00:51
A : "Jam sgini masih mengudara aja to mas"
H : "Lha mbak malah dah bangun. Kan mau tak bangunin jam 2"
A : "Udah jam 12 kurang tadi kebangun. Mau tidur lagi ga bisa"
H : "Kok ndak tidur lagi?"
A : "Trus mas'e kebangun apa belum tidur"
H : "Ndak usah bnyk mikir mbk. Mbk harus happy"
A : "Dari tadi ga bisa tidur. Perutku sakit yo"
H : "Ak ndak bisa tidur. Badan pengen tidur tp mata ndak mau merem"
A : "Ya jelas lah slalu happy"
H : "Malah sakit.. Apa lagi dapet?"
A : "Knapa gtu ada yg dipikirin ya."
A : "Enggak... mules aja tiba-tiba. Kaya kembung"
H : "Padahal gak ada yg tak pikirin lo. Diminumin air hanget aja mbk. Teh panas wenak kwi. Men iso ngentut. Mbak ndak punya sakit maag to?"
A : "Kalau ga ada yang dipikir brati ada yang kurang tepat tu jadinya ampe ga bisa tdr"
A : "Aku punya maag kok"
H : "Mungkin ya mbak.. Ada yg salah kayaknya.. Lha itu malah kena maag"
Sepertinya obrolan mulai ga nyambung satu dengan yang lainnya.
H : "Ndak tau apaan.."
A : "Nah itu yg susah. Kaya mencari jarum di tumpukan jerami"
H : "Mungkin gara-gara badan gak fit msh ada editan"
A : "Lah dari kemaren-kemaren belum kelar juga"
H : "Masih ada baru lagi. Hawane pengen ndang di rampungke. Tp awake lemes"
A : "Sebaiknya jaga juga kondisi badan Jare manut mana mana manaaaaa...."
H : "Makanya dr tadi ak gak buka lepi mbk. Tiduran di kursi aja"
A : "Nah lho trus ngerampungne pake apa tu. Katane lg ngedit kok ga buka lepi. Trus sambil tdran mikir apa"
H : "Pengen ngedit maksudnya. Cuman pengen. Blm buka lepi"
A : "Halah... kirain"
H : "Mikirin mbak ell
A : "Ngapain dipikir aku aja ga mikir kok. Mas tu masih kepikiran kata-kataku tadi to"
H : "Ndak tau"
A : "Ga usah terlalu di pikir. Yang penting tu mas bahagia itu udah bisa bikin beliau tenang itu aja kok intinya"
H : "Njih"
A : "Hahahahaha. Njih tp ga mudeng podo bae sami mawon mas"
H : "Penting wis niat aku mbak"
A : "Tp ga hanya niat lho, di usahakan juga"
H : "Awalan niat dulu to"
A : "Iya iyaaaaaa. Daripada bengong mending mas cerita deh"
H : "Sapa yg bengong. Ki wis kriyip-kriyip matane. Apa yg mau di critain.."
A : "Aku mau denger kisah raden patah ama tentang menara kudus. Nah kan gtu tdr bilange mata ga bisa diajak merem sekarang bilang kriyip-kriyip"
07:18
H : "Sory ketiduran
A : "Morning mas'e. Jam 2an udah bangun kan pasang alarm tp badan brasa capek buanget jd malas bangunnya...hehehehe"
H : "Hehehe.. Morning mbk'e
A : "Jam segini udah bangun apa ga ngantuk tu"
H : "Ni kerja bakti di kantor. Dari jam 6 tadi"
A : "Ooow masuk to. Emangnya ga ngantuk to mas tidur pagi bangun pagi
Awas tu bisa cepet drop lho badannya.
H : "Pulang pagi kok mbk. Ni mau langsung ke samsat pajak mobil"
A : "Ooow gtu. Ya udah deh met ngapain aja"
H : "Hahaha.."
12:20
H : "Lagi napa ni mbak?"
A : "Gi bingung"
H : "Bingung knapa?"
A : "Browsing tapi yang dicari ga ketemu"
H : "Cari apa emangnya"
A : "Cari tentang raden patah ama menara kudus"
H : "Mosok gak ono? Okeh lah"
A : "Artikel banyak tapi yang aku maksud belum ketemu"
H : "maksudnya apa?"
A : "Ga ada artikel yang menguak tentang menara kudus"
H : "Cari sunan muria mbak"
A : "Hubungannya apa"
H : "Sunan muria sama sunan kudus ada hubunganya to"
A : "Iya. Pusing bacanya"
H : "Hahaha.."
A : "Mas aja yg cerita gimana"
H : "Ak gak apal"
A : "Halah. Ayo to mas crita"
H : "Teniin.."
A : "Masalahe aku pusing bacane, terlalu banyak nama scara kan aku lemah dalam menghapal piye jal"
H : "Podo to"
A : "Ga tau lah malah cekot cekot rasane"
H : "Pulang jam 2 ya mbak..
A : "Iya. Knapa ik"
H : "Mau kmana mbk? Ngobrol yuk"
A : "Ngobrol dimana"
H : "Di mana yang enak. Yang sejuk dan tenang"
A : "Tauku ta cuma bangku merah mas"
H : "Nanti mau kesana gak?"
A : "Kayanya iya. Pulang langsung kesana. Pengen nenangin diri"
H : "Woke.. Tak susul ya"
A : "Iya"
14:56
A : "Mau ksini jam brapa mas"
Sebenarnya aku ga yakin dia mau benar-benar mau niat kesini. Namun dengan kata-kata 'tak susul' manaknya aku menanyakanya karena bagaimana pun ga enk juga bila nantinya aku sudah pulang dianya datang.
15:40
H : "Ni lg free.. Mbak meh pulang?
Lihatlah itu jam berapa masih menanyakan 'meh pulang' disana aku merasa gagal paham dengan yang aku baca barusan.
H : "Ketemuan di atas po?"
A : "Aku udah di sampokong mas. Kalau bisa sekarang aja soalnya tar jam 4 masuk kuil"
Dia berkata begitu itu sudah aku duga, dan itu meebuat aku kecewa. Jika tidak ingin ketemu ya ga usah jangan bilang begitu. Walaupun aku paham ada di balik semua ini, ada apa antara dia, dan tempat ini.
H : "Mbak dimna skrg? Lha ni dah jam 4"
Sudah berkali-kali bertanya tapi ga segera datang. Bahkan sampai aku bela-belain lama duduk di bangku merah memandang patung besar, kuil di belakangnya juga orang-orang yang datang kesana tapi yang di tunggu sepertinya memang ga seperti yang di harapkan. Bahkan sempat ngobrol dengan mami lama. Untung saja yongsa menemaniku disana. Makasih yoo, gondok sedikit teralihkan dan ga terpikirkan.
A : "Sampokong. Lha mau kesini ga mas"
H : "Ni otw mbak" jam menunjukkan angka 16:14 lalu aku harus masuk jam berapa, padahal aku ingin ngobrol-ngobrol dengan juru kunci yang ada disana juga.
A : "Oke tak tunggu"
Kalau aku tunggu lalu aku masuk kuil jam berapa...??! Dia bilang otw apakah benar-benar otw atau masih mandi dan sebagaimnya. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya aku putuskan untuk masuk saja ke kuil terlebih dahulu. Mungkin saja selesai dari kuil dia baru saja datang kan bisa saja, jika aku tunggu bisa-bisa aku ga masuk kuil donk. Setelah pamitan dengan yongsa untuk menunggu sebentar karen mau masuk jadi ga bisa berbalas pesan aku pun masuk.
16:46
H : "Dimna mbak? Ak di kursi merah"
16:57
A : "Aku masih di dalam tunggu bentar ya"
H : "Mbak masuk kuil to? Woke.. Batreku mau abis.. Ak di kursi merah kok"
Aku memilih untuk menyelesaikan semuanya dulu dan berbincang sebentar dengan juru kunci barulah keluar untuk menemuinya.
Ga tau mengapa kali ini perbincanganku dengannya juga ga senyaman biasanya. Entah apa yang salah juga ga tau tapi sepertinya tempatnya yang ga cocok dengannya. Sepertinya dia juga ga fokus. Perbincangan pun semakin mengarah ke pokok permasalahan. Aku hanya berkata untuk tidak banyak pikiran namun perlahan aku pun menceritakan semuanya. Dengan terbata-bata, suara lirih aku mulai bercerita dan perlahan air mata ku pun menetes tanpa bisa aku bendung. Padahal sedari awal aku sudah mencoba untuk menahan agar tidak ada tangis namun aku merasakannya. Benar-benar kesakitan yang luar biasa sampai untuk bicarapun susah. Dan disana beliau ada juga sedang berlinang air mata, dalam hati aku selalu meeinta maap sudah menceritakan semua ini namun tetap semakin terasa sakitnya, apakah ini yang beliau rasakan...???!
Selama kenal dengannya ga pernah sekalipun atau menyerempet soal keluarganya, bagaimana kehidupannya bahkan bagaimana istrinya. Aku juga bertanya mengapa sekarang rasanya beda, menurutku lebih parah dari dulu jika dulu aku melihat kesedihan dengan segudang permasalahan yang membuat kusut pikiran sekarang berbeda, dia terlihat bahagia namun itu semu. Kosong dan hanya topeng saja, ya mungkin untuk orang lain akan menilai jika dia happy tapi tidak buatku, aku mengatakan bahwa yanh sekarang bukanlah dia yang sebenarnya dan itu juga dia membenarkan apa yang aku katakan jika kebahagiaan yang di tunjukkan itu tidaklah nyata, kepura-puraan semata. Dan dia sedikit bercerita tentang kehidupannya, tentang beliau juga keluarganya.
Ketika aku ditanya solusi jujur aku ga tau solusinya bagaimana, dan aku juga ga mau ikut campur urusan rumah tangga orang lain. Aku hanya meeyarankan untuk terus mengirimkan doa juga sering menengok makamnya itu saja karena selebihnya itu bukan meejadi wewenangku. Takut salah omong danmalah bisa malah meeperpahah keadaan bahkan malah semakin banyak permasalahan yang timbul.
Selama menceritakan apa yang aku tau selam itu juga tangisku tak pernah berhenti, bahkaa untuk mendongak pun aku tak sanggup. Karena aku akan lebih melihat kesakitan disana. Karena pembicaraan dirasa sudah selesai, dan hari juga semakin larut sedangkan kami belum sholat magrib maka kami pun mampir untuk sholat sebelum pulang. Selama sholat badanku masih ga karuan dan setelah sholat punaaku masih saja menaagis seperti tak bisa berhenti.
Ada apa ini sebenarnya, sepertinya aku melakukan kesalahan dengan menceritakan semuanya kepadanya dan aku juga merasakan apa yang beliau rasakan itulah yang membuat tangisku seakan tak ada hentinya. Dan yang di mushola di area kursi merah sepertinya mengetahui kesalahanku, entah apa yang beliau lakukan yang pasti tangisku ga bisa berhenti. Sampai berkali-kali aku meminta maaf dan juga mengirimkan doa juga kepada beliau barulah setelah bicara dengan diriku tangis mulai sedikit reda walaupun masih ada yang mengalir keluar. Tapi yang paling terasa adalah badanku yang ga karuan, bergetar, dada yang sesak sampai terkadang seperti kehabisan udara (tersengal). Dan apa yang terjadi mungkin tak seorangpun bisa memahami namun yongsa bisa, kepadanya aku bercerita juga melalui semua ini. (04/09)