Cermin...
Aku ingat kau pernah berkata "genggaman ini ga akan terlepas sekalipun kita saling diam"
Masihkah kau memegang janji itu, dimana kau akan menggenggam jemariku hingga aku menemukan orang yang tepat untuk menggantikannya dan kau akan menyerahkan sendiri padanya.
Cermin...
Bolehkah aku menyapamu, mendengar celotehmu kembali.
Masih bisakah kita beradu argumen, menyamakan persepsi sambil mendengarkan lagu kita, hingga malam tak berdaya dengan ramainya kita.
Merindukan ketika kita berbagi 'coretan', menyusun aksara penuh makna.
Cermin...
Masihkah kau ingat dengan keceriaan, dengan tawa, canda yang hadir diantara kebersamaan kita
Masihkan kita masuk kelompok minoritas dalam pakem dan segala kerumitan yang berbaur menjadi satu
Cermin...
Masihkah kau yongsaku yang dulu
Yang memberikan 'tamparan' ketika jiwa mulai lemah, walaupun kau tetap memberikan bahumu untukku bersandar
Hanya mendengar, dan mengajarkanku berpikir mencari solusi dengan keruwetan yang kualami. Tak jarang juga menyalahkan dan menghakimi dengan hal yang tak seharusnya aku lakukan.
Cermin ...
Masihkah cerita imajinasi kita berlanjut, aku sebagai pembuat skenario kau yang mengoreksi dan kita berdua pula yang menjadi pemeran utama.
Di padang savana duduk dibawah pohon besar yang rindang, mendengarkan suara gemericik air sungai yang mengalir beradu dengan kicau burung dan memandang langit biru penuh awan putih.
Cermin...
Aku merindukan saat-saat itu, dimana perasaan dan logika mulai berargumen.
Setiap kalimat yang tersusun bermakna, beberapa kata penuh arti dan terlihat indah.
Yongsa... Tetaplah menjadi yongsaku.