Sore hari rasa diri ingin minum kopi, sebenarnya untuk sedikit menahan kantuk yang sudah datang yah walaupun sebenarnya tidak ada efek yang benar-benar meyakinkan karena tau sendirilah ya kalau kandungan kopi saset seperti apa, dimana rasa jagung lebih mendominasi ketimbang kafein itu sendiri. Jangan harap yang murah meriah berasal dari bahan-bahan berkualitas terlebih kualitas nomor wahid.
Oke lah langsungs aja buat kopi 1 saset diseduh dengan air penuh dalam gelas es teh (ala warung) ya tau sendirilah ya kebiasaan kalau aku bikin kopi, yang penting minum kopi itu sudah cukup karena aku sendiri sejatinya bukan penikmat kopi yang baik. Minum kopi hanya untuk sambil lalu ketika ingin dan itupun hanya kopi saset, sejujurnya tidak berani minum kopi murni dengan seduhan yang baik dan benar takut tubuh terutama organ dalam ga bisa terima.
Sebenarnya gelas yang aku gunakan bekas buat teh yang aku minum, untuk mengirit sabun cuci piring makanya memilih menggunakan ulang toh juga aku sendiri yang minum. Tak butuh waktu lama kopi sudah di seduh, tinggal menunggu sedikit panasnya menguap untuk bisa di nikmati. Sambil nunggu sedikit dingin main dengan nduk. Keingat kopi, akhirnya aku ambil-lah kopi di meja belakang dibawa ke depan agar dekat dan bisa main dengan nduk. Tapi alangkah terkejutnya waktu melihat gelas yang ternyata polos.
Ya ternyata gelasnya sudah berubah. Gelas yang biasa aku gunakan ada merk (gelas gratisan dari beli susu) sedangkan sekarang polos. Deeg rasa mulai ga enk. Beneran edian gegara gelas saja bisa bikin pusing sampai galau. Aku coba ingat-ingat lagi gelas yang aku pakai tapi memang beneran ada cap tidak polos karena memang kebiasaan jika gelas yang aku pakai lagi kotor maka akan menggunakan mug kalau ga ya gelas es teh yang ada tulisannya untuk mengukuhkan kepemilikan jadi hampir ga pernah pakai gelas yang lain.
Seketika rasanya ingin buang tu kopi, tapi perasaan ga tega datang. Pamali buang makanan, semuanya harus di syukuri karena itu rejeki. Tapi, untuk meminumnya beneran ga ada selera tenggorokan seketika seperti sudah terportal dengan sempurna. Aku ga tau itu gelas siapa, lalu aku ingat-ingat lagi apakah ada orang bertamu ; ada tapi aku ingat benar jika gelas yang digunakan bukan yang ada pegangannya, apakah gelas bapak sepertinya juga bukan dan tak mungkin juga milik simbok ataupun ade karena mereka ga suka menggunakan gelas kaca lalu gelas siapakah ini secara gelas di meja dalam keadaan terpakai dengan sedikit sisa air teh di dalamnya.
Sempat icip sedikit seper sekian detik tersadar jika ada keanehan di gelasnya seketika itu kopi yang sudah masuk berubah menjadi bongkahan batu yang sulit untuk di telan. Sumpah rasanya langsung ingin membuangnya. Tapi sayang (mungkin efek pelit) saat meminumnya seteguk kopi berasa nyangkut-nyangkut di tenggorokan. Seperti menelan kerikil, ada rasa jijik. Iiih beneran ga tega meminumnya.
Tapi jika dibuang juga pasti ada penyesalan karena sudah menyia-nyiakan makanan. Lantas sebagai alternatif aku gantilah gelas dengan menuangkan kopi ke gelas baru dan jadilah seperti sekarang. Tapi tetap saja perasaan aneh itu datang, di sisi lain ingin minum tapi di sisi lainnya ada perasaan jijik padahal sudah mengalihkan pikiran, berpikir yang baik-baik tapi tetap saja ga ngefek. Gila... gila.... gilaaa.....
Inilah akibat jika dari kecil ditanamkam untuk memiliki barang tanpa menginginkan milik orang lain. Entah kenapa dari kecil paling ga suka untuk berbagi, bukan pelit ataupun egois bukan seperti itu. Hanya saja aku tak ingin apa yang aku nikmati dimakan bersama dengan yang lain, termasuk adik sendiripun tak mau. Kalau biasanya seorang teman akan berbagi makanan maka aku tak mau, jika ada yang meminta aku kasih semua dan jika mau icip terlebih dengan alat makan yang sama maka aku tak akan mau memakannya lagi, dengan senang hati akan aku tawarkan untuk menghabiskannya. Aku ga bisa jika harus berbagi dengan alat makan yang sama dengan siapapun, tapi entah mengapa dengan yongsa tak ada masalah tapi di awal ada seh rasa ga enak tapi ga lama, bahkan tak pernah ada sekelebat pikiran aneh-aneh yang memprofokasi boikot apa yang sudah disentuhnya.
Dan ini....nasip kopi ku bagaimana...., kembali membayangkannya saja tak sanggup apa lagi meminumnya serasa tenggorokan benar-benar tertutup menolak keras untuk seduhan kopi kali ini dan jika memaksakan otak menerima maka seketika perut rasanya seperti di aduk-aduk, mual dan ingin muntah. Ekstrim bener deh ya, terlalu egois yang tak bisa di nego sama sekali. Padahal sudah memikirkan yang indah dan menyenangkan tapi tetap saja tak teralihkan. (27/01/20)
::
Pada akhirnya kopi itupun masih di tempatnya, sama sekali tak menyusut hingga berakhir di tempat cuci piring lengkap dengam isinya.
Oke lah langsungs aja buat kopi 1 saset diseduh dengan air penuh dalam gelas es teh (ala warung) ya tau sendirilah ya kebiasaan kalau aku bikin kopi, yang penting minum kopi itu sudah cukup karena aku sendiri sejatinya bukan penikmat kopi yang baik. Minum kopi hanya untuk sambil lalu ketika ingin dan itupun hanya kopi saset, sejujurnya tidak berani minum kopi murni dengan seduhan yang baik dan benar takut tubuh terutama organ dalam ga bisa terima.
Sebenarnya gelas yang aku gunakan bekas buat teh yang aku minum, untuk mengirit sabun cuci piring makanya memilih menggunakan ulang toh juga aku sendiri yang minum. Tak butuh waktu lama kopi sudah di seduh, tinggal menunggu sedikit panasnya menguap untuk bisa di nikmati. Sambil nunggu sedikit dingin main dengan nduk. Keingat kopi, akhirnya aku ambil-lah kopi di meja belakang dibawa ke depan agar dekat dan bisa main dengan nduk. Tapi alangkah terkejutnya waktu melihat gelas yang ternyata polos.
Ya ternyata gelasnya sudah berubah. Gelas yang biasa aku gunakan ada merk (gelas gratisan dari beli susu) sedangkan sekarang polos. Deeg rasa mulai ga enk. Beneran edian gegara gelas saja bisa bikin pusing sampai galau. Aku coba ingat-ingat lagi gelas yang aku pakai tapi memang beneran ada cap tidak polos karena memang kebiasaan jika gelas yang aku pakai lagi kotor maka akan menggunakan mug kalau ga ya gelas es teh yang ada tulisannya untuk mengukuhkan kepemilikan jadi hampir ga pernah pakai gelas yang lain.
Seketika rasanya ingin buang tu kopi, tapi perasaan ga tega datang. Pamali buang makanan, semuanya harus di syukuri karena itu rejeki. Tapi, untuk meminumnya beneran ga ada selera tenggorokan seketika seperti sudah terportal dengan sempurna. Aku ga tau itu gelas siapa, lalu aku ingat-ingat lagi apakah ada orang bertamu ; ada tapi aku ingat benar jika gelas yang digunakan bukan yang ada pegangannya, apakah gelas bapak sepertinya juga bukan dan tak mungkin juga milik simbok ataupun ade karena mereka ga suka menggunakan gelas kaca lalu gelas siapakah ini secara gelas di meja dalam keadaan terpakai dengan sedikit sisa air teh di dalamnya.
Sempat icip sedikit seper sekian detik tersadar jika ada keanehan di gelasnya seketika itu kopi yang sudah masuk berubah menjadi bongkahan batu yang sulit untuk di telan. Sumpah rasanya langsung ingin membuangnya. Tapi sayang (mungkin efek pelit) saat meminumnya seteguk kopi berasa nyangkut-nyangkut di tenggorokan. Seperti menelan kerikil, ada rasa jijik. Iiih beneran ga tega meminumnya.
Tapi jika dibuang juga pasti ada penyesalan karena sudah menyia-nyiakan makanan. Lantas sebagai alternatif aku gantilah gelas dengan menuangkan kopi ke gelas baru dan jadilah seperti sekarang. Tapi tetap saja perasaan aneh itu datang, di sisi lain ingin minum tapi di sisi lainnya ada perasaan jijik padahal sudah mengalihkan pikiran, berpikir yang baik-baik tapi tetap saja ga ngefek. Gila... gila.... gilaaa.....
Inilah akibat jika dari kecil ditanamkam untuk memiliki barang tanpa menginginkan milik orang lain. Entah kenapa dari kecil paling ga suka untuk berbagi, bukan pelit ataupun egois bukan seperti itu. Hanya saja aku tak ingin apa yang aku nikmati dimakan bersama dengan yang lain, termasuk adik sendiripun tak mau. Kalau biasanya seorang teman akan berbagi makanan maka aku tak mau, jika ada yang meminta aku kasih semua dan jika mau icip terlebih dengan alat makan yang sama maka aku tak akan mau memakannya lagi, dengan senang hati akan aku tawarkan untuk menghabiskannya. Aku ga bisa jika harus berbagi dengan alat makan yang sama dengan siapapun, tapi entah mengapa dengan yongsa tak ada masalah tapi di awal ada seh rasa ga enak tapi ga lama, bahkan tak pernah ada sekelebat pikiran aneh-aneh yang memprofokasi boikot apa yang sudah disentuhnya.
Dan ini....nasip kopi ku bagaimana...., kembali membayangkannya saja tak sanggup apa lagi meminumnya serasa tenggorokan benar-benar tertutup menolak keras untuk seduhan kopi kali ini dan jika memaksakan otak menerima maka seketika perut rasanya seperti di aduk-aduk, mual dan ingin muntah. Ekstrim bener deh ya, terlalu egois yang tak bisa di nego sama sekali. Padahal sudah memikirkan yang indah dan menyenangkan tapi tetap saja tak teralihkan. (27/01/20)
::
Pada akhirnya kopi itupun masih di tempatnya, sama sekali tak menyusut hingga berakhir di tempat cuci piring lengkap dengam isinya.