9/05/2013

Perjumpasan dengan Si Ibu Tua

Tadi waktu beli siomai aku melihat seorang ibu-ibu setengah tua yang duduk di dekat abang penjual siomai. Awalnya aku mengira dia seorang penumpang dari travel yang ada di dekat situ dan sedang membeli siomai sambil menunggu jam keberangkatan, namun aku lihat-lihat si ibu tidak membawa semangkok piring di tangan hanya duduk-duduk saja, oh mungkin si ibu numpang duduk saja disana karena tempat duduk di ruang tunggu sedang penuh dan tidak kebagian duduk, pikirku.

Karena siomai hanya hangat, kompor yang digunakan untuk menghangatkan sudah dimatikan makanya aku memilih untuk digoreng saja. Disana ada juga dua bapak-bapak yang sedang menikmati sepiring siomai sambil asik ngobrol dan si ibu hanya dduduk diam di tempat dimana dia duduk. Selepas kedua bapak-bapak itu pergi namun aku melihat salah satu bapak itu memberikan uang kepada si ibu dan berlalu pergi. Sambil menunggui pesanan matang, kebetulan teman yang aku ajak kesana memakan siomainya disana si ibu menyapa agar aku duduk disana, daripada menunggu lama lagian capek juga berdiri lalu aku menuju bangku yang disodorkan si ibu. Aku mencoba membuka pembicaraan, ternnyata si ibu disana sendiri dan sedang mencari nafkah, dia sudah tidak punya suami. Aku ingat masih ada sisa uang di kantong walau hanya sedikit semoga saja bisa membantu, aku ingin menawarkan siomai kepada si ibu namun aku sudah tidak membawa uang dan aku tanya ke teman juga hanya membawa uang pas. Obrolan dengan si ibu masih berlanjut sampai pesananku datang dan aku segera pamitan kepada si ibu dengan menjabat tangannya dan mencium tangannya. "kamu kenal sama ibu itu ya" tanya temanku, "enggak...."berjalan sambil berpikir. Ada rasa menyesal mengapa aku tadi tidak kembali ke kantor dulu dan mengambil dompet, memang ya penyesalan selalu datang belakangan :(
Maaf ya ibu, mudah-mudahan dilain hari aku bisa bertemu lagi dengan beliau dan bisa berbagi lagi (semoga Tuhan memberi kesempatan).

Melihat si ibu itu aku ingat dengan nenek-nenek yang biasa berada di sudut sebuah supermarket di kota Jogja. Aku masih ada janji dengan beliau, bingung juga bagaimana untuk mewujudkan janji ini sedangkan aku sudah tidak di kota Gudeg itu. Dulu waktu masih tinggal di Jogja dan waktu belanja selalu aku sempatkan untuk menyamperi nenek, aku juga sempet ngobrol-ngobrol dengan beliau. Walaupun beliau sudah tua namun tidak mau menyusahkan anak-anaknya, sebisamungkin beliau ingin bekerja dan hasil kerjanya itu juga tidak untuk dirinya sendiri beliau ingin memberikan uang saku kepada cucu-cucunya. Si nenek sempet bilang padaku "walaupun nenek ini hanya peminta-minta namun nenek ga seperti yang lain, tiap hari nenek mandi dan ganti pakaian yang bersih". Iya aku percaya dan aku juga tak pernah berpikir macam-macam tentang beliau.

Saat pertama kali melihat beliau aku langsung suka tak ada rasa meremehkan sang nenek. Bahkan aku juga pernah beberapa kali saat mau pulang dari belanja berpamitan dan mencium pipinya. Nenek yang baik, ramah dan cantik aku suka sama beliau.

****

Waktu masih kecil jika melihat orang tua yang jualan ada rasa trenyuh atau simpatik dan tidak tega, ingin membeli agar dagangannya cepat habis sehingga bisa cepat istirahat di rumah namun selalu saja ada rasa tidak tega yang menjalar hingga menjadi rasa takut. Jika sudah begitu aku memilih untuk pergi agar tidak melihatnya. Aku berpikir jika nanti orang tuaku sudah tua tak aku ijinkan beliau untuk bersusah-susah begitu, aku ingin mereka menikmati masa tuanya untuk bermain dengan cucu-cucunya saja, sudah cukup perjuangannya selama ini saatnya aku yang berjuang membahagiakan mereka.

Kadang aku juga membayangkan andai yang jualan itu nenek atau kakekku.... aah tak boleh, beruntunglah kalian yang masih memiliki kakek dan nenek utuh. Sejak lahir aku sudah tidak memiliki kakek nenek utuh, hanya seorang kakek dari bapak saja yang masih itu juga hanya bisa aku lihat saat mudik saja karena kakekku memang tidak betah tinggal lama bila berada dirumahku katanya badan malah sakit semua tidak ada yang bisa dikerjakan. Sebenarnya masih ada nenek dari pihak ibu tapi hanya nenek tiri itu juga belum tentu satu tahun sekali aku bisa melihatnya. Karena sifatnya yang buruk kepada ibu jadi ibu juga tidak pernah mudik menemui nenek alhasil ya beginilah.

Aku punya nenek angkat. Dulu ayah dan ibu membangun rumah tangga benar-benar dari nol besar, mereka hanya bisa mengontrak dibelakang rumah yang sangat sempit. Aku lahir juga disana, hingga sang pemilik rumah yang memang tidak punya anak menganggap bapak itu seperti anaknya dan memanjakan aku seperti cucunya sendiri. Walaupun orangtuaku sudah bisa membeli tanah dan membangun rumah mungil namun aku masih suka tidur di rumah itu bahkan kadang berhari-hari gak pulang sampai dicariin bapak. Kerena segala macam keinginan bisa aku dapat dari nenek angkatku ini makanya aku menjadi anak yang manja, bahkan hingga detik ini banyak yang masih gak percaya bila aku ini anak pertama, mereka ngertinya aku anak bungsu atau anak tunggal. Wah parah banget ya kalau sampai seperti itu, walaupun aku manja, namun aku gak kekanak-kanakan kok pemikiranku dewasa bila gak percaya boleh diadu ayo debat atau sekedar diskusi dijamin deh nyambung-nyambung saja apapun temanya.

Kalau sekarang aku sudah tidak punya kakek ataupun nenek, hanya tinggal nenek tiri yang sudah super duper lama gak bertemu, lagian aku juga gak akrab sama beliau gimana donk. Tapi tetap aku menganggap beliau nenekku pastinya.