6/07/2014

Andai Aku Bisa Bilang Tidak #4

Malam yang Ngeselin

Dari pagi sampai siang, siang berangsur sore Botol kagak pulang-pulang. Betah bener ya padahal yang diceritakan sudah di omongin waktu telepon semalam. Rasanya pengen ngusir, udah gitu sempat-sempatnya minta minum pula. Gak sopan banget kan, jam 4 sore dia pulang namun sebelum pulang Botol sekali lagi mengingatkan bahwa malam ini aku mesti bersiap-siap untuk keluar makan "nanti jam 7 siap ya, antar mas keluar makan". Sok ngatur banget seh, siapa juga yang mau. Sementara bisa bernapas lega, tapi nanti kalau datang lagi bagaimana....? lagi malas keluar. "Aah pura-pura tidur saja lah, biar enggak jadi" Satu ide keluar disaat terdesak dan itu juga sepertinya satu-satunya hal yang bisa aku pikirkan semoga saja berhasil.

Sempat juga berpikir kenapa Botol betah bener di sini ya, lagian dari tadi siang waktu adzan juga tidak beranjak dari duduknya apa dia gak sholat?! Padahal keluarganya yang lain setahuku tidak pernah sekali pun meninggalkan sholat bahkan selesai adzan langsung bergegas menunaikan kewajiban tanpa mengulur-ulur waktu namun kenapa ini dengar suara adzan enggak berpengaruh baginya.

Setelah bersih-bersih rumah yang sudah menjadi rutinitas ketika ada di rumah, mandi lalu makan edan buru-buru merebahkan diri dan pura-pura tidur. Capek juga enggak ngantuk tapi pura-pura tidur. Jam perjanjian pun tiba, benar saja Botol sudah datang dan alangkah terkejutnya saat ibu membangunkanku padahal ibu selama ini tidak pernah membangunkanku saat sudah tidur. Terpaksa bangun dan menemui dia untuk ngobrol-ngobrol.
"Ayo keluar cari makan"
"Enggak aah udah kenyang"
"Tapi mas belum maem, ayo to cepat. Sana ganti antar mas cari maem nanti sekalian mampir ke toko kosmetik. Yaaa..., pakai motor bu Ros saja mas ambil motor dulu"
Botol pun segera beranjak dari tempat duduknya dan berlalu dari ruumahku.
Sekali lagi aku tekankan kalau Aku paling enggak suka dipaksa-paksa apalagi sok mengatur aku tanpa alasan jelas lebih enggak suka lagi.

Aku masih ogah-ogahan duduk sandaran karena memang aku sudah mulai mengantuk. "Katanya mau keluar belum ganti, buruan ganti nanti orangnya keburu datang nunggu lama". Rasanya ingin ngamuk enggak terima aku ibu bilang begitu tapi apa daya hanya bisa pasrah karena aku lebih mencintai ibuku melebihi diriku sendiri. Aku pun ganti baju seadanya enggak di pas-pas in dan asal comot saja dari lemari. Enggak lama Botol sudah datang dengan motor pinjaman. Mau tak mau aku pun ikut dengan botol, selama di perjalanan Botol masih saja mendominasi pembicaraan aku seh hanya menjawab dengan kata pamungkas iya, tidak, hu um,..., malah tak jarang pertanyaannya tak aku jawab pura-pura enggak dengar aja dan Botol ngomong apa juga aku gak ngerti memang aku enggak dengerin.

Botol bawa motornya super pelan siput saja kalah pelan dengannya kali udah gitu jalannya enggak bisa lurus dan parahnya lagi motornya endut-endutan kagak karuan. Pengen jitak deh rasanya, penumpang tidak boleh protes dan memang lebih baik begitu, duduk manis di belakang.
"Sebenarnya mas enggak bisa pakai motor metic, biasanya kemana-mana pakai motor Honda Prima, lebih enak walaupun sudah tua".
Botol kerasa sendiri kali ya kalau jalannya lelet sampai-sampai entah sudah berapa motor dan mobil yang berhasil menyalipnya.
Honda Prima dimana enaknya... joknya keras dan setangnya terlalu ringan gak enak. Dasar orang tua seleranya juga barang-barang tua cuma naik metic saja enggak bisa gitu sok-sokan ngajak pergi. Rutukku dalam hati.
"Kamu arahin jalannya, mas enggak tau jalan di Semarang".
"Iya".
"Sini tempat buat makan daerah mana" Sepertinya Botol mulai mencari bahan obrolan
"Sana sekitaran simpang lima" Jawabku dengan suara lirih
"Nanti pulangnya mampir toko ya cari pembersih wajah biar muka kamu bersih".
Tak ada jawaban, namun dalam hati mengutuk mengatakan begitu emangnya aku sejorok itu kah....

Jalannya lama pake banget seperti keong ngesot. Padahal jarak yang ditempuh hanya beberapa kilo namun kaya jalan bermil-mil jauhnya. Ya sudah yang penting sampai tujuan. Padahal aku tidak tau tempat makan di Semarang yang enak mana karena aku jarang makan di luar bahkan hampir tidak pernah makan di luar hanya sekali-kali saja. Yang aku tau tempat makan di Semarang selalu penuh makanya aku arahin ke Manggala bodo amat makanannya kaya apa yang penting sudah aku antar.
Pandanganku tertuju pada meja kosong yang sepi langsung saja mendaratkan badan di sana dan Botol pun duduk di sebelahku sambil sedikit menggeser tempat duduknya mendekat aku tak berapa lama datanglah pelayan menyodorkan menu.
"Pesen apa Ell..." kesempatan ini aku gunakan untuk duduk nyempil di pojok agar tidak dekat dnegannya dan sepertinya dia tidak emnyadari
"Es teh". Sebenarnya tidak ingin pesan apa pun karena yang aku inginkan lepas dari dia
"Makannya...." Tanya Botol sambil membolak balik buku menu di tangannya.
Aku hanya menggeleng menandakan enggak
"Lho gimana to, masa cuma pesan minum, makan sekalian nemenin mas"
"Enggak"
"Ayo lah masa mas makan sendirian" Protesnya.
"Masih kenyang"
"Kenyang tu makan apa. Temenin mas maem yaaa...."
"Enggak, masih kenyang tadi sebelum berangkat sudah maem"
"Kok gitu seh, mas pesenin ya temenin mas maem. Masa mas maem sendirian"
Sekali lagi aku menggeleng tanda tak setuju
"Mbak nasi goreng dua, minumnya es teh 1 jus jeruk 1" Botol tetap memesankan makanan untukku

Pelayan itu pun pergi meninggalkan kami. Pandanganku berkeliling melihat kesegala arah di tempat itu keccuali melihat ke arah Botol, namun Botol sepertinya tak sepertiku pandangannya berpusat ke arahku ini aku tau ketika pandanganku berkeliling tanpa sengaja melewatinya dan Botol masih menatapku seakan mau menerkam.
"Rambut kamu ini di rebonding ya... Dulu sepertinya tidak begini" Tangannya mencoba membelai rambutku dan menciumnya
"Hu um" jawabku sambil menggeser membenarkan dudukku, sebenarnya untuk menghindari tangan dia yang sudah mulai kurang ajar
Untung juga si mbak pelayan tadi muncul dan membawa minuman pesanan.
"Bagusan gini, biasanya kalau ke salon sebulan berapa kali".
"Enggak pernah hanya pas bonding kalo enggak pas potong rambut saja" Melihat ke minuman dan mengaduk-aduknya walaupun gula semuanya sudah larut bercampur air, menyibukkan diri.
"Kamu itu lugu ya, tidak macam-macam"
"Maksudnya......?!"
"Ya enggak neko-neko, apa adanya tidak suka dandan dan lebih suka dirumah daripada jalan-jalan ke mall belanja".
"Gak suka mall, lagian sayang uangnya kalau buat beli barang yang gak ada manfaatnya."

"Ini cobain, enak...." Sambil menyodorkan minuman jus yang Botol pesan kepadaku yang sebelumnya dia sudah minum terlebih dulu.
"Enggak, ini sudah ada"
"Enak cobain dikit" Masih memaksa menyodorkan sedotan dalam gelas yang sudah digunakan.
Aku hanya menggeleng dan menghindar sat gelas berisi minuman itu di sodor-sodorkan kepadaku, hiiiii jijik.
"Ini yang aku suka, beda jauh"
Aduh sepertinya aku salah omong dan ini seakan menjadi penjelasan dari semua keraguan dia, huuuuuuuh....
"Maksudnya beda jauh"
"Beda jauh sama cewekku yang dulu, Kalau cewekku dulu suka belanja, ke salon, jalan-jalan, bahkan makan saja sukanya di luar tidak suka makan masakan rumah."
"Biasanya ke salon mana..."
"Sana"
"Kamu tu perawatan, seenggaknya satu bulan sekali ke salon"
Obrolan terhenti karena pesanan nasi gorengnya datang. Dengan lahapnya dia makan nasi goreng pilihannya.
"Ayo ell di makan"
"Masih kenyang" Aku melihat dia makan seperti orang kelapan,
"Dimakan, sudah di pesan masa enggak dimakan. Dimakan" Mulut masih penuh masih juga bisa ngomong.
Karena dipaksa terus-terusan bahkan sempat mau di suapin akhirnya aku makan juga namun hanya 2 suapan kecil, nasi gorengnya enggak enak tapi kenapa nasi goreng punya Botol dengan cepatnya ludes ya...

"Nanti kalau mau ke salon buat ngelurusin rambut bilang saja sama mas nanti mas transfer" Sambil menghabiskan nasi goreng suapan terakhir sebelum meneguk jus dalam gelasnya.
"Transfer buat apa an....?!" Mulai kesal
"Buat perawatan di salon"
Haaa enteng bener orang ini ngomong gitu, secara gak langsung sudah melecehkanku.
"Enggak usah, makasih"
"Gak papa, nanti kalau butuh apa-apa tinggal bilang mas, oh ya masalah pulsa juga jangan hawatir biar mas yang isi nanti ya."
Hasem pengen marah sejadi-jadinya emangnya aku cewek apa an, biarpun kehidupan kami begini namun orangtuaku masih mampu membiayaiku kalau aku minta, lagian aku juga kerja walaupun pendapatan tak besar-besar amat tapi sepertinya masih bisa buat membiayai segala keperluanku. Mendengar ocehannya membuat darahku mendidih perut jadi mual dan ingin muntah deh. Kenapa segala sesuatunya dia ukur dengan uang dan selalu membanggakan uang, gak bakalan silau dengan hartamu. Menghadapinya membuat capek pikiran, jangan-jangan dia kurang sesendok gara-gara pernah jatuh enggak ada yang tau.

"Nanti Pulangnya yang bawa motor kamu ya, mas enggak bisa pakai metic."
Terkejut dengan ucapannya, "Iya" padahal metic kan gampang cuma main gas saja, gerutuku dalam hati
"Kalau biasa gampang, mas gak suka matic."
"Makanannya di habiskan dulu"
"Enggak ah udah kenyang"
"Masih banyak itu lhho, Ell  dihabisin makannya"
"Udah kenyang" Ini orang maksa bener sih, sapa juga yang suruh pesan habisin sendiri aja kalau mau.
"Kalua begitu di bungkus saja ya, nanti di kasih ibu saja daripada mubadir"
"Panggil pelayan, biar dibungkus" Perintahnya sok berkuasa.
Dengan sangat terpaksa aku yang bertindak.
"Mbaaaak...." teriakku kepada pelayan yang baru saja menyajikan minuman di meja dekat aku duduk.
"Mbak minta tolong ini di bungkus ya." kata Botol sambil menyerahkan piring berisi nasi goreng yang ada di depanku. Kalau masalah perintah-perintah sepertinya dia gesit ya.

Pelayan itu pun berlalu membawa piring berisi nasi goreng yang hanya aku makan sesuap. Siapa suruh main pesan padahal dari awal sudah bilang enggak maem masih kenyang tetap saja di pesanin. Tak berapa lama si mbak pelayan datang membawa bungkusan. Setelah membayar kita pun pergi namun ketika aku beranjak dari tempat duduk dia bilang untuk membawa nasi goreng yang sudah di bungkus dan menyerahkan kunci motor kepadaku. Gila seumur-umur baru kali ini ada cowok aneh gini, tidak malu dibonceng cewek. Sampai di bundaran simpang lima sempat berpikir perasaam tadi ada yang ribut toko kosmetik tapi kenapa sampai di depan mall kagak ada suaranya ya, batinku. Ah bodo amat mudah-mudahan saja lupa biar bisa cepat pulang, sepanjang jalan yang ada dalam pikiran hanya mengutuk dia yang memilih duduk di belakang dan di bonceng cewek. Bahkan ada beberapa orang yang melihat ke arahku malu rasanya di lihatin mungkin pikiran mereka sama sepertiku mau-maunya cowok di bonceng cewek iiih.

Tak sungkan aku mempercepat laju kendaraan sedikit nyalip kanan kiri agar cepat sampai rumah dan tak menghiraukan ketika dia mengajak ngobrol anggap saja tidak dengar. Satu mall terlewati aman dan mall lainnya pun juga dilewati tanpa protes, mungkin dia lupa pikirku namun tak disangka tak dinyana ketika hampir sampai di depan minimarket eeh dianya bilang "mampir indomart dulu ya beli kosmetik" haaaa..., yang bener saja di indomart mana jual kosmetik..., rasa heran bercampur bingung pun hadir ya sudahlah semau dia saja aku pun merapat ke toko lalu mengikutinya di belakang yang terlebih dahulu memarkir motor.

"Itu sebelah sana, pilih saja suka yang mana"
"Apa ya..." tanyaku bingung karena aku tak mengerti apa yang Botol maksud
"Pembersih wajah, biasanya pakai apa...?! Pilih saja"
"Gak usah di rumah masih ada"
"Cepat pilih saja, biore itu bagus biasanya mas pake itu"
Siapa yang nanya, tanpa mempedulikan aku meninggalkannya dan beralih ke jajaran makanan ringan.
Entah Botol yang telepon atau di telepon yang aku tau ketika masih mengamat-amati jajan terdengar suaranya dan ketika aku tengok ada hp di telinga.

"Iya beda jauh sama yang dulu, yang ini lebih manis dan tidak aneh-anek, kalem wah memang pilihanmu kali ini istimewa,.....iyo-iyoooo..., makasih ya..., ini masih di indomart aku suruh pilih mau beli apa tidak mau...beda jauh sama yang dulu kalau yang dulu enggak ditawari juga langsung ambil-ambil, ini lain.....iyo.....makasih banget....nanti di rumah saja....iya....sudah ya nanti saja kalau sudah di rumah." Sepertinya telepon disudahi ini karena aku sudah tidak dengar suara dia lagi. Telepon suaranya keras bener.

"Ell sini..."
Aku hanya melihat kearahnya dan kembali sibuk dengan barang-barang yang ada di depanku yang sepertinya lebih menggiurkan dari pada panggilan Botol.
"Ell...., sini pilih roti buat di rumah"
"Enggak usah di rumah sudah banyak jajan" Aku pun tak segera beranjak ke tempatnya.
"Yang mana, sini pilih..."
Iiiiih sebel nyusahin bener ya, aku pun beranjak dari tempatku menuju ke arahnya dengan pelan-pelan sambil melihat-lihat barang yang aku lewati, ceritanya buat mengulur-ngulur waktu. Dan Botol pun sudah menentukan roti yang akan dibelinya, nah itu sudah melihat di tangannya sudah ada sekotak roti makannya aku urungkan niat mendekatinya berhenti di deretan kaset yang di jual disana. Dia pun segera membayar dan kita pun pulang.

Sesampainya di rumah motor aku parkir di  tepi jalan dan sebelum turun menuju rumah dia menyerahkan sekotak roti yang dia beli. Kenapa enggak bawa sendiri seh. Rumah sepi hanya ibu yang sedang melihat tv, bapak lagi arisan dan adik perempuanku sudah tidur bungkusan aku letakkan di meja dan aku pun bergegas ke kamar untuk ganti baju padahal baju yang aku pakai keluar juga biasa saja tapi sepertinya aneh saja memakainya. Nah pas aku keluar dia bertanya tentang nasi goreng ya aku jawab saja masih di motor dan tanpa sopannya menyuruhku untuk mengambilnya. yaa oke lah aku ambil dengan tanpa perlawanan, lalu aku kasih ibu karena memang dia menyuruhnya untuk di kasihin ibu yang sebelumnya aku letakkan juga di meja. Astaga masa ibu dikasih sisaku...., Aku pun duduk di dekat ibu tak lama setelah Botol ngobrol-ngobrol dengan ibu Botol pamit pulang sebentar untuk mengembalikan motor setelah Botol pergi aku segera bergegas ke kamar dan tidur.

Ternyata benar dia kembali lagi karena tidak ada Botol pun menanyakanku kepada ibu, ibu jawab sudah tidur. Mungkin karena sungkan makanya Botol tidak langsung pulang dan mengobrol-ngobrol dengan ibu sebagai tuan rumah yang baik ibu pun menanggapi omongannya dan tema obrolannya masih tetap sama tentang dagangan dan untung-untung yang Botol dapat ketika menjual barang dagangannya, sampai bosan aku dengarnya selalu itu-itu saja yang diceritakan.

"Eeh...eeeh...eeeeeh...., kalau sudah lengket sampau lupa pulang" Suara bu Ros tiba-tiba menggema
Aku masih pura-pura tidur jadi bisa mendengar segala pembicaraan mereka
"Ayo pulang, besok lagi mainnya. Rumahmu mana sudah malam tidak tau pulang"
"Ya gak apa-apa ya mas, masih kerasan disini kok ya". Ibu menanggapi omongan bu Ros
"Ini sudah malam kok bu, enggak enak dengan tetangga"
"Ayo pulang"
"Elly mana..."
"Sudah tidur, kayaknya dari tadi pulang langsung tidur"
"Ell ni mau pamitan,"
"Udah bu gak usah di bangunin, Ell mas pulang dulu ya"
Aku yang tidur menghadap tembok melihat dari kaca  Botol ada di depan pintu untuk pamitan.
"Mari bu pulang dulu." Pamit bu ros kepada ibu
"Iya" jawab ibu

Sana-sana pulang gak usah kesini-sini lagi batinku berbicara mendengar pembicaraan itu. Aku pun masih berpura-pura tidur agar ibu tidak curiga. Mataku terpejam sambil menahan rasa sesak yang seakan menghimpit dadaku. Pura-pura tidur dan lama-lama tertidur juga mungkin saking lelahnya hari ini sehingga aku segera terlelap tanpa menunggu lama.

BERSAMBUNG