11/20/2014

Dilema Dikala Hujan

Sepertinya insom mulai datang lagi seperti halnya malam ini, sudah pukul 00:29 namun mata masih tak mau diajak kompromi.

Angin berhembus hingga tirai jendelapun mengibas-ngibas menimbulkan suara 'sepertinya mau hujan' beberapa kali terlihat dari celah-celah jendela kilatan petir dan disusul dengan suaranya yang menggelegar menghentakkan hingga mimpi-mimpi indah sebagian orang yang sudah terlelap berantakan. Ada rasa takut dalam diriku mendengar suara kilat dan petir yang keras. Aku ga suka suara keras, itu membuatku deg-degan.
Tak menunggu lama hujanpun turun, bagai menumpahkan segala lara yang terpendam berjuta tetesan air membasahi bumi yang dahaga. Suara hujan kali ini tak dapat menyejukkan hatiku. Banyaj pertanyaan yang bersliweran di kepala yang sebenarnya menuju pada satu permasalahan yang sama yaitu KAMU.

Seperti beberapa hari terakhir ini, malam inipun aku bertanya-tanya apa sebenarnya kesalahanku padamu...?! Apa tak boleh aku memilihmu.... Karena juga bukan mauku untuk jatuh hati padamu. Aku bisa apa semakin mencari tahu namun tetap tak kutemukan jawabnya.

Apakah aku tak layak bahagia...? Apakah aku juga tak pantas dicinta...? Mungkin hanya pertanyaan yang kedua yang aku bisa jawab dengan lantang 'YA' tapi mengapa...
Sudahlah yang tau jawabnya hanya sang pencipta yang memang sudah membuat jalan yang aku lalui seperti ini. Namun kalau memang begini mengapa aku susah melepaskan diri dari bayangmu....

Semakin aku berusaha lepas dengan mengerahkan seluruh tenaga, semakin kuat rasa ini membelengguku. Lalu mengapa juga Tuhan seakan tang mengijinkanku untuk berjumpa dengan pahlawanku. Tak adakah kesempatan buatku untuk memilih pintu yang lain, apakah aku harus menjaga dan menetap disini.

Terkadang aku merasa iri dengan beberapa teman yang dengan mudahnya bisa memilih rumah, menentukan penghuninya juga dan dengan mudahnya puka membuat peta perjalanan untuk menuju ke rumah. Bukan maksud untuk banding ataupun protes, namun apakah sebenarnya rencana indah yang telah Tuhan buat dari ini semua... Nyaliku kini ciut lebih memilih pasrah bongkok-an.

Bolehkah aku memiliki sebuah kunci untuk mengankan rumah yang akan mengajariku dan menuntun dalam jalan menuju RahmatMu. Aku meyakini bahwa rencana Tuhan adalah yang paling indah, namun aku tak yakin apakah jalanku ini benar adanya.

Yaaah, malam milai beranjak pagi. Mendengarkan suara rintik hujan yang berirama sendu di kamar ini , hanya bisa menatap, berbicara dan memainkan jari di dinding kamar yang senantiasa membisu. Berbicara dengan diri sendiri yang belum bisa mengerti apa sebenarnya yang terjadi. Mata ini telah dibutakan oleh awan hitam otak pun tak mampu berpijak dengan benar dan hati yang menjadi penunjuk arahpun membawa peta yang salah.

Hidup ini pilihan... Lalu mengapa aku berada di jembatan rapuh sedangkan aku tak memilih, aku tak punya pilihan karena angin yang menuntunku kesini. Aku terlena dengan hembusan angin semilir yang menerpa tubuh ini. Angin yang memberiku kenyamanan semu.

Apakah aku tersesat atau aku hanya melewati jalan pintas atau malah memilih jalan memutar, lalu aku harus bagaimana... Tetap diam disini hingga ada pertolongan, atau aku harus beranjak dari tempat ini. Tapi jika jembatan ini tiba-tiba goyah hingga membuatku terjelembab bagaimana...

Aku bukan spiderman yang bisa bergelantungan dimana pun tempat, saat ini aku bagai burung yang tak bersayap, yang tak bisa menjangkau awan dan melukiskan segala keindahan.