunya. Sebenarnya pengennya berjalan lambat-lambat saja agar bisa berlama-lama, (sedikit modus sepertinya). Untung saja pikiranku ga kebaca olehnya, hehehehhe....

Jalan yang tidak begitu padat, sesekali dia melihat kearahku entahlah mungkin heran kali biasanya aku yang cerewet sekarang hanya duduk manis lebih banyak menengok ke kiri melihat keluar jendela kaca yang tertutup rapat. Kantuk sepertinya membuatnya berinisiatif menyalakan sebatang rokok, dengan terlebih dahulu membuka kaca jendela agar asap dari rokok bisa keluar. Mau protes tapi kasihan juga, oke lah kali ini pengecualian, karena selama perjalanan beberapa kali ia sudah mengatakan keinginannya untuk tidur. Andaikan aku bisa menyetir sudah aku gantikan agar ia bisa beristirahat sejenak menghilangkan kantuk akibat semalam begadang.

Beberapa kali mencuri pandang, dengan alasan melihat pemandangan yang ada di sebelah kanan, itu alasan yang akan aku berikan jika ia menyadari ada yang diam-diam memperhatikannya. Wajah yang ceria dan menikmati perjalanan dan kehadiranku, hmmmmm... syukurlah jika begitu. Dan obrolanpun sudah mulai meramaikan suasana di dalam mobil, tak kalah dengan musik yang menghentak yang sedari awal meramaikan suasana. Mendengar suaranya yang menirukan lirik dari lagu yang di putar, meskipun suaranya ga sebagus penyanyi aslinya dan ada beberapa lirik yang salah namun suka saja mendengarnya. Aku suka dia seperti itu.

Perjalanan menuju kota yang belum pernah aku datangi sebelumnya. Mengantarkan dia ke kota kelahirannya untuk berziarah ke makam ibundanya. Kota Kudus, baru kali ini aku singgah kesini. Sama seperti kota-kota yang lain, hanya saja di kota Kudus lalu lintasnya tak seramai dan sepadat di kota Semarang, namun begitu udara disini sama panasnya.

Tujuan utama ke makam. Menyusuri jalan perkampungan yang tak begitu lebar namun sudah teraspal dengan halus. Sempat berputar-putar karena ia lupa dimana letak makamnya. Inisitif bertanya pada penduduk setempat, namun usul itu ditolak, katanya seh masih penasaran terus berjalan dan berbelok. 
"Yakin belok kesini arahnya" tanyaku ketika dia membelokkan mobilnya ke arah lain yang berbeda dari yang dilewati sebelumnya, 
"enggak..." jawaban spontan yang di ucapkannya membuatku sedikit melongo.
Nah kan ketemu jalan yang tadi sudah di lewati jalan yang tadi, kali ini berbelok ke arah sebaliknya berbelok lagi dan ketemulah jalan buntu. Hahahaha.... inilah hasilnya penasaran yang ga mau bertanya, lagian sudah sering kesini masih saja kagak hapal belokan yang harus dilewati. Menyerah dan akhirnya meminggirkan mobil dan berhenti, bertanyalah ia kepada bapak tua yang lagi menjemur padi di halaman rumah.

Sudah mengerti jalan yang benar menuju ke makam, ternyata jalan yang tadi di lalui sudah benar hanya saja seharusnya berbelok di gang pertama bukan di gang kedua yang malah ketemu jalan buntu. Di jalan menuju makam sempat melihat warga yang lagi kerja bakti gotong royong di salah satu rumah warga yang lagi memperbaiki rumah. Suasana yang sudah langka terlihat, apa lagi di kota besar yang sebagian masyarakatnya hidupnya individual ga kenal satu sama lain dan memilih memanggil tukang dari pada harus capek-capek kerja bakti.

Membunyikan klakson, ini bukan sok-sok an hanya untuk tanda agar di persilahkan (permisi) lewat oleh orang yang ditemuinya. Sempat ia menyapa salah satu diantara orang yang ikut gotong royong, sepertinya ia mengenalnya karena menyebutkan nama juga waktu menyapa. Dan sampailah di pemakaman. Mobil di parkir dan ia pun pergi sendiri "mas sendiri ya aku tunggu disini" ingin ikut tapi berhubung lagi halangan sehingga tak boleh masuk ke area pemakaman (katanya seh gitu, karen orang yang datang ke pemakaman harus bersih, dalam artian tidak sedang menstruasi).

Dia pun pergi ke pusaran ibundanya  aku menunggu di mobil. Sepertinya salah memarkirkan mobil, karena bukannya teduh malah seluruh badanku kepanasan. Mau pindah ke tempat teduh tapi kagak ada tempat yang bisa dijadikan duduk, ya akhirnya bertahan dibawah sorot sinar matahari sambil mendengarkan mp3 dari hpku. Ikut bernyanyi meskipun hanya pelan, jangan sampe si masnya tau bisa panjang entar urusan, karen selama ini aku tak pernah menyuarakan lagu lantang selama bersamanya, bukannya ga bisa seh sebenarnya hanya malu.

Baru tiga lagu belum juga habis eh si mas tiba-tiba sudah ada di belakangku. Untung ga dengar, sedikit kaget melihatnya.
"Sudah lega belum" tanyaku kepadanya setelah masuk ke dalam mobil.
"Sudah mendingan..." katanya sambil menghela napas panjang sebelum menyalakan mobil.
"Kok cuma mendingan, harusnya kan beneran plong" aku melihat memang raut wajahnya terpancar agak enakan dibanding sebelumnya.
"Sekarang kemana..."
"Ga tau, disini ada apa saja..." tanyaku yang sama sekali tidak tau kota Kudus
"Paling ya Muria" sambil mulai mengemudikan mobil
"Jangan kesana aah, mengingat aku yang lagi halangan, sedangkaa kalau kesana tapi tidak naik ya ga enk.
"Mau kemana, pulang saja ya"

Mendengar kata-kata terakhirnya membuat ku sedikit kecewa, masa seh langsung pulang apa ga ada tempat yang bisa buat kongko atau apa gitu jangan langsung pulang donk. Otakku mulai merespon, ingin protes tapi bagaimana mungkin aku tega. Tugasku kan hanya mengantar dan setelah tujuan utama sudah terlaksana ya sudah, tapi tapi tapiiiii.... Ya sudahlah pasrah, sudah ga ada daya untuk ngapa-ngapain. Meredam kecewa dengan diam, entah dia menangkap emosiku ataukah enggak, semoga saja tidak tampak dalam raut wajahku.


Berbicara ketika diri lagi emosi itu sangat susah, menahan agar penekanan kata intonasinya tetap sama, agar tak mudah terpancing emosi. Mengalihkan emosi dengan melihat situasi di luar, memandang langit dimana meskipun cuaca lagi terik namun langit terlihat biru dan terlihat sekumpulan awan putih yang berjalan mengikuti angin berhembus membentuk kepala kuda eh es krim deh sepertinya tapi juga seperti kepala mickey. Teduh, perlahan emosiku mulai mereda. Meskipun kecewa tetap ada tapi sepertinya mesti menerima kenyataan, namanya ikut ya ga boleh protes.

Hal yang ga aku sukai setiap perjalanan dengannya adalah ketika tak bisa lepas dari gatged. Setiap bunyi tanpa menunggu lama langsung membuka pesan dan membalasnya. Bagus seh seperti itu, tapi lihat sikon lah harusnya tidak sambil nyetir, sambil bawa motor masih saja sibuk dengan hp nya. Yaaaah mau gimana lagi, setiap orang berbeda-beda, mungkin saja itu hal teramat penting hingga tak mau melewatkan sedikitpun atau tak mau yang di seberang sana menunggu terlalu lama.


BERSAMBUNG

Suasana desa yg masih asri