Cerita terus saja mengalir, dari matanya aku melihat semburat kesedihan. Air matanya mulai menggelayut di pelupuk mata. Kekecewaan yang teramat sangat dari seorang ibu kepada anak yang dibanggakan diantara sembilan anaknya yang lain. Kehidupan yang sulit dengan sembilan anak membuat mereka harus ekstra keras untuk mendapatkan uang demi bisa makan dan memberikan kehidupan yang layak serta pendidikan sebagai bekal masa depannya karena hanya pendidikan lah yang bisa mereka wariskan meskipun itu tidak sampai perguruan tinggi namun setidaknya dengan pendidikan itu mereka diharapkan bisa bersaing dan mengadu keberuntungan dengan orang-orang di luar sana. Bisa bertahan hidup dan memulai kehidupannya ketika sudah dewasa.
Namanya produk ga semuanya bisa menjadi kualitas unggulan terkadang ada cacatnya (barang ga lolos sortir), telur sekeranjang tidak semuanya bagus, selalu ada yang busuk. Begitu juga dalam keluarga, tak semua buah hati bisa menjadi kebanggaan, selalu salah satu diantara mereka akan menjadi pembelot dalam keluarga. Begitu juga kk uri, ketika belum menikah menjadi anak kesayangan namun ia juga yang setelah dewasa dan berumah tangga bagai malin kundang yang durhaka kepada orang tuanya.
Ketika masih kecil ia selalu di utamakan diantara sorada-sodaranya yang lain namun tetap saja kk Uri masih cemburu dan merasa dianak tirikan, protes dan ga terima selalu ia lontarkan kepada orang tuanya. Kak Uri hanya ingin menjadi yang terbaik diantara semua sodara-sodaranya bahkan ia cenderung sombong yang tak pernah melihat bagaimana perjuangan orang tuanya serta kehidupannya, yang ia lihat hanya atas, melihat kepada orang-orang yang kehidupannya lebih baik darinya namun begitu ia sendiri pun ga mau berusaha mengubah nasipnya agar lebih baik dari yang sekarang.
Ia pernah merebut padar kakaknya (kak etik) padahal dengan wajahnya yang lebih cantik dari kakaknya harusnya ia bisa mendapat lelaki lain. Bahkan ada juga beberapa lelaki yang mendekatinya namun hanya dipandangnya sebelah mata karena ia sudah terpikat cinta lelaki pacar kakaknya. Kak Uri lebih aktif untuk mendekati lelaki ini (kak pon) dan apesnya kak Pon juga memberikan respon yang sama. Hingga secara diam-diam mereka jadian tanpa sepengatuan kak Etik. Mereka menjalin hubungan secara diam-diam, mencari jalan aman agar tidak satu orang pun curiga dan mengendus permainan ini. Ya namanya bangkai bagaimanapun di tutupi suatu saat akan tercium. Permainan petak umpet itu pun kini berakhir karena kak Etik sudah mengetahuinya. Hati siapa yang tidak hancur melihat kekasih yang sangat ia cinta berselingkuh apalagi dengan adik kandungnya sendiri dan itu sudah berjalan lama. Hatinya sangat remuk, kecewa dan entahlah bahasa apa lagi yang bisa mewakili perasaannya.
Sebagai seorang ayah melihat anak gadisnya diperlakukan begitu tentunya tak terima. Hingga suatu hari orang tuanya Pak Di, mengundang pemuda ini dan mempertemukan mereka bertiga menyidang mereka dihadapan anggota keluarga yang lain. Mencari kejelasan tentang kabar yang didengarkan dan meluruskan permasalahan. Kak Pon serta kak Uri ditanya tentang kabar bahwa mereka sudah pacaran dan mereka pun mengakui bahwa mereka selama ini sudah pacaran. Betapa murkanya sang ayah mendengar itu semua. Kebenaran terkadang terdengar lebih menyakitkan, namun nasi sudah menjadi bubur, cinta tak jarang membunuh logika dan menghalalkan segala cara meskipun itu salah. Mau marah seperti apa pun tak ada guna karena cinta sudah menjadi batu yang mengeras menutupi hati nurani, bingung juga ketika harus memutuskan karena apa pun keputusan yang akan diambil putrinya lah yang menjadi korban.
Sudah ga bisa berbuat apa-apa akhirnya sang ayah pun menanyakan kepada Kak Pon tentang perasaannya, dan anehnya Kak Pon masih saja bisa menjawab bila ia mencintai keduanya. Hati siapa yang tak hancur mendengar jawaban seperti itu. Semakin gusar saja Pak Di mendengarnya, ayahnya memberi ultimatum agar kak Pon memilih salah satu dari kedua anak gadisnya atau melepaskan keduanya. Memang keputusan yang sulit terlebih untuk Kak Etik, namun ini akan lebih baik daripada ia mendapat harapan kosong dari Kak Pon. Dan akhirnya Kak Pon pun memilih kak Uri. Entah ini keputusan benar atau salah yang pasti dengan adanya jawaban itu pun semua masalah dianggap selesai.
Kak Etik merasa ini ga adil, ia yang terlebih dulu kenal dan menjalin hubungan namun mengapa adiknya yang mendapatkan. Ia merasa orang tuanya memihak kepada adiknya, sakit hati juga kecewa dengan kepurusan mereka namun tak ada yang bisa dilakukannya, hanya bisa menerima nasip dan pasrah dengan keadaan yang ada di depannya. Kejadian ini membuat kak Etik menjadi pendiam dan banyak murung di dalam kamar. Bahkan ia sekarang lebih sering kerja lembur, mungkin itu salah satu cara untuk mengenangkan hatinya yang kecewa atas keputusan yang sama sekali tak berpihak untuknya.
Tak lama setelah sidang itu, kak Uri pun dilamar Kak Pon dan mereka menikah. Bayangkan bagaimana perasaan kak Eik melihat orang yang dicintainya duduk bersanding di pelaminan dengan adiknya sendiri. Rasanya ingin kabur dan bersembunyi di tempat yang tak seorangpun bisa menemukannya. Hancur hati yang tak bisa ia sembunyikan, di tengah keramaian ia memilih duduk jauh dari anggota keluarga yang lain. Berbaur diantara tamu undangan agar tak seorangpun bisa menemukannya. Apakah nasip baik sekali pun tak ada dalam perjalanan hidupku. Sangat susah menahan air mata ini agar tidak tumpa, namun begitu hati ini sudah dibanjiri air mata dari kemaren-kemaren. Begitu tega adiknya sendiri, padahal selama ini ia juga sudah banyak mengalah hanya untuk adiknya namun mengapa masih saja kak Uri seakan tak pernah rela bila ia merasakan kebahagiaan. Kak uri selalu merampas kebahagiaan, dan kak Pon juga sepertinya hanya mempermainkannya, cintanya ga sekuat yang dibayangkannya. Semua kata yang pernah di ucapkannya hanya rayuan gombal, cintanya hanya seulas bedak di muka.
Sejak hari itu dunia kak Etik seakan hancur, tak ada lagi tempat yang bisa membuatnya bernafas lega. Setelah menikah kak Uri dan kak Pon tinggal di rumah, membuat rumah kecil di samping rumah orang tuanya. Sementara luka, kecewa, sakit hati kak Etik belum sempat mengering malah sekarang ia harus melihat mereka setiap hari, separuh dari sisa harinya. Besar kesabaran kak Etik menerima semua ini, tak ada benci kepada adiknya walaupun ia masih merasakan sakit hati.
Perlahan kak Etik mencoba untuk iklas menerima kenyataan bahwa kak Pon bukanlah jodohnya, ia kini hanya fokus bekerja untuk membantu perekonomian keluarganya. Tak dihiraukan lagi sakit hatinya meskipun kak Etik belum bisa membuka hati untuk pria lain yang mencoba mendekatinya.
BERSAMBUNG