1/12/2015

Mencintai dan Dicintai ~ Perkenalan

Awal kenalan waktu itu gara-gara salah tiket kereta. Dari rumah habis lebaran pas balik ke kos di kota pelajar dimana aku sedang menyelesaikan kuliah di kota yang kental dengan budaya Jawa ini. Dari rumah di bawain macam-macam sama ibu ada mie instan, beras, kopi, gula, cemilan, komplit deh. 

Ransel di punggung sambil menenteng kardus berisi sembako yang dibawakan ibu, dengan wajah sedikit kucel dan pakaian hanya mengenakan kaos, celana pendek dan sendal jepit aku mencari tempat duduk yang sesuai dengan yang tercetak di tiket. Mendapati tempat dudukku yang ada di dekat jendela sudah di duduki seorang perempuan yang sebaya denganku, baiklah aku duduk di tempatnya saja meskipun tak senyaman seperti di samping jendela, karena orang-orang yang berseliweran hingga kadang membuatku yang tadinya rencana awal ingin tidur menjadi terganggu selain juga tidak bisa menikmati pemandangan alam di sepanjang jalan kereta ini melaju.

"Permisi mba..." Nampak seorang ibu-ibu setengah baya menghampiri tempat dudukku
"Iya, ada apa bu..."
"Ibu bisa minta tolong untuk bertukar kursi, tempat duduk ibu ada di gerbong sebelah. Biar ibu bisa duduk di samping anak ibu"
"Ooh iya bu silahkan"
"Terima kasih ya mba"
"Iya bu..."

Aku pun berdiri dari tempat duduk yang sudah PW (posisi Wuenak) sebenarnya malu juga dilihati orang-orang, kembali menenteng barang bawaan yang sudah seperti orang pindahan menuju gerbong depan ke kursi tempat duduk ibu yang entah siapa namanya karena belum sempat kenalan dan si ibu tadi juga tidak ada inisiatif untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum meminta tolong. Meskipun dengan sedikit malu dengan bawaan di tangan yang begitu banyak tapi cuek saja terus jalan.

Di kursi yang aku tuju sudah duduk dengan manis seorang pemuda yang usianya aku perkirakan tak beda jauh denganku. Melihatku yang ribet dengan barang-barang bawaan yang ingin aku taruh di bagasi yang ada di atas yang sedikit kesusahan karena kardusnya terlalu besar sehingga susah untuk masuk. Mungkin karena kasihan dan merasa terusik cowok yang tadinya duduk manis itu pun berdiri untuk membantu. Namun memang dasar kardus tidak bisa masuk, akhirnya cowok itu pun menawarkan diri untuk berpindah tempat duduk. Aku yang tadinya mendapat kursi dekat jalan namun dengan rasa iba cowok itu memberikan kursinya yang berada di dekat jendela untukku. Ini agar kardus tang berisi barang jarahan dari rumah aman tidak terkena tendangan orang-orang yang lewat di sampingku.

Seperti ritual sebelum-sebelumnya duduk manis dan memejamkan mata, ini menjadi senjataku agar tidak diajak ngobrol penumpang di sampingku. Namun ketenanganku tiba-tiba terusik dengan senggolan cowok itu untuk memberikan air minum, salah satu servis dari pihak kereta api yang aku naiki. Dari sanalah mulai terjadi percakapan.

Awalnya aku merespon dengan ogah-ogahan namun lama kelamaan aku merasa nyaman juga ngobrol dengannya. Lalu kami pun kenalan, ternyata namanya Prio yang kebetulan saat ini naik kereta dari Surabaya karena kerjaan dengan tujuan yang sama denganku, hanya saja jika aku ke kota gudeg untuk kembali ke kos sedangkan dia kembali ke rumah, menurut penuturannya memang mas Prio asli Yogja dan di Surabaya dalam rangka main ke rumah sodaranya sekalian sedikit urusan kerjaan.

Selama perjalanan cerita-cerita bergulir, bahkan sampai-sampai aku mudah saja bercerita tentang keluarga, dan sodara bahkan sempat juga aku menceritakan kakak sepupu perempuanku yang bekerja di valas dan yang demen banget dengan yang namanya petualangan. Bila dilihat dari kacamata orang normal sedikit susah dinalar juga, aku bisa terbuka dengan laki-laki yang baru dikenal, dia pun sempat juga bercerita tentang pekerjaan dan keluarganya. Ngobrol dengannya enjoy, setiap ucapanku sepertinya ia dengarkan dengan seksama.

Tak terasa dengan kereta sampai di stasiun Lempuyangan waktunya kita untuk berpisah. Namun sebelumnya kita sempat bertukar nomor telepon. Bahkan mas Prio (begitu aku memanggilnya karena usianya yang terpaut lumayan banyak diatasku) sempat menawarkan diri untuk bareng dengannya, tapi aku menolaknya yang saat itu di jemput ayahnya di pintu depan stasiun. Dan kita pun berpisah di stasiun Lempuyangan, ini karena aku juga sudah di jemput cowokku di pintu belakang. Tapi aku tidak bilang jika di jemput cowokku. sejak perkenalan itu kami pun sering berbalas pesan sekedar bertanya kabar atau kesibukan masing-masing.


BERSAMBUNG