10/15/2014

Segelas Coklat Panas

"Coklat panas, terasa sedikit pahit, pekat tersamar rasa manis. Membangkitkan kenangan saat kebersamaan kau dan aku dikala itu...."

Wanita itu menatap lekat secangkir coklat panas yang mulai dingin yang ada dalam genggamannya. Langit tampak keabu-abuan sementara angin berhembus sedikit kencang terasa menusuk, dan samar-samar suara hujan mulai terdengar cukup jelas ditelinganya. Tak jauh dari wanita itu duduk sepasang muda-mudi tampak asik berbincang tanpa mempedulikan keadaan sekelilingnya, sepertinya mereka melupakan bahwa ada orang lain selain mereka.

Wanita itu tersenyum, dan tampaknya dia mengingat sesuatu, menyadari dia merindukan kehadiran seseorang dalam hidupnya. Kedatangan yang sesaat, hanya sekedar singgah tak berlangsung lama seperti tamu yang datang untuk pergi, satu demi satu mereka meminta membuka hatinya yang sudah lama tertutup namun setelahnya pergi begitu saja. Rasanya sulit membayangkan bahwa perasaannya dianggap hanya akan menjadi sebuah cerita yang cukup pahit, sepahit coklat panas yang ia nikmati sekarang.

Tak ada yang abadi mungkin itu kiasan yang pas untuk menggambarkan bahwa segala sesuatu tidak akan ada yang bisa bertahan selamanya. Dalam benaknya membayangkan bahwa mungkin saja seseorang itu sudah memulai membuat sebuah cerita baru, yang akhir ceritanya sudah cukup terlihat jelas di depan mata. Meskipun bisa dijalani, namun waktu yang berjalan searah jarum jam pada akhirnya harus berganti hari. Dari hari menjadi minggu, lalu kemudian menjadi bulan, dan akhirnya semua berakhir. Semua kisah pasti ada akhir yang harus dilalui.

Terkadang banyak orang menyesali atas perasaan yang hadir, jika akhirnya harus berakhir dengan ketidak pastian mengapa dia yang (sudah) terlanjur dicintai memberikan harapan manis setelah itu pergi begitu saja seolah-olah seperti tidak ada yang terjadi. Ya seperti itulah... Ketika perasaan tiba-tiba datang, berusaha meyakinkan hati yang masih meragu jika benar dia akan tinggal namun kalau tidak dia akan pergi. Seperti coklat yang nampak manis begitu menggoda namun di ujung kecap ada rasa pahit mengikuti.

Wanita itu menyadari sepenuhnya bahwa ini hanya salah satu dari pemberhentian sebelum ia temukan alamat yang tak begitu jelas di tulis di selembar kertas kusut yang sudah sering ia buka untuk mengeja tiap huruf yang tak begitu jelas. Getir, namun pada akhirnya dia berusaha menutupi seluruh perasaannya, berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja, mempertontonkan ketegaran yang tak begitu pandai dia perankan. Dia kembali menatap cangkirnya dan meneguknya sekali lagi sambil di benaknya ia berkata "sepahit apa pun coklat kenyataannya banyak orang yang menyukai bahkan rasa pahit inilah yang dianggap menjadi daya tarik". Mungkin bila tahan dengan pekat coklat yang cenderung pahit maka dianggapnya lolos uji.