Ternyata hingga H plus 1 aku belum dapat menstruasi bulananku. Sepertinya siklus bulananku berganti lagi bulan ini, ya syukur lah setidaknya aku bisa menepati janji kepada suara hati ku.
Sudah menjadi kebiasaan jadwal berkunjung di sore hari, menikmati senja di bangku merah di bawah rindangnya pohon dan semilir angin yang berhembus. Jam 4 sore setelah menyelesaikan pekerjaan rumah aku pun bergegas berangkat. Disana lumayan rame juga ya maklum lah bukan hari kerja mungkin mereka menggunakan momen itu untuk rekreasi bersama keluarga atau orang-orang terdekat. Datang langsung mencari bangku, seperti sudah di sediakan ada bangku kosong di deretan tengah tepat segaris dengan lapangan dimana patung besar bisa terlihat dengan jelas tanpa penghalang kursi yang lainnya.
Aku ga ngerti apa yang harus aku lakukan disini, dari kejauhan hanya memandangi patung besar itu namun semakin dipandang semakin membuat jantungku dag dig dug dengan kencangnya. Aku merasa patung itu menyampaikan sesuatu namun aku yang ga mengerti dan kurang peka dengan segala gerak gerik juga sinyal yang di sampaikan kepadaku melalui hati. Mendengarkan mp3 sambil mencoba untuk membuat coretan tapi ga satupun cerita yang bisa aku tuangkan diantara barisan huruf di keyboard telepon genggamku.
Kupejamkan mata dari dalam hati aku mulai bergumam "apa sebenarnya yang ingin tuan perlihatkan padaku, atau bila tuan mau berinteraksi silahkan saja aku siap menerima apa pun yang ingin diperlihatkan padaku. Tolong tunjukkan apa yang harus aku lakukan di tempat ini, mengapa tuan menarikku, mendorong agar aku datang ke tempat ini" apa sebenarnya yang ingin tuan sampaikan. Namun tak ada suara bahkan keinginanku untuk bertemu beliau yang waktu itu pernah menyapaku beberapa kali pun tak ada.
kosong, hanya duduk diam sambil melihat keramaian orang-orang di tengah lapangan yang beraneka ragam tanpa mempedulikan orang lain yang ada di sekitarnya. Namun tetap saja pandangan selalu mengarah kepada patung besar yang berdiri tegap di pinggir lapangan. Patung itu seakan menatapku tajam "apa sebenarnya yang ingin kau tunjukkan padaku di tempat ini" entah ini gumanan ke berapa yang aku ucapkan dari dalam hati yang tak aku tau jawabnya. Aku masih disana, duduk di bangku merah dengan pandangan masih ke arah patung sambil mendengarkan mp3 dari musik instrumental.
Memandang lekat ke arah patung, ada keinginan untuk mendekat ke patung itu berada namun sedikit takut dan sungkan juga untuk berjalan sendirian kesana mengingat bangku merah penuh orang juga di lapangan yang sarat dengan keanekaragaman tingkah mereka. Mantap, aku putuskan untuk kesana. Berjalan sendiri diantara keriuhan orang-orang disana menuju patung itu berada. Sesampainya di dekat patung aku melihat sebentar dengan jarak yang dekat lalu aku menuju ke arah kanan mencari tempat yang agak sepi dan aku memegang patung itu, ya bukan pas di patungnya karena itu tak mungkin mengingat letaknya yang lebih tibggi dariku sehingga hanya memegang prasasti sebagai pijakan patung tersebut.
Aku memegangnya tangaa kiri dan tiba-tiba rasa deg degan yang dari tadi menyelimutiku berubah dengan getaran di sekujur tubuhku. Rasanya seperti kesetrum, seluruh tulangku seperti menggigil dan tangan kiriku yang menempel ke patung itu tiba-tiba saja bergetar dengan sendirinya. Awalnya pelan tapi lama kelamaan berubah menjadi kencang lalu pelan dan kencang lagi, gerakan yang ga stabil. Apa ini, aku ga merasa menggerakkannya namun mengapa tanganku bisa bergerak sendiri. Aku mencoba dengan tangan kananku namun hal yang sama terjadi tanganku bergetar sendiri dan sama halnya ketika aku meletakkan kedua tanganku disana kedua tanganku bergetar semua dan itu membuat tubuhku sedikit lemas.
Penasaran, apakah sama di sisi yang lain lalu aku bergerak beberapa langkah dan melakukan hal yang sama dan hasilnya masih sama tanganku bergetar, bergeser lagi dan tepat di depan patung itu berdiri, aku rasakan kenapa jariku terasa lebih empuk padahal yang aku pegang itu bahan keras dari batu sempat juga aku meraba-raba memastikan jariku sendiri tapi kekenyalannya biasa tapi ketika aku memegang batu itu bener-bener empuk seperti memegang kulit manusia. Aku memastikan dan aku raba batu itu dengan tangan kanan permukaan batu itu tapi itu memang batu keras tapi mengapa ketika dipegang terasa empuk. Lalu aku melangkah lagi ke sisi yang lain walaupun ga semuanya seh (mengingat prasasti itu berbentuk segi enam).
Ketika berada tepat di samping kanan patung aku meletakkan tangan kiriku disana dan getaran melebihi dari sisi yang lain bahkan tanganku sampai kesemutan dan badanku terasa lemas, capek banget rasanya. Mungkin aku mengira karena terlalu lama terangkat makanya capek terus kesemutan tapi ketika tanganku aku angkat tanpa memegang patung enggak kesemutan dan aku juga baru beberapa menit saja memegangnya itu juga tanganku bukan seperti meraih di tempat tinggi sedangkan jika tangan aku tempelkan lagi ke patung tak berapa lama kesemutan dan getaran itu datang lagi. Dengan tangan kiri masih memegang patung aku juga mendongak melihat ke arah patung itu tepat pas di bagian muka. Yasalam... mata itu seperti hidup, benar-benar hidup melihat ke arahku. Sorot mata yang tajam, berwibawa, tegas, juga meneduhkan. Sangat berkarisma dan ramah, buktinya beliau tersenyum kepadaku. Teduh memandangnya, namun lama kelamaan badanku sangat lemas dan capek. Aku juga ga mau terlihat aneh dimata orang lain dengan tangan yang bergerak (bergetar) mengingat tak jauh dari patung dimana aku berdiri sekarang banyak wisatawan yang lagi asik berfoto.
Lemas dan capek badan ini juga tangan yang kesemutan akhirnya aku pun memutuskan pergi. Berbicara dalam hati untuk pulang mengingat hari sudah mulai gelap, hanya sisa jingga yang menyapa malam untuk menggantikannya. Dari dalam hati seperti mempersilahkan, sebelum beranjak pergi aku sempatkan untuk memandang patung itu sekali lagi. Aku mendongak ke arah patung, masih sama ada keteduhan dan ketegasan namun baik. Beliau seperti memberikan senyum, ramah dan nyaman lah melihatnya senyum yang seperti mempersilahkaa aku pergi untuk beristirahat. Aku pun membalas dengan senyum sambil mengucapkaa terima kasih baru berbalik dan meninggalkan tempat itu. Ada kelegaan di dalam diriku, plong.... aku ga tau juga apa yang membuat hatiku tenang seperti semua beban hilang seketika. Sempat juga melihat ke arah kelenteng yang paling besar disana aku melihat banyak prajurit berjajar dengan senjata lengkap. Ketika meninggalkan patung sesekali aku berhenti dan memegang pagar di kelenteng yang pling besar. Ya banyak prajurit, seperti melihat film yang berkisah tentang kerajaan. Badan lemas dan capek sampai untuk melangkah saja kaki rasanya berat.
Karena masih lemas aku pun kembali duduk di bangku merah dan melihat ke arah, sempat duduk di barisan belakang mengingat ga ada lagi bangku kosong lalu pindah lagi dan pindah sekali lagi setelah penghuni bangku itu pergi, ini karena dari bangku itu tak bisa melihat patung dengan jelas. Aku ingin melihat wajahnya, dan setelah dirasa sudah kuat aku pun pulang. Dan perjalanan hari ini selesai, sampai di rumah badan rasanya capek luar biasa hingga tak terasa ku terlelap dengan begitu cepatnya. (09/08)
★Ell