11/20/2014

Cinta Tak Lekang Waktu ~ Cinta Pertama 2

Memang perjuangan Adi mendapatkan cinta Tria penuh intrik dan pengorbanan. Teringat saat Adi nembak Tria di kota ukir Jepara. Waktu itu hari kamis ada kuliah pagi, hanya ada 1 mata pelajaran kalkulus, walau gitu bobotnya 3 sks, lumayan kan. Karena dosennya terlambat di tunggu sampai jam 08.15 enggak datang-datang akhirnya pada bubaran. Bingung mau ngapain, pulang masih pagi kalau nongkrong tempat favorit sudah di pake orang, ya terpaksa duduk-duduk di parkiran dekat pos satpam, aku sempat juga menengok UKM yang aku ikuti namun karena sepi memilih untuk kabur daripada di suruh jaga pos hehehehe…. Hari itu Anis ulang tahun, asik makan-makan tapi nanti nunggu siangan warung belum pada buka. Gerombolan pak Dhe (Anam, Epa, Adi, Wisnu) ikut lesehan di samping pos satpam, disela-sela obrolan kesana kemari ternyata mereka juga lagi pada stress, mau balik juga malas di rumah / kos juga enggak ada kerjaan lalu ada yang usul untuk pergi semuanya angkat tangan tanda setuju (lebay dikit aah) nah yang jadi permasalahan tujuannya kemana….?

Setelah rapat malah pada memiliki berbagai macam tujuan, melihat, menimbang dan memperhatikan dengan seksama keputusan akhirnya pergi ke rumah Anis di Jepara namun yang jadi kendala motornya kurang untuk itu saatnya berburu mangsa untuk diajak serta. Kali ini Anis beraksi untuk merayu Dodik untuk ikut, Modus tu biar bisa dekat-dekat dengan gebetan.

Agak lama mencari, dapatlah sukamrelawan yang bersedia untuk ikut melakukan perjalanan jauh, Aku-Ina, Anam-Anis, Adi-wisnu, Citra-Tria, Dodik-Epa. Karna kurang terorganisir kita terbagi menjadi 2 kelompok yang melewati jalan berbeda pula (aku, Anam) melewati Terboyo sedangkan (Citra, Dodik, Adi) lewat Genuk dan kita ketemu di kota Demak. Ternyata di jalan Tria sempat mampir ke toko roti untuk membeli kue ulang tahun untuk Anis. Capek karena jalan macet apalagi selama di perjalanan lawan-lawannya truk dan bus maklum saja jalan yang aku pilih adalah jalan antar kota.

Asik seh, di perjalanan ketika agak sepi bisa kenceng bahkan kami juga sempat salip-salipan. Istirahat sejenak di warung untuk membeli air mineral dan roti secuil-secuil lumayan bisa mengganjal perut maklum ya kan anak kos jadi mesti ngirit (ini ngirit atau pelit bila roti satu dibagi-bagi tu ), untuk mengendorkan otot pinggang yang kaku sebelum melanjutkan perjalanan, ini baru separo perjalanan jadi mesti menghimpun tenaga ya.

Perjalanan belum berakhir, setelah cukup istirahat kita punlanjutkan perjalanan kembali, beriring-iringan. Perjalanan yang menyenangkan, sepanjang jalan aku melihat hamparan sawah yang cukup luas, hal yang tak aku temukan di kota namun di tengah perjalanan Citra hampir saja mengalami kecelakaan, demi menghindari motor yang menyeberang tanpa lihat-lihat membuat Citra terpeleset, enggak ada luka seh hanya saja roti yang di bawa Tria berantakan mudah-mudahan saja masih sedikit berbentuk dan anehnya motor yang menyeberang tadi malah masuk sawah mungkin karena kaget dan grogi sehingga bawa motornya gak stabil kali ya. Persisnya bagaimana aku gak begitu mengerti karena posisiku ada di barisan ke dua sedangkan Citra ada di belakang sendiri.

Mampir ke pantai Kartini, karena hari mulai panas dan tempatnya minim pepohonan bisa dibilang hanya mampir menghela napas sebentar lalu melanjutkan perjalanan kembali. Sampai di alun-alun rombongan terpisah, Anam dan Adi yang berada di depan cepet banget ngilangnya enggak tau beloknya sebelah mana sempat juga asal belok namun tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Anam dan Adi untung citra tau daerah sana, cowoknya kan rumahnya juga Jepara dan sudah beberapa kali ke kota ini, katanya kalau dilanjutkan terus akan kembali ke Pantai Kartini lalu kita pun memutuskan untuk balik lagi ke alun-alun dengan harapan diantara mereka menyadari ketidak kemunculan kami dan mencari. Benar saja tak berapa lama Anam menyusul kami ternyata dari alun-alun tak berapa jauh sudah sampai di rumah Anis. Huuuuft….

Suasananya enak, rumahnya adem masih banyak pepohonan dan kebun, halamannya luas. Namun suasana sejuk berlawanan dengan suara dari alat-alat pahat, ya maklum saja ayah Anis pengrajin mebel ada beberapa pegawai yang ikut membantu mengerjakan pesanan-pesanan.
Aku suka rumahnya, benar-benar nyaman dan adem. Setelah sedikit membuat acara kecil-kecilan untuk Anis walaupun dengan kue yang sudah tidak berbentuk namun masih enak untuk dimakan bareng-bareng Citra pamitan pulang duluan karena ada janji dan ini juga sudah diutarakan sebelum berangkat. Para cowok lagi mengagumi pahatan-pahatan dari tukang-tukang yang sudah lihai memainkan alat pahat dan palu untuk membuat ukiran. Di halaman samping yang tanahnya masih luas ditanami beberapa pohon buah saat itu ada beberapa yang matang tanpa sungkan langsung saja para cowok meminta ijin kepada ibunya Anis dan sebelum mendapat jawaban sudah dijawab sendiri oleh mereka, semua buah yang matang enggak ada yeng terlewat deh bahkan sampai-sampai mau menggasak punya tetangga juga kalau enggak di ingatkan Anis.

Suasana riuh khas anak muda, di sela-sela keriuhan itu Adi mengutarakan isi hatinya kepada Tria, kita semua menjadi saksi drama penembakan ini, bagai realiti show Adi menembak di hadapan kita semua dan kami yang menonton juga tak kalah heboh memberi support untuk Adi “terima…terima…terimaaa…..”, namun alangkah disayangkan cinta Adi tak terbalas. Tria menolaknya, Adi langsung lesu dan pestanyapun bubar, kembali kepada kesibukan masing-masing bersikap wajar seolah-olah tak ada kejadian ini untuk menjaga perasaan Adi yang remuk redam. Alangkah so swiit bila penembakan ini berhasil pastinya kota ini dan rumah ini akan menjadi tempat bersejarah buat mereka. Beberapa diantara kami sesekali menghibur Adi yang terlihat sangat terguncang jiwanya, mendadak menjadi penyendiri dan pendiam, aku juga sempat berbicara dengannya namun hanya dikacangi (Kasihan deh gue).

Ketika ditanya mengapa Tria menolak Adi padahal setauku dia ingin punya pacar jadi ketika malam minggu ada yang mengajaknya jalan-jalan, tidak hanya diam di kamar atau hanya memandang iri kakak-kakaknya malam mingguan dengan pacarnya, ternyata penolakan itu dikarenakan gengsi yang gede selain sifat Adi yang menurutnya over kelewat lebay dengan gaya soknya itu. OK, alasan di terima, tenang saja aku paham kok dengan alasan ini. Sepertinya membiarkan Adi sendiri mungkin menjadi hal yang terbaik untuk saat ini, para cowok masih asik memperhatikan para tukang yang bekerja sedangkan kita para cewek punya agenda tersendiri.

Hari sudah mulai beranjak sore, sebelum pulang aku, Ina dan Tria diantar Anis mampir ke rumah Ropik tetangga Anis yang juga kuliah di tempat yang sama dengan kami tapi angkatan di atasku untuk membeli jenang. Di pekarangan rumah terlihat beberapa ibu-ibu yang sedang membuat jenang di wajan besar dengan api yang cukup besar pula. Sungguh tanggguh, padahal mengaduk bahan hingga menjadi jenang itu berat dan butuh tenaga yang kuat. Wiiih ngiler melihat jenang yang sudah jadi di tempatkan di nampan-nampan berjajar sangat banyak, Aku dan Ina membeli jenang tanpa tanggung-tanggung per orang 1kg, ini juga gara-gara bujuk rayu si ibu Ropik, apalagi jenangnya enak rasanya mantep deh harganya murah pula. Aku pernah mencoba ketika Anis membawa ke kampus makanya itu aku tau dan ingin beli apalagi jenangnya baru matang lebih kenyal dan enak. Tak terkecuali Tria juga beli tapi tak sebanyak aku dan Ina.

Setelah berpamitan karena hari sudah mulai sore takutnya kemalaman sampai di rumah, kami pun pulang tapi Anis tidak ikut balik jadi motor tetap pas, ini sudah di perhitungkan sejak awal sebenarnya. Oh ya yang cowok tidak beli jenang tapi ngerampok ukiran kayu yang sudah jadi dan beberapa potong kayu jati kecil, katanya mau di buat oleh-oleh. Entah buat apa-an. Kita beriring-iringan, aku-Ina (enggak bisa lepas dimana ada aku disitu ada ina begitu pun sebaliknya hingga sering kalau salah satu diantara kita ga ada pasti bakal ditanyain), Anam-Tria, Wisnu-Dosik, Adi-Epa.

Perjalanan pulang dipacu kencang, gila-gilaan di jalan. Wisnu dan anam berada di depan di susul Adi baru aku. Karena terkena lampu merah dan beberapa mobil yang susah di salip kita pun terpisah lagi (aku dan Adi) sedangkan (Anam dan Wisnu) sudah melaju di depan. Tak apalah masih ada Adi, aku hanya ngikut di belakangnya karena aku sama sekali enggak tau jalan, namun mungkin efek dari insiden tadi masih terasa hingga membuat otak masih blank yang mengakibatkan kita nyasar entah di desa mana gak tau bahkan sempat kita melewati jalan yang sama, berputar-putar di sekitaran desa itu saja. Nyerah memang nyasar lalu kita pun memutuskan untuk bertanya jalan menuju kota kepada penduduk yang lewat, ini juga awalnya Adi menolak merasa tau jalan dan bisa bebas menuju jalan raya lagi tapi karena masih muter di tempat sama kesal juga melihat Adi yang sok-sok an sedangkan hari sudah mulai sore nanti kalau kemalaman di jalan kan repot akhirnya Adi pun mau untuk menerima saran kami untuk bertanya.

Sepertinya Adi benar-benar blank karena dia sama sekali tidak bisa mengingat penjelasan bapak yang menunjukkan arah menuju kota, selama mencari jalan keluar ya mengandalkan Epa dan adi hanya sebagai pemegang kemudi. Setelah sampai di jalan raya laju kendaraan Adi tak begitu cepat dan dia juga menyempatkan mampir membeli bensin di pom bensin, karena bensinku masih banyak aku jalan pelan-pelan sambil menunggunya,namun karena Adi selama perjalanan jalan pelan membuatku gak sabar takut sampai rumah malam dan menghadapi ceramah dari bapak untuk itu aku meminta persetujuan Ina untuk menambah kecepatan toh aku sudah tau jalan dan Adi juga mempersilahkan.

Motor aku geber, berat juga bawa motos dengan jenang di tas punggung. Perjalanan panjang bikin pantat pedas hingga beberapa kali aku berdiri untuk membersilahkan angin lewat, Ina yang di belakang hanya diam dan tak bergerak karena kalau yang bonceng banyak gerak setang bakal oleng, hehehhe… karena kasihan dan tanganku juga mulai sedikit pegal motor aku pinggirin untuk berhenti sejenak sambil melihat sawah dan anak-anak yang bermain bola di tanah lapang. Tasku rasanya berat banget, iya lah ada jenang 1 kg gimana enggak berat itu juga tadinya mau tambah lebih tapi mengingat beratnya makanya aku urungkan.

Selama perjalanan kita berdua selalu bercanda, selalu deh begitu naik motor sama Ina tidak pernah namanya sepi obrolan ada saja yang menjadi topic pembicaraan. Akhirnya sampai juga di Semarang, karena hari sudah mulai sore menjelang malam aku tak mengantarkan Ina hingga didekat rumah seperti biasanya, hanya sampai di tempat pemberhentian angkot saja, Ina juga langsung mendapat angkot sehingga aku tak perlu menungguinya lama. Untung saja sampai di rumah bapak belum pulang jadi masih aman, kalau ibu seh enggak ada masalah.

Keesokan harinya di kampus sikap Adi jadi berubah, menjadi lebih pendiam dan penyendiri namun gitu sesekali aku masih melihat dia melihat ke arah Tria beberapa saat. Kasihan juga lihatnya tapi bagaimana lagi cinta tak bisa dipaksakan mending di utarakan dari pada hanya di pendam walaupun resiko di tolah namun seenggaknya hati sudah sedikit plong karena cinta diam-diam itu sungguh tidak mengenakkan.

Setelah kejadian itu Adi sekaramg terlihat semakin perlente dan suka tebar pesona dengan cewek-cewek yang lain, bahkan sempat dekat dengan cewek namun ketika aku konfirmasi apakah ia jadian jawabnya enggak dekat dengan cewek-cewek hanya untuk emmbuat Tria cemburu. Ya gimana bisa secara Tria simpatinya sama Andi, mau di panas-panasi seperti apa pun kagak ngaruh.... eh sempat juga deng Tria merasa cemburu dan sesekali menyesal kenapa enggak menerima Adi, namun itu dikarenakan karena Tria ingin ketika malam minggu tiba ada yang ngapeli dan mengajaknya pergi itu saja.