8/14/2015

Perjalanan Tujuh Hari ~ KAMIS

Hari ini aku datang ga sendiri namun ditemani bu Ary, sama sepertiku bu Ary juga mendapat tarikan untuk datang ke tempat ini beberapa waktu lalu namun karena kesibukan dan lain hal maka baru kali ini dia datang terlebih karena beliau mulai takut sebab yang mengundangnya mulai marah karena undangannya diabaikan. Tadi di kantor aku sempat bercerita tentang apa yang aku alami disana, dan karena sedikit bujukan juga mungkin waktunya sudah pas makanya bu Ary pulang kerja ikut denganku ke bangku merah.

Sampai di sana tidak bisa langsung masuk karena di parkiran masih ada arak-arakan yang membawa tamu (abu) dari kelenteng lain yang datang untuk menghadiri acara semalam dan hari ini akan di kembalikan ke tempatnya semula. Sangat ramai dan seperti karnaval ada beberapa orang di dandani seperti kerasakti, biksu tong, nacha, patkai, dan beberapa tokoh lain yang masih ada kaitannya dengan cerita tentang perjalanan atau sejarah china. Cuaca terik di luar tak menyurutkan pengunjung juga warga sekitar untuk menyaksikan arak-arakan yang hanya ada satu tahun sekali.

Setelah bisa lewat kami segera masuk, berhubung belum sholat makanya aku suruh bu Ary untuk mencari bangku sambil menungguku selesai sholat. Sempat menyapa bu Nor dan bu Sri yang lagi istirahat di sudut dimana merwka biasa menghabisakan waktu untuk menjaga toilet. Setelah sholat aku kembali menyapa kedua ibuku ini, ya sebenarnya ingin yang aku tanyakan bahwa untuk hari ini bolehkan untuk ke dalam dan jika kita berdua berapa dupa yang harus dibeli untuk berdoa di dalam. Bukan sebuah jawaban yang aku dapatkan malah bu Nor mengajak untuk bertemu mami (entah siapa lagi ini) agar mendapat jawaban yang jelas sekalian untuk memberitahukan tentang mukena yang aku kasih kemaren. Karena bu Nor takut bila suatu saat mami lagi mengecek infentoris dan menemukan barang baru tanpa sepengetahuannya tentunya menjadi masalah baru.

Dengan sedikit bingung dan tak bisa menolak lagi aku ikut bu Nor untuk bertemu mami. Ternyata yang di maksud mami itu seorang ibu yang sudah berumur yang jaga di koperasi atau warung. Bu Nor menceritakan rentetan cerita bahwa aku sudah membelikan dua mukena baru untuk mushola dan itu semua atas perintah (bisikan) dari mah Sampokong, dari jumlah, pemilihan warna semuanya beliau yang memilih. Mendengar cerita itu mami sepertinya paham dan mengatakan bila semua yanh diperintahkan beliau sudah dilaksanakan sebaiknya masuk menghadap beliau (laporan) ahwa semuanya sudah dilaksanakan. Lalu aku pun disuruhnya masuk untuk laporan bahwa semua tugas sudah dilaksanakan.

Sebelum berlalu dari tempat itu aku membeli satu bungkus dupa terlebih dahulu, lalu berjalan diantara deretan bangku taman yang berwarna merah mencari bu Ary. Aku melihat bu Ary duduk di bangku paling depan sambil melihat lurus ke lapangan. Aku dekati dan duduk di sebelahnya,
"melihat apa bu....?!"
"Itu mba dari arah pintu sana (pintu di belakang yaag dekat dengan patung besar) ada pasukan berkuda berjalan menuju ke tengah lapangan"
"Dimana to bu..., pintu yang sebelah sana itu ya" tanyaku untuk meyakinkan maksud dari cerita bu Ary.
"Iya mba dari pintu sana ada banyak pasukan berkuda berjalan ke tengah lapangan dan berbaris dengan rapi, laau di mimbar ada seseorang tadinya berdiri lalu duduk. Cowok pakali baju kebesaran" ibu Ary menceritakan apa yang dilihatnya dengan detail.
"Penuh ya bu"
"Iya mba, penuh banget ya mungkin karena ada acara sehingga pada datang berkumpul"
"Kalau aku tertarik dengan pating besar yang ada disana bu"
"Iya. Patung itu kaya manggil-manggil suruh kesana."
"Kelihatan hidup kan, lihatnya itu berasa adem banget. Tapi beberapa hari ini aku penasaran dengan gambar naga yang ada di bajunya"
"Yang mana to mba..?!"
"Itu bu ganbar naga yang di baju, bajunya itu kan di tengah bagian dadanya ada gambar naganya nah kalau dilihat brasa hidup"
"Yang di tengah itu ya, iya mba. Tapi kok di patingnya di pipi sebelah kanan seperti memereh kena sinar matahari."
"Masa bu"
"Bener mba itu di pipi sebelah kanan (muka sebelah kanan jika mulai sore memang terkena sorotan matahari) memerah, keringatnya banyak."
"Ya iya seh lihatnya sedikit memerah, gimana kalau kesana dulu bu biar plong"
Dan kami berdua pun beranjak dari tempat duduk berjalan menuju patung besar itu.

Setelah dekat dengan patung besar aku pun memperagakan saat tangaku menyentuh patung dan mendapat getaran walaupun sebelumnya aku juga sudah menceritakan kepada bu Ary beberapa hari yang lalu. Dan benar saja bu Ary juga merasakan kekuatan energi dari pating itu yang katanya sangat besar. Bu Ary juga mengatakan bahwa beliau ingin bu Ary menyebarkan tentang tempat ini kepada sukunya (orang Jawa) sempat juga membahas ketidak yakinan bahwa aku asli Jawa tulen mengingat kulit dari kakek yang putih bahkan beberapa orang yang sering mengatakan mataku sipit, mungkin masih ada campiran sedikit-sedikit kali ya, entahlah aku juga belum mengetahui itu secara pasti.

Melihat patung itu bu Ary sependapat denganku bahwa patung zheng Ho terlalu berwibawa dan memiliki karisma yang luar biasa juga meneduhkan bila dipandang. Dan naga yang ada di bajunya juga seperti hidup. Diskusi tentang apa yang kita rasakan dan kita tahu itu membuat semakin tau dan paham apa yang kita rasakan itu nyata setelah menikmati patung besar itu kami pun memutuskan untuk ke dalam namun sebelum beranjak pergi bu Ary sempat melihat patung itu melambaikan tangannya dan mengucapkan terima kasih sesekali disuruhnya datang lagi. Namun sampai disini bu Ary belum tau apakah alasan atau yang ingin diperlihatkan padanya.

Kami pun masuk, karena sudah membawa dupa jadi tak perlu lagi meebeli tiket masuk. Langsung menuju ke kuil ke empat dimana aku biasa datang. Sampai disana disambut oleh pak Kong dan seperti sudah tau aku pun dipersilahkan langsung masuk saja ke goa. Namun aku juga memperkenalkan bu Ary dan menceritakan bahwa ia juga seperti diundang ke tempat ini namun sampai sekarang belum tau apa yang ingin diperlihatkan atau ditunjukkan padanya. Oleh pak Kong bu Ary juga disarankan untuk masuk ke goa dan bertanya langsung kepada beliau. Namun karena di dalam masih ada orang kami pun menunggu di luar sambil meeikmati relief (patung) yang ada di luar goa.

Walaupun di luar energinya masih terasa. Bahkan ketika aku menyentuh salah satu patung tanganku masih saja bergetar. Dan bu Ary juga sependapat jika energi di sana besar. Setelah yang di dalam sepi ketika mau masuk eh malah ada rombongan mentri datang dan berniat masuk maka kita urungkan niat itu dan tetap menunggu di luar sampai rombongan itu pergi. Ketika dirasa sudah benar-benar sepi maka kami berdua pun masuk, mulai sibuk dengan kesibukan masing-masing yang berkomunikasi dengan beliau yang ada disana. Rasanya ruangan itu panas sampai keringat bercucuran dan baju yang aku pakai terasa basah. Tangan bergetar bahkan tubuhku juga ikut bergetar sampai berasa mau terbang, ringan dan benar-benar seperti tidak menyentuh karpet. Aku ikuti setiap getaran, terus berbicara dengan suara hati dan selalu saja ketika melihat patung yang ada di depanku ada rasa takut namun tenang. 
Aaah apa ini getaran dan suasana panas, sedikit lama dari kemaren dan di belakangku sudah ada beberapa orang lain yang juga sedang berdoa, bukan berdoa melainkan sedang berbincang-bincang dan itu suara tidak hanya milik satu dua orang tapi ada beberapa orang. Aku buka mata dengan tangan kanan masih saja bergetar namun sesekali berhenti dan mulai lagi, di sudut kanan dengan ekor mataku aku melihat ada orang yang berdiri sambil foto-foto aku takut bila ada orang yang tau tentang tanganku yang bergerak sendiri. Entah beliau yang terusik dengan kehadiran orang-orang itu atau tau tentangbkehawatiranku perlahan gerakan itu melambat dan berhenti. Ketika getaran sudah berhenti dan dirasa sudah cukup dengan nafas yang masih ngos-ngosan aku keluar, disana sudah ada bu Ary, entah sejak kapan dia keluar karena aku terlalu fokus sampai ga menyadari jika bu Ary sudah keluar terlebih dahulu.

Di luar rasanya sejuk segala gerah yang dari tadi aku rasakan perlahan hilang dengan semilir angin yang bertiup. Bu Ary keluar lebih cepat katanya tidak kuat dengan energi yang ada di dalam, dan ia juga mengatakan jika aku kuat bisa lama berada disana padahal kekuatan yang disana sungguh besar. Katanya bu Ary ga kuat makanya hanya sebentar minta ijin untuk segera keluar. Ga tau juga kenapa bisa karena selama ini aku hanya bertahan untuk tetap disana sampai semuanya selesai, enggak ngerti juga bagaimana bisa bertahan sampai akhir. Kami diluar sambil berbincang, dan ada rombongan lagi yang datang sepertinya juga pegawai pemerintahan.

Sambil beristirahat karena lemas dan lelah bu Ary menyusuri patung perjalanan Zheng Ho di luar goa dan aku juga sempat mengutarakan jika ingin memfoto Zheng Ho yang ada di relief itu, lalu aku ambil hp ku dan bersiap mengambil foto namun ga bisa. Aku kira tanganku yang tak bisa detak karena sidik jariku yang terlalu tipis, aku coba sekali lagi namun tetap ga bisa lalu aku minta tolong bu Ary untuk memencetkan tombolnya sementara aku yang ngepasin lensanya namun tetap saja ga bisa, padahal tombol yang di tekan sudah berubah warna biru tapi ga ada hasil yang tercetak. Wajah keheranan dari kami berdua dengan apa yang baru terjadi, sementara melihat orang lain enak saja jeprat jepret mengambil foto yang disukai tapi aku mau ambil satu saja tidak bisa ya mungkin beliau ga ingin di foto, ga ingin aku melihat terlebih menyimpan gambarnya karena aku memiliki "sesuatu", sedangkan yang lain kan ga bisa interaksi sehingga menganggap yang ada di depannya hanya seni, relief untuk mempermudah memahami jalan ceritanya.

Dari goa atas aku ajak bu Ary menuju ke goa bawah. Disana sama saja bu Ary mengatakan jika disana penuh ya mungkin karena ini hari besar  mereka sehingga semuanya pada datang. Di goa bawah hanya sebentar setelahnyanya balik ke bangku merah. Selama perjalanan keluar dari goa bawah bu Ary mengedarkan pandangan ke atap-atap bangunan kuil yang paling besar lalu tiba-tiba bu Ari menyadari jika cat di kuil ini sama seprti di rumahnya. Dengan latar belakang merah, ornamen yang berwarna kuning atau bisa diartikan emas dengan sedikit sentuhan hijau disudut-sudutnya. Iya bu Ary baru sadar jika inilah yang ingin ditunjukkan kepadanya yaitu bangunan yang memiliki atap merah ornamen warna kuning dengan sedikit sentuhan warna hijau disetiap sudutnya. Dan ketika memilih cat pun bu Ary katanya tanpa sengaj hanya suka saja, sampai-sampai ingin browsing tentang arti dari warna merah dan kuning (emas) apakah ada makna khusus atau hanya sebagai ciri saja. Geli juga melihat antusias bu Ary yang sangat besar untuk segera memegang leptop agar bisa mencari tau arti dari warna-warna itu.

Kami sempat bercerita ngalor ngidul tentang keadaan kantor tapi yang banyak tentang tingkah pak Ares yang selalu bersifat manja bahkan juga cemburu bila bu Ary lagi prospek atau bertemu dengan temannya. Ini juga bu Ary sedang menunggu pak Ares untuk menjemputnya. Pasangan yang pas deh mereka yang cowok lemah lembut sementara yang cewek grusa grusu ga bisa halus dan cenderung tomboy. Aku juga cerita tentang mas zago kenalanku kemaren tentang semua petualangan spiritualnya dan bu Ary pun sependapat denganku jika ia orang yang ga bener.

Lama kita ngobrol-ngobrol sampai jemputan bu Ary datang, tentu saja pak Aris siapa lagi yang mau panas-panasan dan rela jauh-jauh hanya untuk menjemput bu Ary. Selepas kepergian bu Ary bingung juga mau ngapain. Setelah sholat aku pun pulang ga jadi sampai malam. Mungkin jam 5an aku pulang ke rumah setelah di pintu keluar ngobrol dulu dengan pak Joko tentunya. (13/08)



★Ell