2/14/2017

Perjalanan Jepara "Makam Ratu Kalinyamat"

Kemaren pagi-pagi Yongsa telepon yang intinya mau balik ke Jogja karena ibu dan adiknya mau ke Jakarta, dan sebelum balik ia ingin menepati janji untuk mengantar aku ke makam Ratu Kalinyamat yang sudah aku pengeni sejak lama namun belum sempat terlaksana. Tanpa pikir panjang langsung aku iyakan dan bergegas bersiap-siap berangkat walaupun hidung sedikit meler tapi it's okeeh lah untuk yang satu ini. Siap-siapnya seh cepat, namun yang lama itu nunggu bapak berangkat kerja, soalnya ga mau aja di tanya-tanya terlebih bisa dipastikan pulangnya bisa duluan bapak ketimbang aku. Menunggu sampai jam setengah 9 baru deh tancap gas menuju ke  Kudus. Tumben juga bapak akhir-akhir ini berangkatnya agak siangan.

Tak seperti sebelumnya waktu perjalanan ke Jepara dimana perjalanan berasa lama, jauh, dan jalan berlubang dimana-mana tapi kali ini jalan berasa indah, ya walaupun ada sedikit trauma juga akibat jatuh sebelumnya karena 'nyasak' jalan yang berlubang. Jalan sepertinya mulus dan berasa cepat (walaupun sebenarnya jalannya masih banyak lubang), jam 10 kurang 7 menit sampai di depan RS (tempat janjian) soalnya abu mau diparkirin di RS dan nantinya perjalanan ke Mantingan Jepara akan menggunakan pink.

Aku tidak tau letak makam Ratu Kalinyamat berada di daerah mana, dan belum sempat tanya eyang google juga, namun aku pernah tanya teman kantor yang diberi arahan patung durian besar belok kiri, mentok sudah sampai. Aku kira Yongsa sudah tau tempatnya, ya pikirku Yongsa tanya lah pada ibuk atau adiknya bahkan bisa saja browsing terlebih dulu sebelum berangkat sambil menunggu perkiraan aku sampai di tempat janjian.

Dan ternyata kita berdua sama-sama ga ngerti, bahkan nama daerahnya saja juga ga pada tau. Hingga di depan sebuah masjid Yongsa meminggirkan pink. Aku yang ditanya ga tau apa-apa lalu aku saranin aja untuk browsing (berselancar pake hp nya Yongsa saja ya yang internetnya lebih cepat dibading hpku yang lemot kaya siput) sebentar sekedar mencari tau lokasinya di daerah mana. Namun tetap saja binging lha sama-sama ga tau jalan. Pokoknya perjalanan kali ini aku pasrah deh dengan Yongsa, dan daripada bingung akhirnya Yongsa bertanya kepada seorang tukang parkir yang lagi duduk di pinggir jalan.

Aku ga tanya apa yang dikatakan bapak tadi soalnya suaranya ga begitu jelas dari tempat aku berdiri, terlebih jalan raya yang rame membuat suara perbincangan mereka sama sekali ga terdengar hanya gerak tangan saja yang ikut memperjelas, aku pikir paling Yongsa paham dengan penjelasan si bapak. Kita lanjutkan lagi perjalanan.

Desa Mantingan, Kecamstan Jepara, Kabupaten Jepara itulah letak makam Ratu Kalinyamat yang menjadi tujuan kita berdua. Dan Yongsa kembali lagi meminggirkan pink, lalu bertanya kepada satpam yang berjaga di pos. Entahlah itu pabrik atau gudang karena bangunannya besar dan rapat. Aku tak ikut Yongsa yang sedang bertanya dengan bapak satpam. Aku berdiri di dekat motor yang diparkir adak jauh dari pos satpam.

Ketika menerangkan pak satpam itu hingga keluar pos dan ketepi jalan menunjukkan arah dengan telunjuknya, hingga pak satpam itu menerangkan dengan gambar dari coretan bolpoin di telapak tangannya. Dirasa sudah mudeng Yongsa balik ke motor dengan sebelumnya mengucapkan terima kadih.
"kata bapaknya tadi dekat, tapi tidak sampai-sampai". Kata Yongsa sambil menstarter motor.
"Lah emang gitu, biasanya kalau orang tua bilang dekat itu masih jauh"
"Mana aku tau yo jalau yang dimaksud dekat itu jauh. Bilangnya bundaran belok kiri tapi sudah jalan jauh belum kelihatan bundarannya"
"Ya gitu, masih berapa kilo gitu ya bilangnya gepet. pokoknya kalau orang tua jauh itu dekat"

Dan perjalabanpun dilanjutkan. Tak lama menemukan lingkaran, ambil arah kiri (lurus) Sampai juga akhirnya di tempat tujuan. Sebenarnya mudah saja perjalanan menuju ke Mantingan, tinggal jalan lurus ke alun-alun kota Jepara, jika sudah ketemu lingkaran ambil arah kiri. Benar saja yang dibilang temanku "cari patung durian" yang ternyata itu ada di seberang alun-alun. Patung durian itu baru aku tau waktu perjalanan pulang yang dikasih tau Yongsa yang awalnya aku pikir mau nunjukin pasar buah dan mau mampir beli sawo, ternyata nunjukin patung durian besar di depan pasar buah, hahahaha.... ternyata setelah sekian lama masih aja kepikiran sawo.

Sampai di pintu gerbang masjid dan kirinya ada pintu gerbang menuju ke makam, tapi sepi banget ga ada satu kendaraan parkit di depan bahkan warung penjual yang ada di depan masjid pun pada tutup semua. Trus ini lewat mana dan parkirnya dimana.... Bingung benarkah tempatnya ini, untuk mengusir kebinginganku aku bertanya kepada Yongsa dan ternyata memang benar ini tempatnya tapi dimana parkirnya... (tanya tanya besar). Lalu Yongsa meminggirkan motor dan bertanya kepada cowok yang duduk di atas motor di dekat sana. Dari penjelasan cowok itu memang benar ini tempatnya dan tempat parkirnya ada di pelataran masjid, untuk kesana lewat gang kecil yang ada di samping warung (gang ya bukan jalan setapak).

Kebingingan masih berlanjut, setelah mendapatka tanda parkir mau parkir dimana sementara di halaman masjid berdiri tenda dan ada sebuah mobil truk yang masih menurunkan kursi.
"Sepertinya mau ada acara... eh ini mau ada acara atau sudah selesai..."
Yongsa memarkirkan motor di bawah tenda ngikut beberapa motor yang sudah terparkir sebelum kita datang. Aku masih bingung, makamnya disebelah mana, dan ini lalu kemana...., terlebih aku juga kebelet pipis sejak di jalan tadi. Aku masih mencopoti perlengkapan (jaket, sarung tangan dan masker) Yongsa sudah pergi aja berbincang dengan salah satu bapak yang sibuk mengurus tenda. Biasa mencari info ada apa gerangan tentang tenda yang dipasang di depan masjid. Dan menurut informasi yang Yongsa dapat ternyata nanti malam adalah Khol.
"Nginep sink yok"
"Heeeem..., ga mau. nanti dicariin bapak"
Kalau aku pribadi mau yo, tapi kan tau sendiri bagaimana disiplinnya bapak. Jadi untuk saat ini belum bisa.

Jam masih menunjukkan pukul setengah 12, dan waktu adzan masih lama. Sedari awal liat jalan setapak kecil yang ada di kiri masjid pengen rasanya kesana yang ternyata itu arah ke makam. Menurut info dari Yongsa saat bertanya kepada bapak yang menurunkan kursi, jalan setapak itu arah menuju makam. Sempat juga ditanya tujuannya kesini mau apa, jika mau ziarah langsung saja masuk kedalam tapi bila ada permintaan khusus dalam artian pengen sesuatu bilang/lapor pada yang jaga. Sambil menunjuk ke arah bangunan kecil yang ada di kanan masjid.

Kebelet pipis..... akhirnya kita ke toilet dulu dan aku masih bingung toiletnya arahnya kemana tapi Yongsa yang tenang mengajak ke sebelah kanan masjid, ya ngikut saja soalnya tadi ada dua orang cewek yang masuk dibelakang pink menujunya kesana. Horeeee.. bener, ternyata toiletnya disana (kanan masjid) sekalian saja wudhu tinggal nunggu waktu adzan yang sebenarnya masih agak lama.

Bagian masjid disekat menjadi 3 bagian, sebelah kanan ruangan agak kecil, entah itu buat apa sedangkan disebelah kanan baru tempat untuk sholat perempuan. Di teras sebelah kanan ada bedug sebagai penanda waktu sholat halaman yang luas dan bangunan kecil yang sepertinya untuk pengurus disampingnya ada aula kecil waktu itu digunakan untuk berkumpul anak sekolah yang melakukan kunjungan kesana. Sementara di sebelah kiri ada gapura seperti gerbang masuk ke candi yang kebetulan juga sebagai pintu masuk ke masjid. sementara di samping kiri sudah area makam.

Selesai sholat baru kami masuk ke makam. Melewati jalan setapak yang ada di samping masjid. Jalan setapak yang rapi dan agak berkelok, di kanan-kiri berjajar makam dengan rindangnya pepohonan. Tapi kenapa disana banyak bener pohon pace (mengkudu) ya....???
Aku merasakan hal yang berbeda, antara di area masjid dan di area makam (ya tentu saja berbeda) seperti dua kutup yang berbeda dimana saat masuk ke area makam aku merasakan ketenangan, damai, seperti jauh dari bisingnya aktifitas. seperti ada pagar yang mengelilingi kedamaian area makam dari hirupikuk kehidupan.

Sampai kita menemukan gapura yang di depannya ada kotak amal. Apakah didalam itu makam beliau...., tak ada papan petunjuk yang menerangkan, hanya ada papan penunjuk ke Sunan Jepara itupun disamping kanannya. Ada sepasang sendal disana tapi kami masih ragu untuk masuk, apakah ini tempatnya atau bukan sampai datang seorang pria yang memakai sarung yang masuk ke dalam, dari gerak-geriknya sepertinya ia sudah pernah kesini karena gerakannya seperti sudah menguasai medan).

Kami masuk melewati gerbang yang dikanam kirinya terdapat makam. Namun disisi kanan ada makam besar yang di atasnya dipasang tenda, entah makam siapa karena pas aku lihat tidak menemukan goresan nama yang diukir disana. Setelah melewati satu gerbang lagi barulah sampai ke sebuah bangunan. Ada dua pintu dan di dalamnya berjajar 4 makam yang ditutup kain hijau da dilingkari dengan kain hijau juga, namun kami tak tau beliau yang disana itu sispa saja.

Bingung mau menghadap kemana dan yang mana....
Ada seorang pria yang lagi melantinkan doa di makam yang paling besar yang aku yakini itu adalah makam Sultan Hadlirin. Tidak ada ukir nama di nisan beliau hanya pahatan kayu yang sedikit terlihat di 'patok' yang semuanya terbungkus kain putih. Diantara ke empat makam feelingku yang paling ujung sebelah kiri. dan menghadap ke sana, aduh gimana ya cara ngomongnya..., menghadap ke 4 makam itulah. Berarti arahnya kemana tu... (maklum ga ngerti arah).

Yongsa juga belum pasti, lalu kami menepi ke kanan. Duduk di tepi dekat pengeras suara, melihat ke arah makam sambil berpikir.
"Bapaknya tadi bilang nanti malam Khol, pergantian kelambu tapi itu kain penutupnya putih banget. Jika sudah setahun ga mungkin donk seputih itu, seperti baru diganti"
"Hu um. Itu baru sepertinya"
"Kalau Khol nya nanti malam kan seharusnya gantinya juga nanti malam, tapi kenapa ini sudah diganti"
Ga tau harus jawan apa karena ga paham yang seperti itu yo.

Belum nemu beliaunya itu siapa saja... Daripada bingung browsing, siapa tau ada yang menuliskan makam siapa saja yang ada disini, beberapa kali buka blog tapi ga ada satupun yang menerangkan ke 4 makam beliau siapa saja (maksudnya urut dan runtut). Yang pasti pojok kiri sendiri feelingku.

Kita browsing sambil menerka-nerka. Kalau fellingku makam yang paling besar milik Sultan Hadlirin, samping kiri Ratu Kalinyamat dan samping kanan Sultan Hadlirin milik anak angkatnya.
"Terus yang kecil siapa yo..."
"Enggak tau, kayanya anak angkat belaiu hanya satu".
Masih dengan kebingungan, walau sudah browsing. Tumben juga tidak ada juru kunci, kalau balik ke masjid juga agak jauh. Aduuuh..., bapak ini juga ga selesai-selesai seh ya, mau tanya barang kali si bapaknya ini tau.

Beberapa kali melihat namun si bapak masih khusuk dengan lantunan doa untuk Sultan Hadlirin. Dan ketika si bapak beranjak pergi langsung saja "Yo kalau tanya sama bapaknya itu gimana..." dan Yongsa gesit langsung mengejar si bapak dan bertanya, sementara aku mengekor Yongsa di belakang dan mendengatkan penjelasan si bapak. Ternyata si bapak juga ga paham beliaunya itu siapa saja, biasanya yang ziarah kesini ke Sultan Hadlirin sambil menunjuk ke makam yang paling besar. Oh ya, lalu gimana ini....

Sudah sepi hanya tinggal kita berdua saja disini, lalu bagaimana...
Kita masuk, kali ini mengandalkan feeling saja untuk itu kita duduk bersebelahan menghadap ke makam, keyakinanku yang ada di depanku makam Ratu Kalinyamat sampingnya Suaminya Sultan Hadlirin sampingnya ga tau. Awalnya yongsa ada di sebelah kiriku tapi itu kebalik, dan kita bertukar tempat (lah kok bisa begitu ya..., seperti seharusnya emang begitu). Posisi sudah benar, mulai untuk berdoa.

Di teras aku melihat papan yang menunjukkan silsilah Ratu Kalinyamat yang masih keturunan Brawijaya V. Di luar gapura menuju makam, di pinggir jalan buat peziarah aku melihat ada jaladwara yang tertutup lumut akibat hujan terus mungkin ya, patung yang identik ada di area candi. Ya begini ini jika pergi tanpa mencari tau dulu yang ada disana dari silsilah sampai apa saja yang bisa diceritakan, kita cuma tau silsilah tapi belum tau apa saja yang ada disana dan searah pastinya seperti apa tempat itu. Karena kebanyakan blog yang aku baca menceritakan silsilah dan perjuangan Ratu Kalinyamat bukan pada tempatnya. udah gitu tidak menemui juru kuncinya untuk menerangkan sejarahnya. Tapi kemaren itu pada sibuk semua deh sepertinya.

Di luar aku melihat ke arah anak panah yang menunjukkan makam Sunan Jepara yang bernama Raden Abdul Djalil. Yongsa enggan ke sana tapi aku ingin, pikirku sekalian saja mumpung ada disini walaupun aku sama sekali tidak tau beliau siapa (maaf eyang) yang jadi patokanku saat itu Sunan Jepara dan itu artinya beliau juga salah satu orang penting dan berjasa. Sungguh baiknya Yongsa yang mau mengantarku ke makam Sunan Jepara.

Makam sunan Jepara Raden Abdul Djalil tepatnya berada di belakang makam Sultan Hadlirin, melalui jalan kecil yang disebelah kanan makam dan sebelah kirinya sepertinya makam warga sekitar yang diberi batas dinding setinggi dada, ada papan penunjuk arah untuk menuju makam Raden Djalil.

Sampai di depan pintu ada perasaan takut masuk, sesaat hanya berdiri melihat ke dalam. Berbalik arah, namun karena Yongsa masuk akhirnya aku ikutan masuk juga. Makam beliau di tutup dengan kain warna hijau hingga keseluruhan makam, ada satu pohon yang timbuh disana yang rindang, lumayan bisa menghalau panas saat terik karena makam Raden Abdul Djalil tidak ada cungkup, tapi kebetulan saat kami kesana cuaca agak sedikit mendung jadi tidak panas. Ruangan makam yang tidak terlalu besar dengan lantai yang masih dari semen dan di sebelah kanan pintu ada tempatnyanjuru kunci (ada atapnya). Bingung lagi mau duduk dimana sementara disekitar makam banyak bunga dan daun yang rontok juga banyak semut takut kedudukan kan kasihan bila kegencet (bukan karena tubuhku bulet ya tapi emang rasa ibaku seketika muncul). Yongsa duduk, aku ikutan duduk aja abaikan lantai kotor. Lalu masing-masing dari kami mulai khusuk berdoa, tak lama kami berada disana pamitan kepada juru kuncinya baru keluar.

Entah apa yang aku rasakan di makam Raden Abdul Djalil, berasa kosong namun kenapa sempat melihat beberapa wajah yang baru buatku, dan beliaunya hanya diam dengan wajah sendu dan murung. Sedikit kepikiran tapi enggak aku pikir berkelanjutan. Jujur aku sama sekali belum pernah browsing tentang beliau.

Kami tidak lama berada di sana, mengingat hujan yang sering datang di sore hari. Iya kalau hujannya bersahabat lha kalau ada angin piye jal.... Yongsa mengajak langsung pulang, bahkan sekedar menghela nafas, sesaat menikmati suasana disanapun tidak. Ya udah kita pulang aja.

Jam 1 lebih kita pulang. Masuk kota kudus kami mencari warung makan, tapi ya itulah kami yang selalu kebingungan saat mau mencari tempat makan. Bukan karena tidak ada namun karena kami yang tak biasa makan di tempat umum, apa lagi yang tempatnya rame bisa celingukan sibuk sendiri ngelihatin orang dan yang ada di sekeliling kita.
* Persinggahan pertama warung ayam krispi, ga jadi makan. Bukan warungnya tutup tapi warungnya masih dalam perbaikan ya mana enak kalau makan tukang-tukang seliweran, belum berisiknya, apa lagi debu. Mungkin warung buka menyediakan orang-orang yang beli tapi dibungkus kali ya.
Mencari warung makan yang menu utama ayam, ini cuma mengantisipasi saja bila masakannya tidak sesuai kan masih bisa merasakan kalau yang dimakan bahannya ayam.
* Banyak warung makan terlewati sudah, entah bagaimana yang dicari Yongsa, aku ngikut aja soalnya jika aku yang disuruh nyari juga kagak bakal bisa. Aku mah apa aja mau yang penting masih bisa dimakan, dimana tempat pun bisa asal bersih, tapi ga pede juga kalau makan di tempat bagus dan ramai.
*Sampai di Kudus kita belum menemukan tempat makan. Mau ke warung tenda, melihat daftar menu dari kejauhan Yongsa bilangnya "masa jam segini nasi goreng", nah bingung kan. Kalau aku seh ga masalah dan kalaupun iya aku ga pesen nasi goreng soalnya disana ada tulisan kulwe tyo juga ada capjay, ada mie rebus juga jadi aman. tapi ga jadi.

Tuhkan bener, kita mah emang kagak bakat kalau disuruh wisata kuliner. Menurut kami makan itu apa saja yang penting tempatnya jangan yang rame terlebih rame pake banget, jangan yang mewah, warung sederhana saja cukup bahkan di warung tendapun tak mengapa yang penting warungnya bersih termasuk tendanya tidak kumal lah. Hingga sampai di RS lagi pun kami belum menemukan warung yang pas. Yongsa mengambil motorku yang di parkir di RS sementara aku menunggu dengan pink di liar.
"Mau cari makan disini apa di Demak, yo". Tanya Yongsa yang kini ada di sampingku setelah mengambil motor.
"Lah memangnya tau tempat makan di Demak...." tanyaku balik
"Kalau cari makan ya disini saja di demak emang kamu tau tempat makannya dimana..."
Seingatku sepanjang jalan Demak juga jarang rumah makan ataupun warung deh
"Disini saja kalau cari makan, daripada berenti lagi. kan nanti tinggal jalan saja".

Setelah muter-muter melewati warung makan akhirnya mata tertuju pada warung yang entah rimana tempatnya soalnya aku juga ngasal ngikut saja di belakang membuntuti motor Yongsa.
"Yo kalau disini saja gimana..."
"Boleh. Itu juga ada ayam kok" melihat menu di sepanduk yang terbentang di depan warung.
"Gapapa disini"
"Ya udah disini juga gapapa".

Kami pun memarkir motor di depan, duduk dan memesan makanan. Ayam geprek dan teh hangat.
Sepertinya warung mak'e, masih baru bila dilihat dari cat dan peralatannya yang masih kinclong dan lengkap.
"Sepertinya kita selalu salah dalam memilih warung".
"Iya. dapatnya warung yang baru".
"Eh tapi setelah kita datang langsung tutup".
"Iya"
Ingat dengan warung bebek dan warung penyet yang pernah kita datengi di daerah Kudus, waktu kita lewat di depan sudah kagak jualan lagi.

Sambil menunggu makanannya datang ngemil cekilan yang ada di meja. Entah apa namanya..., seperti rangginan tapi kecil-kecil. Yongsa menuangkan kecap di atasnya.
"Orang yang suka kecap biasanya ga suka pedes" kataku kepada yongsa.
"Belum tentu. Kamu ga suka kecap juga ga doyan pedes"
"Aku doyang pedes kok. Di rumah diantara semua aku yang paling doyan sambel"
"Itu hanya teori. Kamu sudah terpengaruh teori-teori dari luar".
"Enggak, aku mengamati dari orang-orang sekitar".
Entah kenapa ada sedikit rasa kesal dengan kata-kata yongsa kali ini.
"Kebanyakan orang-orang itu terpengaruh teori-teori dari luar.... (aku sudah ga begitu mengerti yang di ucapkan yongsa, dan otakku pun mulai bergejolak. maka dari itulah aku memilih diam daripada semakin berkepanjangan dan jadi ga karuan)"
Aku meminta sedikit kecap yang yongsa tuangkan ke jajan di tangannya.

Si embaknya lama, udah laper daritadi ga datang-datang.
"Aku kira di atas dini ada tv nya lho yo" di dinding pintu masuk (di atasnya ya).
"Enggak ada kok"
"Biasanya kan di depan sova ada tv, itu disana sova makanya aku kira di atas situ ada tvnya"
"Ga mesti yo"
"Biasanya kan gitu yo. Duduk di sova sambil nonton tv"
"Ini enggak kok"
"Lalu fungsinya apa sova disana itu"
"Ini bukan tv yang di liat tapi buat melihat motor yang seliweran di depan".

Akhirnya setelah sekian lama menunggu datang juga pesanan dan sambalnya pedees, tapi kata yongsa tidak pedes. Aaah emang yongsa doyan pedes makanya biasa aja. Segelas teh hangat sepertinya ga mempan, aku pengen minum air es sebotol gede.
"Yo entar mampir indomart dulu ya mau beli aqua dingin"
"Mau aku pesenin es"
"Bukan es tapi air es"

Setelah terisi saatnya perjalanan pulang. Kali ini perjalananku tidak sendiri ada Yongsa yang menemani, ya walaupun separuh perjalanan kami mengendarai motor masing-masing, aku dengan aku semtara Yongsa dengan pink yang dibilangnya gagah tapi kalau aku bilang seh centil.

Baru masuk demak langit tiba-tiba berubah mulai gelap. Awan gelap terus saja berjalan mengintai, sempat aku merasakan tetes air hujan di kaca helm dan tanganku, ya aku berhatapnya hujan jangan datang dulu sampai aku dirumah. Dan hujan baru turun tanpa ampun saat aku sudah mengantar Yongsa ke penginapan. Hari sudah beranjak petang, apa lagi cuaca tidak memungkinkan untuk Yongsa melanjutkan perjalanan ke Jogja, untuk itulah Yongsa bermalam di kotaku besok pagi baru pulang ke Jogja.

Sekarang aku tau hujan berpihak padaku karena hujan sudah menjadi sahabatku. Bukankah sahabat itu tidak akan melukai temannya sendiri, iya to.. (13/02/17)