8/17/2015

Perjalanan Tujuh Hari ~ Minggu

Hari ini rencana mau ngambil pesanan tas dan sore ingin ke pagoda. Namun dari pagi sudah malas, terlebih badan juga masih capek dan lemas juga masih terasa. Seperti sudah menjadi kesepakatan tanpa bisa di tawar jika hari ini harus dan wajib mendatangi pagoda ga bisa di undur kalau mau merubah jadwal bukan ke pagoda tapi ngambil tasnya boleh di ganti harinya, malah disarankan untuk hari senin saja. Dan saat seperti inilah seperti berada di tengah lingkaran yang diputar, serasa memiliki banyak cabang sedangkan yang terlihat hanya satu jalan dan memang hanya ada satu jalan sejak awal.

Oke keputusan akhir aku tetap mengambil tas, namun karena dari tadi pagi masih malas sehingga berangkat pun sudah siang boling dimana bila melihat keluar matahari seperti sedang mencari mangsa untuk merasakan sinar panas yang dimilikinya. Huuuuft..., walau panas namun merki konsisten dengan apa yang sudah meejadi keputusan. Jam 10:30 aku berangkat kerumah Suci untuk mengambil pesanan tas dariteman-teman, terlebih dahulu mampir ATM untuk menguras isinya. 

Jalan ga macet hanya saja ga mau ngebut, lebih memilih santai sambil menikmati apa yang ada di sepanjang jalan. Sampai di rumah suci sudah disambit keramaian  ke empat anaknya yang masih kecil-kecil. Ya namanya ketemu teman yang tadinya hanya menganggarkan untuk disana hanya sejam saja kalaupun lebih hanya sedikit tapi ngobrol-ngobrol sampai lupa waktu. Bila dibilang lupa waktu enggak juga seh ya karena sempat beberapa kali melihat ke jam dinding yang tepat berada di atas aku duduk, jadi tinggal melongok ke atas sudah terlihat arah jarum jam menunjuk ke angka berapa. Tapi selalu saja ada kata sebentar lagi dan sudah pewe meskipun agak pusing dengan suara Suci yang lagi ribut dengan anak-anaknya yang selalu berulah, maklum saja anak 4 asih kecil-kecil. Terlebih melihat diluar panas semakin menyengat bertambah dah kemalasan untuk pulang.

Hingga akhirnya jam menunjukkan angka 2, dan di dalam diriku seperti ada menyuruh untuk segera pulang karena masih ada tugas menanti. Tapi masih tetap saja asik ngobrol sampai aku mencium bau dupa, nah dari sanalah peringatan itu datang untuk tugas selanjutnya segera berpamitan dan berlalu. Di tengah perjalanan rasanya ingin langsung ke pagoda mengingat hari sudah sore biar ga bolak-balik tapi sepertinya ada yang melarang. Di suruhnya untuk memulangkan barang bawaan terlebih dahulu baru deh berangkat lagi. Hmmmm... mau protes tapi ga ada kesempatan dan tidak diperbolehkan. Sementara harus menurut apa yang sudah terjadwal.

Ditengah perjalanan sempat aku berhenti sebentar di minimarket untuk membeli minum, tenggorokan sudah kering rasanya terkena panas padahal tadi juga sudah diberi minum ketika bertamu. Tapi karena tak terbiasa minum dingin seteguk air yang masuk ke tenggorokan membuat kepala langsung berdenyut, pusing. Seperti otak yang yang panas lalu disiram air dingin. Ingin rasanya segera sampai rumah dan tidur. Tapi keinginan itu sepertinya harus di tunda terlebih dahulu. Ga boleh, harus nyelesein misi dulu untuk mendatangi pagoda. Semoga saja ga ditanya macam-macam karena bapak sudah mulai protes setelah seminggu kemaren aku berangkat pagi pulang sudah gelap, itu juga bukan sepenuhnya aku main karena sepulang kerja sekalian menyepi sehingga keliahatannya saja aku ga pernah ada di rumah. Selama perjalanan meskipun kepala pusing tapi masih menyempatkan untuk berpikir mencari alasan kalau ditanya namun bukan untuk berbohong ya, hanya mencari persamaan kata saja agar terlihat halus agar alasan diterima.

Sampai di rumah sudah hampir setengah 3, untung saja bapak tidur jadi aman. Di rumah hanya naruh barang, itu juga sudah didesak untuk segera berangkat dan setelah nego (berbincang dengan suara hati) barulah dapat tenggang beberapa menit untuk istirahat sebentar. Ga nyampe 5 menit aku pun berlali, pamit dengan ibu mau ke rumah teman.

Perasaanku ga karuan, ada rasa takut, was-was dan ada juga kebingungan. Ya mungkin karena aku belum pernah main ke pagoda dan jarang banget melaju motorku ke arah Semarang atas. Namun tekat dan dorongan itulah yang membuatku yakin untuk datang kesana. Tekat kuat mengalahkan ketakutan yang ada dalam diriku.

Sepertinya semua hal dipermudah, ada sesuatu yang kurang 'srek' menurutku yang aku sendiri ga tau itu apa sebenarnya. Bensin sudah main mata minta untuk di isi, dari dalam hati tak mengijinkan untuk berbelok sebentar untuk mengisi bensin sedikit negosiasi karena jalan yang aku lalui menanjak dengan jarak tempuh yang lumayan panjang itu membutuhkan tenaga lebih yang dapat membakar bensin lebih banyak dibanding dengan jalan datar. Ya akhirnya di perbolehkan untuk mengisi bensin, setelah melewati beberapa lampu merah dengan sedikit rasa takut bercampur jantung yang dag dig dug aku geber abu dengan kecepatan rata-rata.

Rasanya senang bukan kepalang ketika dari jauh sudah melihat pucuk dari pagoda yang menjulang tinggi. Semakin semangat untuk segera sampai disana. Berkali-kali senyum terurai dari bibir ini dan ucap syukur pun mengalir begitu saja waktu melewati pos satpam. Untuk masuk ke pagoda gratis, ga dipungut biaya. Sebagai tanda hanya dikasih tiket parkir ya mungkin juga sebagai tanda masuk. Selepas memarkirkan motor aku tak langsung beranjak, sejenak berdiri di samping motor dan menikmati setiap bangunan yang terlihat dari sana.

Mataku tertarik dengan bangunan besar yang ada di sebelah kanan pagoda, disana hanya terlihat beberapa orang pengunjung yang berfoto-foto di bagian luarnya. Di parkiran sudah berasa energinya dan ketika di anak tangga menuju pagoda seperti di sambut oleh patung Dewi kwan im yang diletakkan tepat di tengah di anak tangga teratas. Aku disambutnya, sebentar aku berdiri di depan patung dan berdoa bahwasanya aku sudah sampai disini. Aku melihat sekilas senyum dari patung Dewi kwan im juga tangan kananku yang bergetar dengan sendirinya ya menurutku senyum dan getaran itu adalah sebagai tanda bahwa beliau menerima kedatanganku. Dari tempatku berdiri ada sebuah pohon boldi, pohon besar yang usianya sudah ratusan tahun dan di bawah itu ada patung budha yang berwarna emas. Tarikan energi yang sangat kuat, hanya melihat saja tanganku bisa bergetar sendiri, perlahan aku dekati dan aku juga menyempatkan untuk berdoa disana.

Dari sana aku menuju ke atas. Sedikit bingung di anak tangga teratas ada peringatan batas alas kaki tapi disana masih saja melihat alas kaki sampai atas. Terlebih miris melihat tempat yang digunakan untuk sembahyang atau doa malah dibuat untuk selfi, tanpa sungkan dan melihat sekitarnya. Aku yang niatnya kesana ingin berdoa hanya berdiri sambil memperhatikan tingkah polah orang-orang yang datang kesana.

Setelah sedikit bingung aku dekati seorang pria yang masih membersihkan lantai untuk menanyakan bahwasanya aku ingin bertemu juru kunci di tempat itu namun kata masnya itu disana tidak ada juru kunci hanya ada pengurus ya termasuk dia. Karena ga ada juru kunci yang bisa ditanya aku pun mengutarakan kedatanganku kesini kepada masnya dan seperti di baagku merah ia mengatakan "mengapa tidak berdoa saja, ga ada salahnya jika berdoa" iya benar juga mungkin dengan berdoa bisa dituntun atau ditunjukkan apa yang ingin diperlihatkan padaku.

Dan mas itu pun membimbingku untuk membakar dupa sepanyak 3 batang, melihat ditanganku ada dupa dan mas nya yang ada di sampingku dengan sendirinya orang-oranh yang masih asik berselfi itu pun pergi sedikit menjauh sekedar memberi kesempatan padaku untuk berdoa. Dengan anjuran masnya yang menyuruhku bersimpuh beralas bantal di depan patung Dewi dan berdoa sesuai keyakinanku dan juga menanyakan apa gerakan misteri yang ingin diperlihatkan hingga menarikku ke tempat ini.

Tak lama setelah memberi salam tanganku mulai bergetar, semakin lama makin besar dan lama sampai aku takut bila api dari dupa itu akan meegenai ku. Mata terus saja terpejam berdoa dengan konsentrasi tinggi bahkan ketika mata sudah terbuka pun tangan masih saja bergetar dengan kencang sampai membuat tubuhku ikut bergerak. Entah apa yang ada dalam pikiran mas penjaga yang duduk di sampingku yang aku tau hanya tubuhku lemas dan keluar keringat seperti orang yang habis lari jauh. Setelah aku bisa menguasai keadaan aku berdiri dan menancapkan dupa di tempatnya lalu pergi dari tempat itu duduk di bagian samping.

Mas yang tadi menuntunku ikut duduk di sampingku, lama aku ngobrol-ngobrol tentang adanya tarikan di bangku merah hingga diarahkan ke pagoda ini. Tak terlihat ekspresi apa pun darinya mungkin saja hal seperti ini sudah sering ia lihat. Beberapa kali ia beranjak dari tempatnya duddk untuk membantu pengunjung yang ingin berdoa juga ia memberikan aku air suci yang sudah dikemas dalam bentuk botol. Selama mengobrol dengannya otak dan mataku berkeliaran mengamati keadaan sekitar termasuk orang-orang yang berkunjung ke tempat itu. Karena penasaran aku juga menanyakan bangunan yang ada di seberang, ternyata disana bukanlah aula seperti yang aku kira sebelumnya akan tetapi disana sebenarnya juga tempat ibadah bahkan disana ada patung Budha.

Penasaran dengan keadaan di dalam pagoda dan melihat tadi ada beberapa orang yang masuk dari samping aku pun minta izin pengurus apakah boleh jika aku melihat kedalam dan dipersilahkan. Patung besar dengan senyum lebar menerima siapa saja yang datang, teduh dengan segala kesederhanaannya. Ga  sampai disitu seperti menggelitik pikiranku, celingak celinguk mencari penjaganya "mas kalau mau pegang patung yang kecil-kecil yang ada di samping itu boleh ga ya" tanyaku kepada pengurus yang aku lihat, pengurus itu pun memperbolehkan. Dengan takut-takut sebelumnya meminta ijin juga dengan Dewa yang ada disana aku langkahkan kaki mendekat ke altar dan memegang satu persatu pating Dewi Kwan Im. Tapi anehnya patung kecil yang aku pegang seperti datas, ga merasakan ada sesuatu di dalamnya (ada isinya) api ada juga yang menggetarkan tanganku ketika disentuh tapi ga semua. Deretan patung Dewi Kwan Im aku pegaag semua bahkan aku juga meeberanikan memegang jugah yang dipakai Dewi Kwan Im tapi ya seperti ga ada apa-apa.

Setelah puas memandangi patung Dewi Kwan Im yang berada di dalam pagoda aku pun keluar, Mengingat hari sudah beranjak sore aku pun undur diri untuk pulang eh sebenarnya ke bangku merah seh. Sebelum pulang masnya memberi anjuran untuk berdoa dibawah pohon boldi karena menurutnya energi paling besar berada disana dengan membawa dupa dari sini, iya aku merasakannya. Ada keinginan untuk membakar dupa untuk patung-patung yang berada di luar namun niat itu aku urungkan setelah melihat disana sudah ada banyak dupa yang menyala.

Memutari pagoda untuk melihat-lihat patung yang berdiri mengelilingi pagoda. Aaah selalu saja perasaan ingin menyentuh patung itu datang lalu aku tanyakan lagi kepada pengurusnya apakah patung yang mengelilingi pagoda yang berada di luar itu boleh di sentuh. Selalu mendapat jawaban sama "boleh" sebelum meeyentuh patung aku berdoa dan minta ijinnya baru memegang kaku atau bagian lain dari patung itu. Setiap patung memiliki kekuatan atau energi yang berbeda. Aku ga paham arti dari setiap patung, mau bertanya namun mas-mas penjaganya lagi sibuk karena hari itu banyak tamu atau pengunjung yang datang untuk berdoa atau juga sekedar rekreasi numpang selfi. Mungkin suatu hari nanti akan aku tanyakan.

Aku pegang setiap patung yang mengelilingi pagida, beliau menerima kedatanganku dan meeberikan senyum manis untukki. Di patung yang terakhir sepertinya ada yang mengajak bercanda. Di setiap patung ada tempat untuk menancapkan dupa, nah di patung yang teraahir ini ketika aku memegang kakinya asap dupa mengarah kepadaku ya mungkin saja angin pikirku gitu mengingat berada di ruangan terbuka sekeliling banyak pepohonan sehingga ketika angin berhembus asap dupa akan mengikuti kemana arah angin. Lalu aku beralih ke bagian yang lain tapi sama saja asap dupa mengenai muka sampai terhirup olehku apa seh ini padahal saat itu angin tidak berhembus ini aku buktikan dengan melihat kearah dahan dimana daun-daun diam tak bergerak. Lalu aku bergeser tepat di depan tapi sama saja masih kena, geser ke samping kanan kena juga dan beralih alih masih tetap kena. Lalu aku pamitan dan pergi meninggalkan patung.

Melihat ada pintu lain untuk masuk ke pagoda. Ternyata ada 3 pintu terpisah, pintu utama yang ada di depan persis patung dan di samping kanan kiri nya. Aku masuk ke dalam, ornamen yang sama ketika melihat patung Dewi Kwan Im terlihat berbeda dari arah kanan yang tadi aku masuki namun disana juga ada deretan patung kecil, satu persatu kupegang patung itu untuk merasakan energi atau berinteraksi dengan patung yang terpegang tanganku. Dibanding sebelah kanan tadi patung disebelah kiri powernya sedikit lebih besar. Memandang patung Dewi dan juga melihat deretan patung kecil di altar, dipinggir meja persembahan aku melihat deretan semut yang entah menuju kesana. Dalam hati tiba-tiba ada suara "jangan dibunuh, biarkan saja mereka hidup mencari makan" enggak aku hanya memperhatikan deretan semut-semut itu saja setelah dirasa cukup aku melangkah keluar tapi pandaagaa mataku menangkap ukuran yang ada di pintu. Ukiran pintu dengan model dua daun pintu itu meeiliki dua model atau gambar berbeda satu sisi bergambar dua macan disisi satunya bergambar bangau.

Kali ini aku benar pamitan kepada pengurus dan berterima kasih karena sudah dijamu serta meminya dupa untuk dinyalakan di pohon boldi. Di bawah pohon ada 2 patung disisi sebaliknya. Selaau saja menemukan orang-orang yang lagi eksis dengan gambar dirinya, sedikit bingung juga ingin langsung nyalain dupa tapi mereka masih asik selfi akhirnya aku beri kesempatan mereka, ya walaupun letaknya sedikit jauh dari patung tapi patung Budha itulah yang menjadi latar belakang foto mereka.

Tapi kapan selesainya juga mereka berfoto-foto..., bodo amat lah akhirnya aku nyelonong mendekat ke patung Budha. Kekuatan yang besar sampai kakiku langsung terasa lemas karen tulang-tulangku seperti kena setrum, aaaah asik bener dah. Hawatir ketika meyalakan dupa tanganku bergerak takut ada yang melihat bahkan sampai dupa yang sudah menyala kembali mati karena goncangan dari tanganku yang kelewat besar. Untung saja tidak ada seorang pun yang menyadarinya (semoga saja begitu). Dan berdoa disana juga disisis satunya yang meeghadap jalan raya seraya berpamitan untuk pulang. Sebagai anak yang baik aku juga pamitan dengan pating Dewi Kwan Im yang terletak tak jauh dari pohon boldi, senaagnya hatiku mendapat senyum dari semuanya juga kedatanganku kesini diterima deegaa baik.

Ketika menuju parkiran yang berada diantara bangunan yang aku kira aula dan pagoda seperti ada yang mengarahkan langkahku menuju ke bangunaa itu. Ini sendal dicopot dimana...?! Ingung secara disana tidak ada petunjuk juga lantai di teras terlihat kotor dengan tapak kaki. Aku copot sendalku di anak tangga dan masuk ke dalam. Selalu saja bingung menyertaiku di tempat ini. Tengak tengok, tidak ada siapa-siapa di dalam hanya satu orang bapak yang tidur di tepi pintu. Tempat itu sangat luas dan aku melihat ada pintu lain eh benar ga ya jika aku lewat dari sini...?! Ga tau aah, pede aku langkahkan menuju meja peesembahan untuk mengambil dupa ada dua tempat dupa di antara tempat menancapkan dupa tapi yaag disebelah kanan (dilihat dari arahku berdiri) tinggal sedikit. Ketika ingin menyalakan dupa aku sedikit kesusahan, disana ada api juga ada lilin yang digunakan untuk menyalakan yang mana.... aku milih yang di dian tapi bagaimana caranya tidak ada pintu untuk membuka sampai aku raba-raba tempatnya siapa tau tidak ada penariknya tapi beneran tidak ketemu. Namun begitu di bagian atasnya berlubang juga di sisi bagian atas juga ada sedikit lubang. Mengingat ke imutanku sehingga tidak nyampe jika menyalakan dupa dari atas maka memilih untuk mengambil api dari lubang bagian atas.

Beberapa langkah dari meja tempat meletakkan dupa aku pandangi patung yang ada disana, berharap mendapat senyuman tapi lama menanti tak menemukan. Aku mulai berdoa tapi bagaimana caranya...?!!! Aaaah ini kebingungan yang keberapa ga ngerti dah aku berdiri dan mulai berdoa tapi sepertinya salah trus berlutut tapi sepertinya salah juga kembali lagi berdiri dan meneruskan berdoa juga meminta maaf jika cara yang aku gunakan salah tapi masih separuh doa mataku terbuka dan kembali kebingungan menyertaiku "bagaimana ini caranya....." tanpa sengaja mataku menangkap ornamen berbentuk lingkaran dengan kaca warna warni yaag ada di atap dan instingku mengikuti untuk berada tepat dibawah lingkaran itu untuk berdoa. Dari tempatku berdiri sekarang patung Budha terlihat lebih jelas dan tepat berada di tengah segaris antara patung dan pintu masuk. Aku lanjutkan untuk berdoa dengan posisi berdiri tapi sepertinya ada yang janggal tapi apa aku ga tau terus saja berdoa sampai selesai dan ketika membuka mata berharap mendapatkan senyum dari Budha tapi lama disana tidak mendapatkan apa yang aku inginkan.

Menatap lama ke patung Budha masih berharap ada senyum disana tapi aku menangkap Budha marah. Memang Budha menerima kedatanganku tapi Budha marah, entah tingkah atau perbuatanku yang mana yang meebuatNya marah. Setelah menancapkan dupa dalam hati meminta maaf jika perbuatan atau perkataanku ada yang salah selama disana karen memang sungguh aku tak mengerti bagaimana tatacaranya. Menunggu tetap saja ga dapat penjelasan apa yang tidak berkenan dan ga ada senyum, ya sudahlah beranjak pergi dari tempat itu sebelumnya mengaabil tas yang tergeletak begitu saja di lantai tak jauh dari tempatku berdiri.

Di dinding pagar bagunan ada relief sepertinya itu cerita di setiap gambar ada satu kata yang terpahat dengan jelas. Mungkin itu kata yang menjadi unsur kehidupan menurut ajaran agama Budha. Terus saja mengamati dan membaca satu persatu relief yang ada di dinding itu. Ketika berada di pintu masuk yang sebenarnya yang langsung lurrs menuju patung Budha sekali lagi aku memandang ke arah patung lalu menunduk dan meminta satu senyum tapi tetap saja tidak mendapatkan masih terlihat marah, aku juga bertanya apa gerangan yang membuatkubtak mendapatkan senyum...

Aku kembali menyusuri gambar di dinding tapi mataku teralihkan dengan teras yang sangat kotor, lalu ketika berada di belah kanan bagunan aku melihat ada beberapa pondok berdiri dengan cat warna hitam, tempatnya agak ke bawah namun tak begitu jauh dari bangunan itu. Entah ya saat melihat barisan pondok bentuknya sama tapi terusik dengan pondok yang paling ujung, seperti ada sesuatu. Terasa hitam, ga mengenakkan dan seperti ada yang memandangiku, dan di teras itu pun ga nyenengin. Gelap, gersang dan entah apa lagi kata yang cocok karena aku tak bisa menjabarkan apa yang aku rasakan kecuali kata "ga suka dan gelap".

Terus saja menyisuri teras yang melingkari bangunan itu di sisi belakang tidak segelap yang di samping tadi meskipun juga masih ga begitu menyenangkan, namun ada sisi lain dimana dari tempat itu melihat keagingan pagoda yang berdiri menjulang ke langit, indah. Perlahan langkahku sampai menuju ke titik awal aku melangkahkan kaki dan itu artinya kunjunganku di tempat ini selesai. Saatnya beralih ke bangku merah.

Setelah menempuh jarang kilo an meter (entah lah ga pernah mengukur seberapa jarak yang aku tempuh) akhirnya sampai juga di baagku merah. Oh ya ketika di turunan tanah putih, disana ada jalan bercabang meskipun nantinya berujung ke titik yang sama aku memilih jalan sebelah kanan, jalan besar dua arah. Selama melewati jalan itu aku merasakan panas, bukan karen udara masih panas atau gimana tapi panas karena ada sesuatu. Ya memang disana ada satu makam yang sampe sekarang masih ada karena beliau tidak mau dipindah.

Berhubung waktu sudah semakin sore, setelah sampai di bangku merah langsung saja menuju mushola setelahnya langsung masuknke kuil. Aku masuki 5 kuil satu persatu sesuai urutan. Menyalakan dupa dan berdoa sesuai keyakinanku itu sudah pasti, setelah semua kuil aku masuki barulah aku masuk ke goa atas. Di dalam terasa panas sampai keringat bercucuran, selalu ada getaran bahkan sampai badanku ikut terguncang, berbicara dengan Eyang dan laporan bila tugas sudah terselesaikan semua, ada interaksi dari setiap kata yang aku ucapkan (seperti ada percakapan dari dalam diriku) dan di goa ini aku selalu mendapatkan senyum keteduhan dari patung Eyang Zheng Ho.

Tak lama aku berada disana, setelah percakapan dan getaran itu berhenti aku segera keluar, huuuuuft... rasanya enak banget dari tubuh yang basah dengan keringat tiba-tiba ada hembusan angin. Angin yang meebawa kesegaran dan perubahan kearah kebaikan, aamiin. Dari goa lalu menuju ke goa bawah disana juga tak lama hanya mengucapkan salam dan sedikit perbincangan. Ooh tentu saja di goa bawah tanganku juga bergetar sampai kakiku sedikit lemas karena berdiri menopang tubuhku padahal juga hanya sebentar.

Ketika mau balik bertemu dengan juru kunci pak Bio, ya tentunya bisa ditebak donk berhenti ngobrol. Sepertinya beliau tau apa yang aku rasakan "blog ya" iya benar-benar plong semua ganjalan semua seakan sirna, untuk bernafas pun bebas seperti jalan pernafasan bersih steril dari segala pengganggu yang bisa menghambat perjalanan. Tak lama juga aku ngobrol segera berpamitan untuk pulang.

Tapi ketika dari pintu masuk saat ingin melaagkahkan kaki ke bangku merah sekedar istirahat sebentar sebelum pulang langkah kakiku malah terarah ke patung besar. Aku ga mendekat untuk memegang patung itu, hanya melihatnya dengan jarakbya mungkin 4-5 langkah dari patung. Rasanya bangga, beliau tersenyum padaku. Terus saja memandang ke wajah yang penuh karisma itu sambil berbicara dari dalam hati, berbincang sepertinya kata yang tepat. Aku bercerita bahwa sudah menyelesaikan semua tugas, beliaunya senang berkali-kali melihat senyum bahkan entah benar atau cuma imajinasiku saja jika beliau mengedipkan sebelah matanya padaku beberapa kali. Berbincang seperti teman, aku senang senang senaaaaaang banget.

Setelah cerita semuanya lalu berpamitan, beliau terus saja tersenyum dan membiarkan aku pergi tapi belau sempat berpesan untuk sering-sering main kesini bila ada waktu luang. "Iya" dan sebelum aku beraajakbpergi rasanya beliau mengelus-elus kepalaku, nah inilah hal yang paling aku suka dibelai atau di elus dibagian rambutku seperti anak kecil yang lagi manja-manjaan. Dan setelahnya aku pulang kebetulan hari ini pak Joko lagi tidak tugas jadi ga ada acara ngobrol di pintu keluar dan bisa langsung pulang.

Sampai rumah bertepatan dengan adzan magrib, aaaah rasanya hari ini senang banget dan aku merasa awal baru dariku baru dimulai. Tinggal menunggu tugas selanjutnya dan semoga tidak terlaau sisah juga semoga semua ini bisa selesai untuk menyempurnakan apa yang sudah aku miliki dan berharap akan berguna untukku, bermanfaat untuk orang disekelilingku dan bisa membantu orang-orang yang membutuhkan pertolonganku. (16/08)



★Ell