Ketika awal memutuskan menerimanya aku sedikit resah ada 2 sebab yang pertama ketika melihat stattus yang dia buat, dalam stattus itu aku merasa ada sesuatu seperti mensiratkan bahwa stattus itu ditujukan untuk seseorang perempuan tapi entah siapa aku tak tau. Aku ga mau bertanya karena takut dianggap suka ikut campur dan aku yakin juga ga akan ada penjelasan secara gamblang darinya. Kejadian seperti ini tidak hanya satu kali aku alami namun dia sepertinya memang suka memasang stattus untuk seseorang dan itu aku yakin 100% bukan untuk teman prianya, aku ga mau membuat masalah hingga memilih untuk diam. Bila ditanya apakah aku ingin tau sejujurnya aku jawab enggak, tak ada sedikit rasa penasaranpun untuk tau apa makna tulisan itu.
Sebab yang kedua tentang kebimbangan hatiku, ada perang batin dalam diriku yang memperjuangkan ego masing-masing dari setiap kubu yang berbeda. Tapi sepertinya aku sudah mengabaikan diriku sendiri ketika melihat ada secuil luka dalam dirinya. Aku mencoba aktif, bukan untuk mengubahnya hanya untuk sedikit membuatnya berarti dan kembali memunculkan mimpi-mimpi kecil yang sudah lama mati, namun aku juga ga tau pasti apa ini berhasil ataukah enggak.
Aku belum sepenuhnya mengenalnya, tapi dengan adanya komunikasi yang tak pernah putus inilah perlahan mulai mengenal sosoknya. Tak mudah juga ya mengenali karakter dan kepribadian orang lain, jangankan orang lain diri sendiri saja belum tentu sepenuhnya bisa kita pahami bukan.
Menangkap ada sesuatu dalam dirinya yang membuatku penasaran namun aku juga tak yakin bisakah dia terbuka denganku mengingat orangnya yang tertutup. Perlahan aku mulai terbiasa dengannya dan sepertinya dia pun begitu bahkan menurutnya dia merasakan nyaman bersamaku. Dia seseorang pria rapuh yang terus saja melakukan petualangan untuk mencari sesuatu yang sebenarnya dia sendiri tak mengerti apa yang sebenarnya dicari.