6/07/2014

Andai Aku Bisa Bilang Tidak

Tamu

Siang itu lagi asik menonton televisi di kamar kos sendiri sambil menunggu ngantuk, terdengar nada suara telepon genggamku yang khas yang ada di meja tak jauh dari tempat aku duduk. Langsung saja aku sambar untuk menjawab agar orang yang di seberang sana tidak menunggu lama. Terlihat tulisan home yang artinya itu adalah telepon dari rumah.

"Assalamuallaikum...." Sapaku mengawali pembicaraan.
"Waalaikum salam, hallo Ell besok pulang gak" Terdengar suara ibu di seberang yang lagi bicara.
"Memangnya kenapa....?!" Tanyaku yang sedikit penasaran karena tidak biasanya ibu menelepon hanya untuk menanyakan apakah aku weekend pulang ataukah enggak karena biasanya hanya menanyakan jadwal pulangku kepada adik perempuanku.
"Minggu besok pulang saja ya..." Wah tumben-tumbenan ibu menyuruhku pulang.
"Memangnya ada apa bu....."
"Sudah to minggu besok pulang saja, ibu masakin enak-enak"
Haaa...., masak enak-enak, sejak kapan ibu jadi suka memasak, apakah ibu ikut les memasak kilat atau sekedar demo yang sering ada ketika kumpulan.
"Masak apa....., memangnya ada apa seh tumben-tumbenan" Rasa penasaran yang semakin menjadi-jadi dan menebak-nebak masakan apa yang ibu akan buatkan untukku. Tahu campur, Sambal terasi yang super pedas sama ikan asin dibalut daun singkong, spageti, semur daging plus kentang, kepala ikan manyung, trancam gelandir, puding strowberry,.... hmmmm, kira-kira apa ya masakan yang di buat ibu. Dalam otak mulai bermunculan nama-nama makanan yang beberapa hari ini ingin aku makan.

"Pokoknya pulang saja, nanti ibu masakin enak-enak. Pasti suka"
"Lha iya masak apa....."
"Pulang saja dulu nanti juga tau, kejutan"
Weeeh sejak kapan ibu main rahasia-rahasiaan seperti ini, lagian selama ini ibu lebih suka memasak oseng-oseng kacang panjang dan tempe yang jelas-jelas aku enggak suka.
"Iya, memang besok minggu pulang kok"
"Ya sudah, hati-hati disana jaga kesehatan ya"
"Hu um".

Obrolanpun terhenti, tumben-tumbenan ibu telepon dan menyuruh pulang, mau dimasakin pula. Memangnya ibu mau masak apa ya, ibu kan enggak suka berlama-lama di dapur....
Penasaran sampai tak sabar menunggu weekend datang biar cepat-cepat bisa balik ke rumah.

Dan hari yang di tunggu-tunggu pun tiba. Dengan ikut travel keberangkatan pertama, jam 5 pagi dari kota gudeg yang menempuh jarak kurang lebih 3 jam akhirnya sampai juga di rumah, namun sesampai di rumah dan membuka tudung saji tidak menemukan apa-apa hanya semangkuk oseng-oseng buncis dicampur ayam, tempe goreng, bakso goreng dan jajan yang biasa ibu beli di penjual keliling di pagi hari. Mana makanannya masakan ibu yang ada di meja juga alakadarnya menu sehari-hari tidak ada yang istimewa. Dari datang ketika habis ganti baju aku mencari-cari ibu dan ternyata ibu sudah tidak di rumah entah main kemana, dan baru pulang ketika menjelang siang.

Hampir berbarengan dengan suara adzan yang berkumandang dari masjid-masjid, ibu baru datang dan duduk di kursi di belakanku yang sedang duduk di lantai bermain bersanma putra, aku bertanya pada ibu sebenarnya ada apa, tumben-tumbenan menyuruhku pulang.
"Dari mana bu...." Tanyaku ketika melihat ibu duduk
"Dari tempatnya bu Ros" Kebiasaan ibu yang suka banget bermain ke tetangga yang beberapa bulan menjadi anggota baru di kampungku yang memang sebenarnya bukan orang baru sebab kita (keluargaku) sudah mengenalnya sebagai keponakan dari nenek angkatku..
Setelah berputar-putar menghindar dengan obrolan yang jauh dari inti permasalahan akhirnya ibu pun bilang.
"Nanti kamu tau sendiri"
"Tau apa....??!"Tambah bingung. Rasa penasaran pun datang kembali
"Ibu mau kenalkan kamu sama seseorang, orangnya baik sudah bekerja mapan.
"Memang apa pekerjaannya.....?!"
"Kerjanya jual barang antik dia juga punya beberapa kios. Pokoknya josss...." Ibu bercerita dengan antusias.
"Siapa.....?!"
"Tunggu saja nanti juga tau"
"Ibu kenal dari mana...." Aneh juga, mendengar ibu berkata seperti itu.
"Masih sodaranya bu Ros, ini orangnya katanya masih rapat mungkin sore baru sampai"
Sedikit berpikir dengan perkataan ibu, siapa gerangan yang di maksud karena hampir semua sodara bu Ros yang notabennya masih sodara nenek angkatku aku mengenalnya walau pun tidak semuanya tapi seenggaknya aku pernah berkenalan dengan mereka.
"Namanya siapa...."
"Nanti saja lihat sendiri. Pokoknya masa depan terjamin, keluarga terpandang dari pada menunggu orang yang enggak jelas udah gitu keluarganya juga amburadul gak karuan, mendingan ini" Sepertinya ibu sudah benar-benar ilfil setelah mendengar ceritaku tentang teman dekatku beserta keluarganya.

Aku tak meanggapi omongan ibu, namun juga penasaran siapa sosok yang mau dikenalkan denganku. Ibu tau kalau saat ini aku masih punya pacar. Ketika awal-awal jadian aku selalu bercerita kepada ibu tentang dia, dia juga sudah pernah ke rumah berkenalan dengan orangtuaku, namun setelah 3 bulan berjalandan aku bercerita tentang ibunya respon ibu jadi berubah, hanya sekali-sekali saja ibu tanya kabar dan kejelasan hubunganku dengannya. Aku juga cerita impian-impian yang ingin dicapai, tentang masa depan namun sejak 3 bulan berjalan dengannya tepatnya bulan desember aku bilang sama ibu "sekarang jangan tanya-tanya lagi tentang Sandy, titik" Walaupun ibu bertanya alasannya, namun tidak aku jawab kenapanya karena memang saat itu aku lagi marahan sama Sandy lebih tepatnya seh kesel dan kalau aku cerita alasannya takut ibu semakin gak suka dengannya.

Menjelang sore tak ada tanda-tanda akan ada tamu datang. Rasanya penasaran masih menghinggapiku namun di sisi lain perasaan tidak enak mulai menghinggapi. Benar saja waktu menjelang malam kisaran jam 7 malam ada 2 orang, perempuan dengan tubuh sedikit tambun yang aku kenal ialah bu Ros dan seorang laki-laki dengan perawakan tinggi standart ya kalau sama aku tinggian dia dikit lah kulit coklat, pakaian rapi dengan kumis seperti om-om. Sebelum duduk bu Ros sempat menyerahkan oleh-oleh kepada ibu.
"Assalamuallaikum...." Ucapan salam dari bu Ros yang dipersilahkan masuk oleh ibu.
Saat itu bapak dan pak dhe yang lagi main ke rumah sedang asik ngobrol eeh diskusi jadi terhenti. Ibu dan aku yang sedang asik menonton acara televisi di iringi suara adu mulut bapak dengan pak dhe menjadi pemandangan tersendiri yang sepertinya bisa dijadikan ajang untuk memecah konsentrasi. Semua mata tertuju pada dua sosok yang ada di depan pintu
Sepertinya aku pernah melihat laki-laki ini tapi dimana dan siapa ya namanya, yang jelas orang ini tak asing buatku.

Aku memandangnya dengan tajam sambil mengingat-ingat siapa gerangan laki-laki ini, pikiranku mulai mengingat membongkar kenangan yang telah lampau. Walaupun aku tak tau namanya namun aku mulai ingat siapa dia.
"Kenapa Ell, masih ingat gak....."laki-laki itu sepertinya sadar kalau aku memperhatikannya dan mencari tau siapa dia.
Aku langsung mengalihkan pandangan tanpa menjawab pertanyaannya namun masih berpikir siapa dia lupa-lupa ingat. Mereka berdua pun mencari tempat duduk masing-masing.
"Begini pak, kedatangan saya kesini ingin minta ijin untuk mengenalkan botol (nama samaran) keponakan saya dengan anak bapak. Ya sukur-sukur kalau cocok."
Nah lho apa juga maksud dari kata-katanya.....
"Ya silahkan saja, kalau saya terserah anaknya"
"Makanya saya kesini minta ijin sama bapak selaku orang tua, Botol ini rada-rada susah. Sama orang tuanya di suruh bilang wanita mana yang dia mau bakalan langsung di lamarin. Namun dasar anaknya saja yang susah sampai orang tuanya minta tolong kepada saya untuk menasehati. Saya sudah kenalkan dengan beberapa wanita dia tidak mau, lalu saya teringat putri bapak dan saya bilang sama Botol ini yang terakhir, kalau tidak suka terserah saya tidak mau ikut campur dan tidak akan mencari-carikan lagi. Botol ini sepertinya trauma dengan wanita, masalahnya dulu Botol sudah pacaran lama malah di tinggal sama perempuanya. Apa enggak kurang ajar, padahal segala keinginan perempuan itu di turuti.
Hari ini dia kesini kan tidak bilang sama orang tuanya, kalau orang tuanya tau Botol kesini mau ketemu perempuan bisa-bisa malam ini juga tanpa menunggu besok-besok orangtuanya langsung datang kesini untuk melamar".

Aku tidak begitu mengerti ucapannya karena suara kerasnya menjadikan telingaku sedikit berdengung dan malah tidak begitu jelas dengan intonasi kata yang diucapkan. Bapak hanya tersenyum datar mendengar segala penjelasan bu Ros, bapak biasa menyebut dengan nama mbok bariah seperti salah satu tokoh dalam film kartun si unyil yang orangnya rame kalau ngomong tidak bisa berhenti, dengan suara keras dan galak nah sama tidak jauh beda dengan bu Ros, namun aku dan adik perempuanku lebih suka memanggilnya dengan sebutan mak lampir seperti tokoh jahat yang suaranya cempreng kaya kenalpot rusak dalam serial drama "Tutur Tinular".

"Saya terserah anak-anaknya, yang jalanin nantinya juga mereka" Jawab bapak dengan bijak dan memang itulah kata-kata yang selalu di utarakan bila menyangkut dengan pendamping hidup anak-anaknya.
"Iya tapi masa datang langsung ketemu anaknya tanpa permisi sama orang tuanya, kan enggak sopan semestinya mesti minta ijin dulu sama orang tuanya sebelum bertemu anaknya". Suara bu Ros kaya petasan banting, sepertinya memang sudah tidak bisa pelan, sudah dol kali ya volumenya.
"Iya terserah anaknya saja".
"Pikir saya biar mereka saling mengenal dulu nanti masalah cocok enggaknya itu urusan mereka, sukur-sukur kalau cocok bisa langsung cari tanggal yang pas tidak perlu berlama-lama. Begitu pak maksud kedatangan saya kesini."
"Iya bu saya mengerti. Tapi semua terserah anaknya"
"Kalau begitu saya permisi dulu pak, sudah malam tidak enak dilihat tetangga sekalian mau ijin Botol nginep di rumah saya"
"Iya" Jawab bapak singkat
Selama perbincangan hanya bu Ros yang mendominasi sedangkan bapak hanya sekali-kali menjawab itu pun juga tidak panjang, sementara aku, ibu dan pak dhe hanya diam mendengarkan. Sepertinya bapak juga tidak begitu respek dengan bu Ros.

Sebelum mereka pulang sempat menanyakan nomor telepon rumah dan nomor HPku. Karena tak enak sama ibu dan juga mengingat aku kenal dia makanya aku kasih nomorku padanya. Aku tak begitu mempedulikan pembicaraan tadi, karena aku sudah mengenalnya dan aku juga tak ada pikiran apa pun tentang masalah ini, namun dari sinilah awal dari segala keruwetan terjadi.

BERSAMBUNG