Sabtu adalah hari slow respon, saatnya bermalas-malasan dimana tidak perlu bolak balik melihat ke arah jam dinding untuk bersiap-siap kerja. Ingin banget ikut kursus keterampilan bahkan sudah lama mencari dan sudah menemukan tempat yang cocok dan srek tapi berhubung tidak tahu tempatnya maka sementara masih menjadi angan-angan, entah ini hanya bentuk kemalasan, ketakutan atau memang benar ga tau karena tidak tau sama sekali daerah yang dimaksud, mudah-mudahan dalam waktu dekat bisa cepat sadar dan benar-benar mengikuti kursus yang sudah lama menjadi impian. Badan rasanya masih capek dengan kegiatan yang beberapa hari ini aku lakukan, terlebih tengah malam selalu terbangun dan tidur juga sepertinya ga berkualitas, sering terbangun ditengah malam bahkan tak jarang beberapa kali terbangun dan membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk bisa kembali tidur.
Aktifitas malam buatku lebih menyita banyak energi dibanding ketika siang hari, memang raga terlelap namun jiwaku berpetualang kemana-mana sampai aku sendiri tak mengerti berada di daerah atau di jaman siapa karena begitu kabur. Bahkan saat bangun pun tak pernah bisa mengingat sudah melakukan penjelajahan atau petualangan kemana saja yang aku tau badan rasanya capek aja. Sekali-kali bangun siang aaah, ini bukan satu bentuk kemalasan ya (catatat) hanya mencoba memberikan servis kepada tubuhku untuk menguapkan lelah yang sudah menumpuk.
Hati ini ga ada jadwal kemanapun kecuali ke bangku merah, bersantai di depan televisi menikmati acara kartun itu sangat mengasyikkan sambil senam jari sampai penyok juga tak masalah karena libur itu artinya bebas. Benar saja seharian kerjanya nonton televisi yang sebenarnya menayangkan acara ga berbobot tapi sudahlah jangan diambil pusing karena televisi juga hanya sebagai teman bukan untuk ditonton tapi didengarkan, ingat ya di dengarkan karena mata fokus ke hp untuk mengolah kata menjadi coretan.
Ketika hari beranjak sore, setelah menyelesaikan pekerjaan rumah aku pun pergi ke bangku merah. Bila biasanya sampe sana langsung ke mushola beda acara dengan hari ini karena aku sudah shilolat dzuhur di rumah sehingga sampai di bangku merah langsung mencari tempat duduk yang masih nyaman dan dirasa nyaman dalam artian bisa melihat ke arah patung besar. Nah di depan ada bangku kosong, bangku yang kemarena aku gunakan untuk duduk. Mencoba berinteraksi untuk memastikan apa sebenarnya yang ingin ditunjukkan di tempat ini karena jujur sampai sekarang aku belum paham benar apa dan untuk apa aku ditarik ke tempat ini.
Langit cerah dan seperti sudah menjadi kebiasaan dimana untuk masuk kuil sekitaran jam 4 saja sedangkan sekarang masih jam 3an adzan asyar saja baru berkumandang. Sebentar lagi shilatnya, sambil menunggu waktu yang terus berputar aku setel mp3 dengan musik relaksasi untuk membuat diriku sedikit tenang. Sesekali memejamkan mata, bukan ngantik hanya untuk mencoba berinteraksi berbicara dengan diriku sendiri. Dan jadwal hari ini menyempurnakan tugas kemaren yaitu mendatangi setiap kuil meebakar dupa dan berdoa disana.
Rasanya tidak sabar, ketika menengok melihat ke arah deretan bangunan merah itu di kuil pertama (dewa bumi) patung penjaga yang ada di depan sudah menyuruhku datang dengan gerakan tangan. Tapi tetal deh fokus ke kuil nomor 3 yang terlihat menonjol dengan bangunan besarnya bila dibanding dengan bangunan yang lain. Hampir jam 4 aku pun beranjak dari tempat dudukku menuju ke mushola juga untuk menyapa ibu-ibuku disana. Kali ini hanya ada bu Sri ga tau deh bu Nor sedanh kemana. Setelah menyapa aku minta ijin untuk aholat terlebih dahulu dan setelah sholat langsung menuju koperasi atau warung untuk membeli dupa.
Dupa sudah di tangan dansebelum masuk ke kuil pertama sebaiknya memberi salam. Di dalam masih ada yang (ngeramal) aku perhatikan bagaimana caranya ternyata orang yang punya permintaan disuruh berdoa setelahnya disuruh melempar sebuah benda lonjong terbuat dari kayu yang terbelah menjadi dua. Bila benda itu posisi jatuhnya terbuka semua itu artinya diketawakan, bila menutup semua artinya ga mau bilang dan bila satu terbuka satunya tertutup baru bisa dilanjutkan ke tahap selanjutnya tapi jika 3x berturut-turut benra itu menutup atau membuka maka bisa dicoba lagi lain waktu itu tandanya dewa tidak mau menjawab pertanyaannya.
Setelah sepi waktu penjaga kuil itu pun menghampiriku dan mengatakan jika ingin meramal dipersilahkan menunggu di bangku yang ada di samping, karena akan ada pemotretan disan. Namun karena aku kesana hanya untuk berdoa makanya tidak perlu menunggu langsung saja dipersilahkan. Mungkin berdoa tidak memakan waktu lama dan tidak seribet ketika meramal kali ya. Aku mulai berdoa lalu menancapkan 12 dupa dengan masing-masinh 3 dupa disetiap tempat. Kali ini tidak banyak getaran yang begitu besar juga tidak lama mungkin karena disana lagi baayak orang (pengunjung) sehingga beliau juga hanya sedikit berinteraksi mungkin agar pengunjung yang lain tidak heran atau menganggapku aneh, setelah itu aku undur diri menuju kuil selanjutnya.
Sepertinya aku sudah mahir deh dengan ini karena tidak ada yang membantu penjaga disana juga hanya mempersilahkan tidak perlu ikut mengambilkan dupa dan memberikan intruksi. Di kuil kedua aku bertemu dengan juru kuncinya, ternyata beliau masih ingat namaku dan memberikan doanya juga namun kita tidak bisa berbincang lama karena beliau sedang tergesa-gesa pulang karena ada acara. Sang juru kunci itu hanya mempersilahkan aku untuk berdoa sebelum pamitan pulang. Ketika ingin menyalakan dupa tanganku bergetar sampai aku harus menahan sebentar menyalakan dupa sampai tanganku tenang kembali. Setelah dirasa tenang aku bakar dupa dan mulai berdoa.
Setiap selesai berdoa dan beranjak dari kuil kusenpatkan untuk pamitan juga menyempatkan untuk melihat ke arah patung yang ada di kuil tersebut dan beliau (patung penjaga kuil) seperti tersenyum, menerima kedatanganku dengan baik dan ramah. Senyum yang sangat baik, beliau juga sudi berinteraksi denganku ini terbukti adanya gerakan dari tanganku walaupun itu kadang hanya sebentar dengan kekuatan tidak besar.
Di kuil ketiga aku tidak melihat satu juru kuncipun disana mungkin saja mereka sedang berkeliling atau mengantar tamu yang datang, yang aku lihat hanya penjaga yang berpakaian abu-abu. Untuk meyakinkan jumlah dupa yang dipakai aku bertanya pada penjaga itu setelahnya ya berdoa sendiri. Dari kuil ketiga tidak langsung masuk goa namun menuju ke kuil ke 4 di tempat mbah Jangkar. ketika berjalan menuju untuk menuju kuil ke 4 aku berpapasan dengan pak Kong,
"hari ini terlihat lebih seger" entah ini pujian atau sindiran, hehehehe...
"kan dari rumah pak" jawabku ketika mendapat komentar dari pak Kong.
"Hari ini libur, ga kerja...?!"
"Iya sabtu libur, kalau biasanya kan pulang kerja langsung kesini kalau sekarang dari rumah niatnya kesini" mendengar penjelasanku pak Kong hanya manggut-manggut seperti memberi tanda bahwa beliau paham dengan penjelasanku. Aku pun minta diri untuk menuju ke kuil selanjutnya dan berlalu dari samping pak Kong.
Di kuil ke 4, dari luar sudah terasa kekuatan yang sangat besar mencoba untuk berani walaupun di dalam dag dig dug ga karuan. Mungkin ini yang membedakan kuil mbah jangkar dengan yang lain dimana terasa kekuatan yang sangat besar selain itu penjaganya dari menaiki anak tangga sudah menyambut dengan ramah. Beliau menanyakan dan meminta dupa yang aku baw untuk mengambilkan jumlah dupa yang digunakan tak hanya sampai disitu penjaga itu juga menunjukkan urutan dariman berdoanya dan kepada diap ditujukan. Kekuatan yang sangat besar, dari awal berdoa tanganku labgsung bergetar dengan hebatnya sampai banyak keringat yang keluar bahkan tubuhku pun juga ikut bergetar. Kekuatan yang sangat besar, itu tidak hanya disati tempat tapi disana ada 4 leluhur yang menjaga tempat ini bayangkan jika semua berinteraksi dengan kekuatan yang besar bukannya energi yang aku keluarkan juga besar.
Bayangkan jika dari keempat leluhur yang menjaga disana semua memiliki kekuatan besar bahkan leluhur pertama yang aku doakan kekuatannya paling kecil dibanding ketiga leluhur yang lain. Tidak hanya guncangan, keringat dingin yang keluar bahkan kakiku juga langsungblemas seakan tak ada lagi energi yang tersisa. Sungguh luar biasa energi yang ada disana. Setelah selesai aku istirahat dulu sedikit lama untuk menghimpun tenaga karena untuk melangkahkan kaki ke kuil selanjutnya sepertinya ga sanggup. Sambil istirahat penjaga yang mempersiapkan dupa tadi mengajakku ngobrol. Lumayan lama juga aku beristirahat sampai keringat yang bercucuran pun perlahan mengering oleh semilirnya angin yang berhembus oleh dedaunan yang rindang.
Ada yang sedikit meegusik pandanganku, yaitu patung kapal yang ada di depan kuil namun agak pojok mepet disebelah tangga yang menghubungkan dengan kuil ke tiga, aku ga tau disana ada apa atau ada aktifitas apa karena tempat itu menggelitik mataku untuk memperhatikannya. Sudah kucoba mencari atau menembus apa yang ada disana dengan lebih memekakan diri tapi ya ga terdeteksi, ga ada yang bisa aku lihat. Setelah kuat beranjaklah dari tempat itu, sebenarnya juga menunggu penjaga ada di kuil ke 5 karena daritadi aku perhatikan ga ada terlihat satu orang penjaga ataupun juru kunci berada disan. Kata pak Joko juru kuncinya masih sakit makanya aku menunggu penjaga di kuil ini untuk berjalan disana dulu baru ngikut di belakangnya.
Di pendopo aku melihat nenek-nenek tuna wisma sepertinya yang ada disana, awalnya aku mengira (maap) jika ia gila tapi ternyata perkiraanku salah bahkan nenek itu pun menyapaku. Petugas itu mengarahkan kepada siap berdoanya sehingga aku hanya mengikuti instruksinya meskipun ketika berdoa menggunakan caraku sendiri. Sekali lagi tubuhku terguncang-guncang udara yang tadinya sejuk dengan angin yang berhembus tiba-tiba menjadi panas sampai keringat keluar semua. Disana ada makam mbah Tumpeng. Beberap kali melihat ke arah makam yang ada di belakang meja persembahan aku merasakan sesuatu bahkan sampai ingin mendekat ke makam disana tapi niat itu aku cegah karen ga ngerti apa nanti yang harus aku lakukan di depan makam. Setelah berdoa dan menancapkan dupa aku juga bapak penjaga itu berlalu dari kuil kelima.
Ketika ingin kembali ke kuil nomor tiga, kuil yang paling besar sempat melihat ke dalam kuil ke 4 dan mengucapkan salam beliau yang didalam tersenyum kepadaku lalu memandang ke arah patung kapal yang ada disebelah kananku, ketika melewati anak tangga sebagai akses kuil ke 4 dan 5 mataku mengarah ke sebelah kanan dimana patung kapal itu ada. Ya aku ga mau mikir macam-macam asal lewat saja.
Setelah berdoa di setiap kuil juga membakar dupa lalu aku masuk ke goa, disana aku berbincang dengan hati juga laporan bahwa sudah menyelesaikan semua tugas. Sudah mendatangi setiap kuil sampai kuil kelima. Sekali lagi tubuhku tiba-tiba merinding udara di dalam goa menjadi panas sampai meebuat keringat mengalir selain itu bisa dipastikan donk apa yang terjadi.... ya tanganku bergetar sampai tubuh juga ikut bergetar. Aku hanya menunduk sambil berbincang dengan diriku sendiri namun begitu selalu ada tanggapan dari suara yang berasal dari dalam tubuhku. Sesekali aku tengadah melihat ke arah patung mbah Zhenh Ho tapi tidak berani lama, karisma beliau terlalu besar sehingga membuatku takut (bukan takut seperti orang yang punya salah ya) sungkan dengan karisma yang beliau miliki. Keteduhan wajahnya membuatku nyaman berada disana.
Setelah dari hoa atas lalu ke goa bawah ya cuma sebentar berada disana ga kuat, rasanya disana penuh. Berdoa disana untuk naik melewati anak tangga sepertinya membutuhkan transferan energi, capek melanda. Terlwbih lagi ketika memandang ke depan aku melihat patung besar Zheng Ho, kali ini rasanya beda beliau seperti mentertawakanku ya bukan mentertawakan ngeledek seh ya gimana ya seperti seorang ayah yang lagi bermain dengan anak kecil dimana melihat anaknya lagi mencoba untuk berjalan tertatih-tatih menaiki anak tangga. Pokoknya beda aja melihat beliau kali ini.
Ketika ingin mengambil sendalku yang aku lepas di samping kiri kuil aku bertemu dengan pak Bio beliau sempat menanyakan perasaanku apakah sudah lega atau plong sekarang dan aku pun meeg iyakan. Berbincang sebentar dan undur diri dari kuil. Keluar dari area kuil aku tak langsung pulang namun seperti ada tarikan untuk berpamitan ke patung besar. Tanpa terasa kakiku menyusuri lapangan menuju ke patung besar dan disana aku bercerita bila sudah menjalankan semua misi. Beliau terlihat senang bahkan beberapa kali tersenyum padaku. Beliau juga berpesan meskipun misi sudah selesai tapi disurrhnya untuk mainnke tempat ini jika ada waktu. "Iya" bila ada waktu aku akan main ke tempat ini dan akupun berpamitan untuk pulang. Beliau mempersilahkan bahkan aku merasa beliau seperti mengusap-usap kepalaku dengan lembut, aiiiiih senaagnya sampai-sampai berlalu dari sana masih saja terlihat senyum sumringah dariku. Kegembiraan yang tak bisa dilukiskan dengan kata. Sangat sangat bahagia.
Di depan pintu keluar aku ga bertemu pak Joko katanya seh sedang cuti ya sudah munhkin nanti suatu saat ketika kesini dan bertemu beliau aku akan cerita. (15/08)
★Ell