Hari selasa, waktu yang di tunggu pun tiba setelah sebelumnya aku mendapat petunjuk disela sholat yaitu hari selasa kliwon dan ketika melihat ke kalender beberapa hari yang lalu ketika di kantor dan itu jatuh di tanggal 13 oktober, karena memang waktu mendapatkan firasat itu sudah menjelang akhir bulan september sedangkan selasa kliwon seperti yang di maksud sudah lewat, maka dari itu aku mencarinya di bulan selanjutnya yaitu bulan oktober. Entah suatu kebetulan atau memang sudah ada yang merencanakan, karena kata Yongsa 13 tu tanggal yang bagus terlebih hari itu bertepatan dengan malam 1 suro. Dimana buat orang Jawa malam satu suro adalah hari yang sakral, karena di hari itu ada tradisi untuk begadang atau tidak tidur yang dikenal dengan nama lek-lek'an. Tanggal 13 oktober hari selasa kliwon bukankah itu hari dan tanggal yang hebat, bertepatan dengan malam 1 suro. Namun sebelum-sebelumnya aku mendapat anjuran bila ke makam atau ziarahnya sehabis sholat duhur saja. Dan memang mendapatkan saran itu tidak hanya dari satu orang, namun ada 2 orang dan aku sendiri mantapnya juga begitu setelah sholat duhur baru ziarah.
[07:46] Y: Pagi yo
[08:11] A: Met pagi menjelang siang juga
[08:19] Y: Gi apa yo?
[08:44] A: Gi siap". Kamu gi apa
[08:46] Y: Ini gi nunggu bus
[08:48] A: Ni aku jg udah mau brangkat kok. Lanjut tar aja ya
[08:49] Y: Ya
Untuk menghindari panas di perjalan. Tentu saja juga macet maka aku putuskan untuk berangkat pukul 9an saja lagian juga janjian dengan Yongsa langsung di tempat, di masjid Agung Demak. Ya memang aku dengan Yongsa saat ini ada beberapa misi bersama dan ini sepertinya salah satunya tentunya selain ada misi masing-masing.
Di dalam misi sendiri-sendiri ada tugas yang harus di kerjakan dengan cara kerjasama, dan misi bersama itu adalah:
√ Kelenteng Sampo kong, yang disertakan juga pagoda Watu Gong.
√Demak, Ziarah makam Raden Patah yang ada di area sekitar Masjid Agung Demak, kepikiran juga untuk sekalian ke makam Sunan Kalijaga.
√ Mencari gelang untuk kembaran yang katanya belinya di daerah Demak.
√ Menara Kudus
√ Muria
Semua seperti sudah di atur begitu rapinya, bahkan waktunya untuk melaksanakan setiap misi pun sudah di tentukan dengan begitu rapi. Bila bangku merah (Sam Po Kong) udah kami laksanakan minggu kemaren, dan sekarang menginjak ke tahap selanjutnya yaitu Demak.
Perjalanan kali ini tak begitu mulus, namun mungkin saja ada rahasia dibalik rahasia yang saling sambung menyambung seperti halnya hari ini. Senin malam Yongsa telepon, kita ngobrol lama tentang perjalanan hari minggu di bangku merah. Ketidak nyamanan Yongsa mengendarai abu yang baru aku tahu jika Yongsa tidak bisa menggunakan motor bebek, namun kalau metik atau pun motor kopling-an malah bisa. Bahkan menurut pengakuannya baru ini mengendarai motor bebek. Dan karena itulah membuatku berpikir perjalanan hari selasa ini menggunakan motor metik milik adik perempuanku saja, walaupun dengan resiko aku akan merasakan capek dua kali lipat. Karena aku ga begitu menyukai motor metik yang menurutku lebih ribet dan membuat kedua tanganku sakit semua. Deal, perjalanan hari ini menggunakan 'blue'. Semua sudah di persiapkan termasuk jeruk purut dan lulur untuk Yongsa juga sudah masuk tas. Beberes sudah jadi paginya tinggal berangkat.
Hari kerja dan masuk pagi, malam tadi sudah bilang dengan mba tami minta tuker. Namun mba tami sudah tukeran dengan pak aser, jadi hari selasa jadwal ga bener semua. Akhirnya pak aser pagi - aku midle - mba tami malam. Namun pagi aku ngabari untuk ijin ga masuk dengan alasan sakit perut dari semalem, ya memang benar malam itu peritku berasa panas karena sambal yang rasanya pedas di atas rata-rata. Maaf ya teman-teman sudah bohong, karena kalau aku bilang yang sebenarnya ntar malah panjang karena akan banyak pertanyaan yang akan membuat pertanyaan lain bermunculan dan bisa saja malah akan meruntut cerita dari awal jadi untuk amannya begitu saja ya. Lebih simple ga banyak menimbulkam pertanyaan dan ga membutuhkan banyak penjelasan panjang.
Bapak sudah berangkat, sudah sarapan dan semua perlengkapan juga sudah masuk tas, saatnya berangkaaat...
Aneh, yang dari semalam mantap ingin menggunakan mio namun entah kenapa menjadi ragu dan kuputuskan untuk menggunakan motorku sendiri (abu), walaupun ingat jika yongsa tidak mahir namun tetap memilih menggunakan abu dengan alasan yang masuk akal dimana Demak jalannya datar, tidak menanjak jadi tak masalah jika nanti yongsa yang bawa dan kalau jadi sekalian ke muria, dimana jalan disana menanjak maka jika yongsa tidak siap biar aku saja yang bawa abu.
Jam 9 teng berangkat. Aku pamitan dengan ibu, namun tidak dengan bapak takut dilarang dan harus menjelaskan semuanya. Hari sudah mulai panas dan jalan raya sudah padat dengan kendaraan besar (jalan raya Demak menjadi jalan utama ke arah Jawa Timur). Entah karena ini hari malam satu sura, dimana banyak orang melakukan perjalanan ke tempat-tempat ziarah atau memang jam sibuk ga begitu paham karena perjalanan sebelumnya jam-jam segini tidak sepadat sekarang kendaraan pribadi yang melintas. Matahari mulai memperlihatkan kuasanya dengan memberikan cahaya terang yang mulai sedikit hot. Ada beberapa jalan yang masih dalam perbaikan, sepertinya juga habis ada tabrakan antara truk dengan bus yang membuat jalan sedikit terhambat. Ini bukan hanya asal tebak, karena di tengah jalan yang aku lewati banyak terdapat pecahan kaca dan di pinggir jalan ada truk dan bus yang kacanya pecah.
Berjalan santai, di tengah perjalanan ada operasi lalin dan motorku pun di hentikan oleh petugas polisi yang meminta untuk menunjukkan surat-surat. Pikirku ini mungkin karena habis ada aduan kehilangam motor atau operasi rutin dan karena aku sudah memasuki perbatasan.
"Lampunya tidak nyala ya" sambil menunjuk lampu motorku. Aku langsung melihat, tombol lampu lalu menyalakan dan memang tidak nyala. Waaah... paas, padahal biasanya lampu motor tidak pernah mati. Oh ya aku ingat saat sabtu setelah pulang mengantar yongsa ke terminal motor masuk ke dalam rumah bukan ke garasi seperti biasanya, karena setiap jumat-minggu ada beberapa teman adek perempuanku yang nginep di rumah dan mereka membawa motor semua sehingga garasi yang kecil tidak cukup menampung semua motor, makanya motorku dan motor bapak parkir di ruang tengah dan karena masuk rumah itu bapak menyuruh untuk mematikan lampu. Setelah melihat dan mencocokkan plat motor maka polisi yang mencegatku memberikan SIM dan STNK milikku kepada teman yang lagi memberi surat tilang kepada seorang cewek. Aku mulai bingung kenapa surat-suratku tidak diberikan kepadaku malah kepada polisi pencatat. Aku lihat SIMku sudah jadi satu dengan STNK. Pak polisi yang mencatat itu pun beralih padaku setelah urusan dengan pengendara cowek itu.
"Kenapa, ga menyalakan lampu ya...?" Tanya polisi itu. Padahal temannya tadi hanya memberikan surat-suratku tanpa berkata ala-apa. Hmmmm.... apa mereka sudah hafal kesalahan atau pelanggaran yang biasa terjadi ketika mereka sedang operasi. Aku pun meng 'iya' kan dengan tuduhan yang diberikan kepadaku. Lalu petugas itu pun mengisi surat tilang dan menyerahkan yang warna merah kepadaku.
"Ini ngambilnya dimana pak ?" Tanyaku setelah mengamati (membaca) surat tilang yang ada di tanganku yang memang benar-benar ga tahu dengan masalah seperti ini, karena memang baru ini mengalami (amit-amiiit jangan lagi-lagi deh)
"Pengadilan Demak"
"Haaaa... jauh pak" sambil membaca lagi apa yang tertulis disana. Namun yang aku lihat lama adalah tanggal sidang yang tertera tanggal 20 itu artinya seminggu lagi dari sekarang.
"Ga lama, tanggal 20 esok ini kan". Bapaknya sedikit ga nyambung dengan apa yang aku katakan deh sepertinya.
"Bayar sini saja pak...?" Tawarku, ini buka penyuapan ya karena bila ikut sidang berarti akan bolak-balik yang jaraknya lumayan jauh. Itu kan jauh dari rumah, apa lagi sudah masuk daerah orang meskipun kabupaten yang masih ikut kota Semarang.
"Nanti sidang saja banyak temannya. Ini sudah ada 5 orang". Sambil menunjukkan buku tilang yang sudah tersobek 5 lembar.
"Bayar sini saja pak, kan ga tau tempatnya". Aku masih saja memaksa karena memang tidak tau itu berada di mana.
"Pengadilan Demak tau...?"
"Enggak...".
"Samsat...?".
"Enggak..."
"Polres...?"
"Enggak..."
Kali ini dengan gelengan dan entah bagaimana ekspresi mukaku saat itu karena pak polisinya juga kelihatan bingung untuk menjelaskannya padaku dimana letak untuk mengambil STNK ku yang di tahan. Ini karena yang melanggar kesalahan ada di motor makanya STNK yang di tahan sebagai jaminan, jika aku yang melanggar pastinya SIM ku yang di ambil.
"Kalau dari sini kira-kira 2 kilo".
Aku masih berdiri bengong sambil melihat ke arah pak polisi.
"Mana itu..., udah pak bayar sini saja"
"Dari sini lurus saja, kira-kira 3 kilometer sudah sampai. Itu ada di sebelah kanan jalan". menerangkan dengan tangannya untuk jalan saja lurus dari TKP sekarang.
"Jauh bener". Masih dengan wajah lugu.
"Gampang, ini tinggal lurus saja kalau sudah melihat masjid warna hijau, di sebelah kanannya"
"Sebelah kanan ya pak".
"Iya, sebelah kanan. Dekat samsat".
"Iya". Jawabku sambil mengangguk
"Sebelah kanan ya". Pak polisi itu mengembalikan SIM, dan sekali lagi mengingatkan dimana pengadilan untuk sidang pengambilan STNK.
Dan setelahnya aku pun kembali ke motor untuk melanjutkan kembali perjalanan ke masjid Agung Demak. Butuh waktu agak lama untuk sampai kesana, mengingat jarak yang lumayan panjang, ya kurang lebih ada kali kalau 30km untuk sampai tujuan. Selama perjalanan masih memikirkan STNK ku yang di tahan pak polisi. Jalan sambil mencai pengadilan yanv dimaksud pak polisi tadi, dan ternyata jauh juga ya tempatnya.
Selama ini aku hanya lewat saja belum pernah singgah di masjid Agung Demak jadi wajar jika bingung terlebih ketika jalan depan masjid di tutup dan berdiri beberapa tenda lengkap dengan kursi, sepertinya mau ada acara.
Aku memutar untuk bisa sampai di depan masjid. Karena bingung dimana tempat parkirnya, celingukan mencari keberadaan yongsa apakah dia sudah sampai atau belum dan bila sudah sampai menungguku dimana....?!. Aku berbenti di pinggir alun-alun mencari tempat teduh dari bayangan pohon beringin di alun-alum, ya walaupun ga rindang banget tapi lumayan lah bisa menutupi kepala juga sedikit badan abu dari panas yang hot. Celingukan mencari yongsa tapi ga ketemu, di sekitaran alun-alun aku hanya melihat beberapa anak sekolah dan laki-laki yang duduk-duduk di bangku bawah pohon beringin besar, yang sebagian rantingnya melindungiku dari sinar matahari. Aku bbm tapi masih saja ga menemukan tempat yang di maksud, yongsa pun telepon dan menjelaskan keberadaannya. Namun masih saja celingukan mencari ga ketemu tempatnya. Dan ternyata yongsa sudah melihatku, menyuruhku untuk diam disana saja karena dia yang akan datang menghampiri aku. Sekali lagi yongsa yang menemukanku.
Panas, yongsa lama bener ga datang. Dari kejauhan aku melihat cowok yang mengenakan jaket biru berjalan sendirian ke arahku, mungkin itu yongsa batinku karena tidak begitu jelas melihat, ya maklum saja penglihatan sudah memudar dan tidak menggunakan kaca mata untuk membantu menyambung dalam melihat. Ternyata benar pria yang aku lihat dari kejauhan itu yongsa, dan dia dari tadi menunggu di minimarket di seberang alun-alun lurus dari aku menunggu. Melihat ada helm di depan yongsa mengatakan mengapa bawa helm kemaren kan sudah bilang kalau helm aku ada, lah sudah terlanjur juga biarin saja helm tetap nangkring disana.
Kita bingung mau kemana terlebih tempat parkirnya dimana juga ga tau, lalu yongsa bertanya kepada bapak-bapak yang duduk di kursi bawah tenda. Ternyata jika hari-hari biasa parkir ya di depan masjid namun karena hari ini ada acara maka tempat parkir di alihkan di sebelah kiri dekat dengan area pusat pembelian sovenir juga oleh-oleh.
Yongsa ternyata sudah bawa helm, sementara itu aku juga bawa helm yang aku taro di depan. Ya sudah lah terlanjur, gara-gara miskom. Yongsa mengambil alih motor dan mencari tempat parkir mengikuti arahan bapak yang menunjuk ke arah area belanja sofenir, bingung bukan ga dapat tempat parkir tetapi semua tempat panas, ga ketemu parkiran yang adem. setelah muter tempat pengelola parkir ketemulah parkir adem, ya awalnya ikut-ikutan motor yang terparkir disana. Antara takut dan nekat, ya sudah parkir lah disana. Ga tau disana itu tempat parkir atau bukan karena juga ada beberapa motor di sebelah kita. Bila mengikuti petunjuk di sebaliknya tempat ini parkirnya bukan disini. Mungkim yang kita tempati ini adalah parkit staf yang mengelola tempat ini.
Kita ga langsung masuk ke area masjid, di dalam sepertinya juga ada acara sementara kita disarankan bila ingin ziarah untuk masuk setelah sholat dzuhur, lalu ngapain nih masa ya cuma duduk saja bangku kayu dekat motor.
Aku masih kepikiran surat tilang dari pak polisi tadi. Antara ingin cerita tapi juga takut, akhirnya aku cerita juga kepada yongsa.
"Aku kena tilang" Kataku mengawali pembicaraan.
"Kena tilang, kesalahannya apa..?!"
Aku ceritalah dari awal sampai proses terjadinya surat tilang, sampai pak polisi yang mencoba untuk menjelaskan tempat sidangnya. Aku juga ingin telpon bapak untuk cerita jika aku kena tilang agar langsung di urus, tapi disisi lain ada yang menyuruhku untuk tidak bilang, yongsa juga berkata agar di urus sendiri saja tidak perlu bilang bapak. Mengikuti sidang sesuai prosedur saja. meminta pertimbangan yongsa apakah harus bilang kepada bapak atau mengurusnya sendiri. Bahkan yongsa menawarkan untuk menemaniku pada saat sidang. Oke, kali ini aku berjalan sendiri tanpa bantuan bapak belajar menjadi dewasa tanpa tergantung kepada bapak lagi.
Kami berdua lama duduk disana, lalu kami pun berjalan-jalan di sekitar sana menyusuri jalan mencari tempat yang enak buat ngobrol. Kami susuri jalan sebelah kiri pusat oleh-oleh disana ada taman yang dekat dengan bantaran sungai. aku melihat ada beberapa orang yang membersihkan tanaman enceng gondok yang menutupi sungai, dan beberapa orang lagi masih membersihkan tempat di dekat sana.
Tak jauh dari kami duduk ada seorang bapak-bapak tukang parkir yang bertanya kepada kami. Pertanyaan standart yang biasa ditanyakan bila berkunjung di tempat wisata..."masnya dari mana...?!" kami pun ngobrol sebentar tapi yang lebih aktif bertanya yongsa. Sepertinya tempat yang kami datangi adalah tempat parkir yang masih berada di satu area pusat oleh-oleh dan sovenir dimana tempat kami memarkirkan motor.
Kami berdua pun kembali karena ketidak nyamanan tempat ini untuk bersantai, kami melihat-lihat dagangan yang ada di toko-toko yang dijual disana. Kebanyakan disana menjual tasbih, kerudung, buku tentang agama, vcd, poster, kaos tentang walisingo dan beberapa makanan khas. Kami melihat-lihat setiap toko untuk mencari gelang kembaran yang katanya didapat di daerah Demak. Namun diseriap toko yang kami singgahi tidak ada yang memikat kami untuk membeli sampai kami masuk dan melihat-lihat poster dari walisongo disalah satu toko. Aku tidak hanya berdiri di luar melainkan juga masuk kedalam. Berdiri tepat di bawah rentetan poster yang dipajang di dinding. Lama memandang seperti ada keharuan, Gambar yang ada di poster tersebut terlihat nyata dan seolah sedang berkomunikasi denganku. Aku merasakan ada getaran seperti denyut disekujur tubuhku dan perlahan tangan kananku mulai mengepal dengan sangat kuatnya bahkan ketika aku coba untuk membukanyapun tidak bisa. Kekuatan yang besar, untung saja jariku kukunya tidak panjang coba kalau panjang bisa melukai tanganku sendiri karena getaran itu. Lama aku berdiri disana sementara yongsa melihat-lihat barang yang dipajang di luar Setelah aku bisa menguasai dan keadaan netral kembali akupun keluar dan kami pergi dari tempat itu.
Badan rasanya lemas, kita kembali ke parkiran, namun karena kaki lemas rasanya sulit untuk diajak jalan pas ada bangku langsung saja aku duduk dan yongsa mengikutiku duduk di sampingku. Saat duduk itulah ada getaran lagi di tanganku, yongsa begitu sabar menungguiku dan menenangkanku hingga semua benar-benar netral dan badan sudah tidak lemas barulah kita pergi ke tempat motor kita terparkir. Namun karena panas maka aku ajak yongsa untuk masum ke masjid saja, menunggu disana yang adem. Dan kami pun beranjak menuju ke masjid. (13/10/15)
★Ell