5/14/2021

Lintas Masa


Jenuh, bosan, aku rindu pada alamku. Pikiran udah tak tau kemana terlalu keruh hingga sulit dipahami, ingin berteriak tapi tak ada alasan untuk bisa bersuara. Ku rindukan alamku. Mungkin jika itu dulu disaat jemu melanda tanpa pertimbangan langsung saja akan membawa abu entah nanti akan berujung dimana yang penting membuang pengat di sepanjang jalan tapi kalau sekarang rasanya itu tak mungkin. Bukan karena corona melainkan memang aku, aku enggan untuk beranjak.

Sudah beberapa tahun belakangan ini aku seperti membentuk duniaku sendiri, hampir tak ada interaksi dengan orang lain bahkan sudah tak ada komunikasi dengan teman ataupun sodara sama sekali jangankan berbalas pesan melihat acara televisi pun tidak. Tubuhku enggan beranjak, otakku tak mau berkompromi, seperti membuat benteng pertahanan dari luar dan asik dengan duniaku yang sama sekali tak tersentuh oleh orang lain - Maaf bila mengabaikan kalian. Dunia imaji yang tak bisa diterima nalar namun selalu saja meracuniku dengan berbagai cerita yang tak jarang membuat resah dan jangan ditanyakan lagi tentang keruwetan karena otakku yang terlalu liar suka berkelana menyelam diantara pikiran-pikiran yang ditemuinya, yang di inginkannya, dan yang berada di sekitarku, dimanapun otak bisa menjangkau disanalah akan berkontribusi. Seperti spon yang mencuri segala macam emosi orang-orang itu. Sakit, jelas rasanya mau pecah dan aku tak dapat mencegah bahkan memblokir segala macam hasil penyelaman tersebut.

Aku ingin kembali bermanja pada alam, ingin mengadu tentang kesakitan ini dan ingin membuang segala keruwetan isi kepalaku terlalu lelah untuk disimpan tapi ku tak bisa pergi, tak bisa beranjak karena aku bukan lagi yang dulu. Mungkin dulu bermodal bensin penuh pun jadi tapi sekarang ada beberapa hal yang mesti menjadi pertimbangan terutama kaki. Cidera beberapa kali di tempat yang sama itu sangat-sangat mengganggu terlebih ketika saat kambuh alamak rasanya.

Aku rindu alamku. Bagaimana simfoni dari daun yang merdu, bau dari tanaman liar dan tanah basah, gericik air, birunya langit lengkap dengan tarian awan, aaah semua itu serasa memanggil mendekatinya. Entah lah ya, sekarang ini hariku tak lebih dari dalam kotak, bahkan melihat langitku pun hanya di hitung dengan jari. Karena setiap melongok ke jendela, secepat itu otak merespon untuk menempatkan di masa lampau (jendela seperti gerbang pembatas dua masa) oke jujur itu bikin tenang hati, namun juga menambah 'rindu' yang sulit di artikan tentang apa yang pasti seperti ada kisah yang belum selesai. Adakah yang sudi menemaniku.... (14/05/21)