8/26/2015

Hari yang Indah


Y : "Oia. Barusan aku bertamu diruangan tempat selingkuhanmu bercorat-coret."
A : "Enk aja selingkuh... Hanya menghibur diri"
Y : "Ndak aku baca semuanya sih, hanya membaca judul ((JUDUL)) saja tanpa lebih dalam menelusuri. Tapi udah ada gambaran. Dan garis besarnya --> risau. *eeh :x
Orang berpaling gitu ko' ndak mau dibilang selingkuh. Huuuuuuuuu.
Ntah kenapa, aku lebih suka ditempat awal."

Mendengar kata-kata itu ada yang sakit dari dalam hatiku. Seperti terdakwa yang harus mengaku bersalah tanpa bisa membela diri. Bukan ingin juga untuk membela diri atau membenarkan apa yang sudah aku lakukan, tapi tanpa daya dan ga ada sedikitpun niat untuk mengelak, mencari aman atau melindungi diriku. Sakit bukan karena tuduhan itu namun karena tanpa sengaja merasakan kekecewaanmu... kamu geram, sedih, kecewa, bahkan merasa gagal. Itulah yang membuat hatiku terluka, karena kamu.

Aku ga selingkuh yo, aku memembuat tempat persinggahan lain agar aku bisa bernafas. Untuk menghilangkan kegerahan dari dalam diriku, aku ga mau mereka tau apa yang aku pikirkan, juga ga ingin mereka melihat dengan iba lalu mengasihaniku. Aku ingin selalu terlihat kuat dihadapan mereka agar mereka juga bisa lebih kuat dari aku itu saja yo yang aku pikirkan saat itu.

ketika pergi sudah kubuat catatan kecil bahwa aku pergi hanya sementara untuk mencari udara segar. Aku juga masih sering kembali kerumah untuk sekedar bersih-bersih bahkan sesekali juga menata ulang yang ada dirumahku, tak benar jika aku melupakan dan kabur dari tempatku. Disana rumahku sebenarnya dan disini hanya persinggahan untuk merapikan segala kenangan yang tertinggal agar bisa kutaruh di dalam kotak pendura dan menumpuknya satu persatu. Terlalu penuh otakku dengan hal-hal yang seharusnya sudah aku buang sejak lama, aku ingin merapikannya memilah dan menaruh yang sudah tidak terpakai di dalam kotak dan meletakkannya ini. Agar suatu saat jika aku, kamu atu kita berdua datang kesana melihat lalu mengambil salah satu kotak-kotak yang tersusun rapi itu dan membongkar isinya untuk mengingat ikut terhanyut dimasa yang sudah terlewatkan. Aku menatanya dengan rapi, setiap kotak sudah kutandai dan meletakkan secara berkelompok.

A : "Ya mungkin itu bentuk kegamangan... Kegoyahan...juga seperti yang kamu bilang ~risau.
Disana banyak kebingungan, kesedihan, kerinduan akan satu pelukan, juga kekosongan
Kalau di tempat awal walaupun tulisannya ga jelas tapi ada keyakinan, ada sesuatu yang harus dikejar"
Bukan bermaksud membela diri hanya ingin meluruskan agar tidak ada kesalah pahaman untuk yang kesekian kalinya. Aku tetap menghargaimu, menjaga perasaanmu agar ga terluka yoo.
Y : "Ndak ada bedanya dengan yang lain, kata galau yang sering kau lontarkan kepadaku, ternyata itu malah melekat dan akrap dikehidupanmu.
*dengan cara apa aku harus mengeluarkanmu dari keluh yg menumbuh*
*tarik napas*
Udah tau ada beberapa kebingunngan dan bla bla bla sampai 1 pelukan, harusnya kau tak berpaling.
Kau mencampakkan nya, bahkan kau membuat bercabang.
Kenapa kau tega? Kau melihat dan merasa, tapi kau membiarkannya, padahal kau ada sesuatu yang dikejar.
Aku tidak bisa menerima, apapun alasannya.
Menghibur diri kek, apa kek, tetep ndak terima."

Yoo harus bagaimana lagi aku harus meyakinkanmu, membacanya tiba-tiba saja pipiku menjadi basah. Aku tak merasakan ada yang menggelayut di kelopak mataku, aku tak merasakan ada yang berkaca-kaca dan tak juga melihat setitik hujan yang jatuh dari sudut mataku tak menemukan mendung di langit-langit mataku namun pipi ini seperti muara dari air sungai yang tak bisa aku hentikan. Berkali-kali kubendung dengan jemariku namun tetap saja tetesan tak bisa berhenti dari peraduannya. Kita kenal ga hanya hitungan hari, bahkan di masa lalupun kita sudah saling kenal tapi apakah itu masih belum cukup untuk bisa mengenalku lebih dalam. "Aku sama dengan yang lain..." benarkah itu yoo... Maaf... :( 

Tarik aku dari duniaku, tunjukkan dimana aku bisa dapatkan setitik cahaya agar ku bisa membedakan antara hayalan dan kenyataan. Aku tersesat dalam labirin, berputar dan terus berjalan namun selalu kembali di tempat semula aku berdiri.

A : "Disaat kebingungan itu hadir, sering aku memanggilmu namun kamu hanya diam... Disaat kau hadir aku ingin banyak cerita tapi kau hanya sesaat datang.
Aku ga setangguh yang kau bayangkan yo. Aku tau kamu kecewa, bahkan mungkin juga terluka"
Y : "Ya, aku merasa. Aku hadir dengan kebisuan bahkan selalu bersamamu, hanya genggaman dan bahu yang aku berikan. Bukan solusi yang kau dapat memang, bukan pula tanpa alasan aku diam.
Banyak alasan, yang ndak bisa aku jabarkan, namun garis besarnya aku ingin melihat kau tangguh, tanpa mengandalkan siapapun orang yang menjadi tempat kau bergantung.
Jelas aku kecewa, karena kau sudah menjadi bagian dariku."
Andai kamu tau yo bagaimana rasanya ketika berbincang namun tak ada tanggapan, ketika bercerita kau hanya diam malah terkadang kau tiba-tiba pergi begitu saja tanpa pesan ataupun berpamitan. Aku seperti terabaikan, sampai kubertanya pada diriku sendiri apa aku ini membosankan, cerita basi yang aku suguhkan padamu, apakah ini hanya hal sepele ga penting yang seharusnya dibuang saja ke tong sampah. Apakah kamu capek karena seringnya ku bersandar, mengadu dengan hal yang ga jelas, bahkan terkadang terbesit keegoisanku karena hanya bisa menyusahkanmu. Itu membuatku sakit namun tetap saja aku mencoba membunuh pikiran itu setidaknya kau sudah memberikan waktumu untukku.

Ingin menyapa namun aku tak siap hanya mendapat tatapanmu saja, ingin meraih pundakmu tapi tak berani kulakukan aku takut kau akan lebih jauh menghindar hingga bayangmu pun tak bisa aku lihat. Tak ada yang bisa aku lakukan, hanya melihatmu dari jauh, hanya menyusuri jejak yang kau tinggalkan, hanya membuka ulang halaman lama yang berisi cerita kita.

Aku merasakan genggamanmu, sampai sekarang kau masih menjagaku namun kau terlalu jauh untuk ku gapai. Ada jarak yang terbuat tanpa kita sadari, aku takut bila nanti tak hanya jarak tapi juga tembok yang tinggi dan kokoh ada diantara kita. Tak sanggup untuk membayangkan bila itu terjadi.

A : "Aku ngaku salah, udah berpaling tapi aku selalu memegang cerminku. Hanya bisa mengingat cerita lalu, membayangkan yang kadang aku sendiri takut untuk melihatnya"
Y : *hug*
pelukan yang tiba-tiba kau berikan apakah itu tandanya kau memaafkanku yo...???
A : "Kalau kamu mau marah silahkan aku terim. Aku tau maksudmu tapi ya gtu lah
*ga ngerti mesti ngomong apa lg* "
Hanya air mata yang sedari tadi mengalir tanpa henti, bahkan tak peduli bila orang lain melihatnya. Aku ga marah, ga merasa tersakiti, tapi mengapa air mata ini tak hentinya mengalir bahkan tak memberikan jeda untukku mengusapnya. Seperti rintik gujan dikala langit terang benerang.
Y : "Aku ndak marah yo. Hanya sedikit kecewa.
*1pelukanuntukmu*
Pelukan..., benarkah ini yo. Kamu ada disini sekarang, aku ga mimpi kan sekarang... saat-saat seperti inilah yang sudah lama aku nantikan. Kehadiranmi, sapamu, cerita-cerita kita berdua juga segala argumen dari permasalahan yang sedang kita bahas untuk mencari benang merah sebagai arti kata 'satu dan kita' 

A : "Disaat malam merasa sendiri, hanya bisa bercerita sama tembok kamar. Disaat takut itu datang ingin sebuah genggaman tangan ketika tidur, aku hanya menemukan gelap. Makasih yo untuk pelukan dan hadirmu. Tau ga dari awal ngomongin ini mata berair terus ga bisa dibendung"
Bahkan ketika menyalin pun masih saja mengalir dengan sendirinya tanpa aku minta maupun bisa aku cegah.

Y : "Karena kamu berfokus sama rasa TAKUT, jadi gelap, bahkan kau ndak merasakan kehadiranku, padahal aku ada, aku lihat jelas.
Dilain posisi aku ndak menjangkau tanganmu. Trimakasih jika kau merasakan kehangatanku."
A : "Iya kau ada tapi kau hanya diam. Aku ga tau kediamanmu karena apa, itu membuatku takut (diammu) "
Aku lebih suka mendengar segala laranganmu daripada harus melihat kau diam. Itu lebih menakutkan bagiku.

Y : "Dan maap aku dengan lantang dan tega menguras deras air mata sampai butiran yang menetes dengan lambat.
Disisi lain aku ingin berontak, maka nya aku sedikit memaparkan ini. Karena aku pun merasakan yang kamu rasa.
Ingin sekali rasanya meminum air yang keluar dari kelopak mata kamu, bukan, bukan karena aku haus, namun tanpa aku jabarkan, aku yakin kamu tau maksudku."
A : "Ya aku merasakan bahwa terkadang kau ga suka dengan apa yang aku lakukan. Kadang hal itu aku sengaja hanya ingin mendengar kau bersuara.
Aku bosan dengan diam... Semua orang diam, mencibir, mereka datang untuk memperalatku lalu pergi"

Ketika mengatakan ini tiba-tiba saja teringat dengan mereka yang dengan sengaja memanfaatkanku. Dari awal aku sudah tau maksud mereka namun masih saja mengulurkan bantuan dan akhirnya aku juga yang terluka. Aku belum bisa mengatakan TIDAK, terlalu lemah

Y : "Berulang aku berkata, lagi dan lagi.
aku ingin melihat kau tangguh, tanpa mengandalkan siapapun orang yang menjadi tempat kau bergantung.
Kamu tidak memasukkan aku kedalam golongan 'mereka' kan?
A : "Kau ada namun diam, datang lalu pergi lagi... Aku ga akan mencegahmu atau melarangmu ketika pergi padahal belum tuntas melepaskan kangen yang sekian lama menumpuk
Enggak... Bahkan ga pernah sekalipun terbersit pikiran seperti itu"
Ketika kau hanya mengawasiku dari jauh. Ada banyak hal yang terjadi dalam hidupku, aku ingin berbagi cerita namun ketika kutengok ke samping tak ku temukan kamu disana. Kecewa... itu jelas saja tapi apa yang bisa aku perbuat sementara aku ga punya siapa-siapa lagi untuk berbagi tak ada yang bisa mengerti pemikiranku.

Y : "Ya, meski hanya selintas kehadiranku, namun aku ada. Bahkan aku mondar-mandir hanya memastikanmu dan dengan sedikit senyum.
Tak lain, Agar kau mengingat ku merasakan keberadaanku dengan diam (padahal aku bersuara) berharap kau ingat dengan beberapa coretanku"
({})
A : "Bagaimana bisa aku mendengar seruanmu bila kau membungkam mulutmu... kamu berdiri dan melihatku dalam kegelapan melihatku dengan ekor matamu, sulitku mencarimu walau sudah mencoba memicingkan mata bahkan punggungmu pun tak tersentuh olehku
Aku mengingat semua... Sering menghadirkanmu dengan membaca ulang, mengingat semua obrolan kita"
Sebagian obrolan kita sudah terbingkai dan tersimpan dengan rapi di rumahku. Dan beberapa kali aku luangkan waktu untuk membacanya.
Y : "Bukan, bukan dari penglihatan mata yang ada dikepala untuk melihatku, bukan pula dari kuping yang ada samping kepala untuk mendengar suaraku.
Sekarang kamu faham? "
A : "Iya... Sering juga merasakan kegelisahanmu. Bahwa kau juga sendiri, tersiksa dalam diam
Tanpa sadar kita menyakiti diri sendiri dengan diam
Selama kau ga ada disini aku banyak belajar dari orang lain, dengan memberikan waktu, meminjamkan telinga bahkan bahu untuk mereka.
Dari sana aku mulai mengabaikan diriku mencoba mengembalikan senyum mereka"

Andai kau tau yo, ketika aku mendengar hal yang ga ingin aku dengar bahkan membayangkannya saja tak berani namun dengan tiba-tiba ada di hadapanku. Tak tau apa yang harus aku lakukan, seakan duniaku runtuh. Aku marah, sedih, bahkan untuk hidup pun sudah tak minat. Mengapa begitu banyak orang jahat kepadaku, aku ga terima tapi untunglah hati kecilku berhasil meredakan emosiku (meskipun aku yakin itu ga mudah). Bahwa semua yang terjadi bukan sepenuhnya kesalahan mereka karena tanpa disadari aku sendiri juga ikut andil hingga semua ini bisa terjadi. Dari kejadian itulah pemikiranku berproses secara perlahan mendewasakanku. Disaat orang-orang terdekatku pun yang seharusnya memberikan kedamaian, bisa membuatku nyaman memberikan pelukan hangatnya malah menambah memberikan kritikan tajam bahkan tak ada yang peduli.

Aku sendirian yo, tak ada siapa pun. Aku berjuang untuk menguatkan hatiku sendiri hingga aku temukan satu pemikiran bahwa aku harus kuat. Masih ada banyak hal yang bisa aku lakukan, aku akan berjuang bukan untuk diriku tapi untuk keluargaku juga untuk mereka (orang-orang yang di sekitarku) yang membutuhkan ya setidaknya hingga saat ini sedikit banyak bisa berbagi dengan mereka dimana orang-orang diluar sana belum tentu terpikir bahkan tergerak untuk melakukannya, itulah yang sedikit membuatku bangga, ya hidupku berguna untuk orang lain. Hal itulah yang perlahan menguatkanku memacu adrenalin untuk kembali mengejar ketertinggalan agar bisa melompat lebih tinggi melampaui batas yang aku bisa, tujuan hidupku berubah bukan hanya untuk masadepanku namun juga masa depan mereka. Meskipun terkadang aku masih terlihat limpung tapi it is oke semua baik-baik. Dan aku kembali kuat bahkan dari yang mereka bayangkan.

Y : "Aku sudah membuka diri untuk kita saling melihat merasa dan berkomunikasi di alam itu, sekarang aku butuh kode, kunci, untuk membuka tabir yang membatas bagai kaca.
Ya, Memang aku bisa melihat merasa dan bersuara, namun itu tidak sampai ke kamu."
A : "Aku terlalu sibuk untuk mereka dan pada akhirnya aku pun sadar bahwa ini seperti tempat persinggahan... Sampai suatu terjadi dan mengubah menjadi seperti sekarang"
Dari sana aku mulai membuka diri, menyambut siapa pun yang datang tanpa kecuali. Lebih peka dengan keadaan sekitar dan yang jelas aku bisa lebih memahami mereka, orang-orang di luar sana yang memiliki berbagai macam keunikan dan itu membuatku lebih mengerti, memahami bahkan merasakan aneka cerita kehidupan.
Y : "Itulah salah 1 keunggulan yang kamu miliki, mampu memberi senyum kepada yang membutukan, siapapun mereka yang mengirim sinyal. Tanpa mempedulikan keadaan yang kau alami."
A : "Kadang harus berteriak yo untuk bisa didengar..."
Y : "Tugas manusia diantaranya itu, memberi senyum tulus" ({})
Perlahan aku mulai merasakan nyaman, merasakan kehangatan genggaman tanganmu yo. Sudah lama aku menantikan saat seperti ini.

A : "Kode, kunci sudah ada... Hanya kamu yang kehilangan peta dan aku yang buta arah itu yang sedikit menghambat"
Y : "Ahh, jangan sama kan {aku kamu (kita)} dengan orang yang tuli, dan bahkan dengan memancing suara lantang agar terdengar dan diperhatikan.
Bagaimana aku bisa kehilangan peta sedang aku berada tepat di keadaanmu?
Bagaimana kamu bisa buta arah sedang kamu berada dijalur yg tepat?
Aku anggap kamu sudah lebih dari 'WAKTU' bahkan kau adalah KOMPAS."
A : "Makasih yo, tapi kamu terlalu menyanjung. Kalau aku tau arah sudah pasti misi kamu udah selesai dari kemaren-kemaren"
Y : "Aku tidak sedang menyanjung, aku juga ga pandai menyanjung bahkan aku tidak tau apa itu arti dari menyanjung?
Aku hanya menyimpulan, bukan berarti aku menilai.
Bukan, bukan kamu tidak tau arah. Mungkin kamu terlalu takut untuk melangkah kan kaki kejalur yg seharusnya.
Padahal jelas arah kompas memberi petunjuk."

A : "Apa pun itu makasih itu sama saja membuat satu pengakuan bahwa aku sudah sedikit melewati batas dari yang aku bisa.
Buktinya beberapa hari kau ikutkan aku dalam pencarian ga mendapatkan hasil... Bahkan titik terang pun enggak"
Y : *hug*
gelitikin aah *ambil kemoceng*

Y : "Disini aku sudah menghabiskan 1 gelas kopi hitam, dan 4 batang rokok yang aku bakar, entah berapa cegukan yang aku telan dan entah berapa hisapan asap yang aku hembuskan kembali.
Ternyata kafein dan nikotin belum bisa menyatu.
Kamu ndak geli apa?"
Aku merasakan jarak itu menghilang, kini kau berada tepat di sampingku. Bahkan aku bisa merasakan kulitmu yang menyentuh lenganku. Dan tangan kita masih saling terkait namun kini jelas terlihat. Kedamaian, rindu yang sejak lama bertumpuk kini seperti memberi ruang untuk kita. Kehangatan dan genggaman untuk saling menjaga.

A : "Kenapa kamu meracuni tubuhmu
Kan aku kabur"

Y : "Yang kulakukan bukan meracuni tubuh, malahan aku sedang mengeluarkan racun yang sebenarnya."
A : "Keluarkan dengan cara membuat sekelilingmu kinclong... Sepertinya itu lebih bermanfaat
Bukankah itu sama saja dengan malas-malasan"
Y : "Kamu tidak bisa kabur dari jangkauanku, tanganku.
Bukan hanya untuk menggenggam tanganmu, mengelus punggungmu, dan mengusap butiran air matamu serta bla bla bla, namun ada kalanya aku gunakannya untuk menggelitikin kamu, bukan jahat, ini adalah tindakan untuk mengeluarkan ekspresi keceriaan, keakraban, kemesraan diantara kita. *tsaaaaaaaaah* ;;)
#ini termasuk gombalan ndak sih?
Andai iya, aku memaafkanmu, karena aku sudah terkesima (lagi) kepadamu, dengan tercetusnya tulisan ini.
Entah bermalas-malasan atau apalah, tapi sepertinya aku aktif. Ndak seperti yang kamu kata"

A : "Makasih yo <3<3
Aktif menghirup kopi dan membuat seni dengan asap rokok"
Y : "Makasih mulu, tapi kembalian nya ndak pernah dikasih.
#bukan menuntut loh, *memerah* xixixii
Hahahaa, aku bukan seniman seperti apa yang kamu gambarkan"
A : "Apakah masih kurang pengembaiannya"

*jleeeeb*

A : "Emang ga ada acara hari ini
Acara ngopi tu jam 7-an ini matahari udah di ubun-ubun malah masih ngopi"
Y : "Ada, ini acara nya sedang dan masih berlangsung"
A : "Apa"
Y : "Ndak ada batasan waktu untuk melakukan ritual ngopi+ udud.
Bukan berarti setiap saat.
Yaa, ada saatnya aku seperti ini, mungkin pandanganmu aku over, perokok dan pecinta kopi berat. Padahal ndak sama sekali. Bisa seminggu tanpa rokok + kopi loh aku.
Acaranya ngglitikin kamu. :p 
Hahahaa.
Kamu ndak merasa kalau kita sedang mengadakan acara.
Yaa, memang diawal ndak ada undangan"

A : "Tapi apa ga bisa 1 cangkir kecil dan 1 batang saja... Sepertinya itu sudah bisa membangunkan syaraf-syaraf yang membeku deh. Ya kita lagi mojok skarang"
Y : "Semoga aku tidak mengganggu aktifitasmu. Bisa tapi ndak tuntas"
A : "Sepertinya ada yang mulai terbawa suasana, mulai kumat manjanya deh *lirik yg disebelah* "
Y : "Hahahaa. Kenapa kamu baru menyadarinya? Duuuh.
Aaah, kamu itu.
;;) <3<3

Hehehehe (25/08/15)



★Ell