1/01/2016

Senja di Beranda

Aku membayangkan menyajikan segelas kopi panas dan sepotong kue buatanku di sore itu. Menikmati senja berdua di beranda mungil rumah kita. Bercerita tentang perjalanan awan yang membentuk seraut wajah dengan senyum dan segala hal yang sedang dilakukannya. Sederhana, namun menurutku itu adalah hal romantis, berdua denganmu menikmati pergantian sore di kursi panjang dimana sering kita habiskan waktu bersama.

Bersandar di bahumu, mulai lah cerita tentang awan putih yang tersapu angin tak tentu arah seakan menari di langit merona kemerahan sedikit warna kuning, jingga juga ungu. Langit cerah angin yang berhembus perlahan menyapa ranting pepohonan untuk ukut serta menari menghibur semesta. Tak membutuhkan waktu lama kau biarkan kopi berada di cawan untuk menghangatkan tubuhmu.
"Apakah pelukanku masih belum sempurna menghangatkanmu sayang, hingga kau mencari kehangatan lain dari secangkir kopi di meja" rajukku menggodamu.
"Bukan begitu sayang, aku hanya ga sabar untuk menikmati kopi buatanmu yang sudah sedari tadi aku bayangkan, sampai panasnya sedikit membakar lidahku sekarang".

Perlahan kau menggeser tubuhku dan melingkarkan tanganmu untuk memelukku. "Yo, aku sayang kamu" bisikku sambil memandang wajahmu. Dan kau pun membalasnya denga sebuah kecupan di kening sambil mengatakan "aku juga sayang kamu yo" pelukan itu semakin erat aku rasakan seakan tak ingin melepas, tak merelakan ada sedikitpun jeda diantara kita.

Hai yo lihatlah pekarangan yang sudah di penuhi berbagai macam tanaman dari bunga hias, tanaman obat, sayuran, tanaman buah hingga rumput yang tak mau kalah ikut meramaikannya. Sepertinya merindukan belaian jemarimu untuk sedikit merapikan agar lebih terlihat indah dan tumbuhan itu pun juga bisa ikut bersuka cita dengan penampilan barunya. Hmmmm... ini bukan pengharusan sayang, hanya saja sudah menjadi kesepakatan jadi alihkan pandanganmu ke arahku kepada mereka sejenak. Sisihkan waktumu untuk merapikan taman pekarangan rumah ya.

"Apakah kau akan membiarkan jagoanmu ini bekerja sendirian sedangkan kamu hanya duduk manis dan melihat dari kejauhan..." semakin tajam kau menatapku yang masih ada di dalam pelukanmu.
"Itu artinya aku juga harus membantumu merapikan taman, begitukah yo ?!" Tanpa sepatah kata. Aaaah yo, jangan pandang aku seperti itu. "Iya aku bantu" Sambil berlagak kesal pasang tampang utek, seperti meng-iya-kan dengan terpaksa. Dan anehnya bukan mempertanyakan kamu malah tertawa sambil lebih mempererat pelukan kali ini melibgkari tubuhku dengan tanganmu yang kuat tapi menghangatkaanku. Kita habiskan senja dengan peluk dan hangatnya segelas kopi hitam. (01/01/16)