7/08/2015

Tidak Terlihat Namun Nyata



Sampai detik ini mata kakiku yang sebelah kanan masih sering sakit bahkan terkadang terlihat bengkak sampai sering aku tempeli koyo, biarin aah dibilang kaya embah-embah yang penting rasa sakitnya sedikit berkurang. Kadang ketika tiduran dan kaki aku angkat ke tembok lalu aku pandangi sepertinya sedikit bengkong. Apakah ini efek dari bengkak atau gara-gara terkilir tempo hari, tapi bisa juga memang bentuk telapak kaki ku seperti itu. Dan Ari pun juga membenarkan jika sedikit bengkok, malah Ari sempat juga menasehati untuk diperiksakan kalau enggak suruh ronsen sekalian. Memang keinginan untuk ronsen engkel kaki sudah ada sejak lama namun niat itu selalu pupus di tengah jalan hanya dengan alasan takut. Ga tau apa yang di takuti, ketika mendengar kata ronsen saja bayangan yang muncul alat-alat kedokteran yang kadang terlihat menyeramkan. Takut dengan hasil yang nantinya keluar, takut kalau ada apa-apa sampai harus ini itu untuk penyembuhan. 

Ada beberapa orang yang menganjurkan untuk ronsen supaya tau jika ada sesuatu yang salah dan bisa cepat di benerin (amit amit jangan sampe) termasuk diriku sendiri juga selalu menyarankan untuk ronsen, ya seenggaknya di periksakan ke dokter biar dapat solusi yang pas namun selalu tak aku indahkan nasehat-nasehat mereka.

Dan pada akhirnya pada bulan mei aku sudah bertekat untuk ronsen. Sepulang kerja, waktu itu mendapat shif pagi langsung mampir ke IBL. Cari yang dekat, kebetulan juga tempatnya searah dengan jalan pulang. Ada rasa deg deg-an juga ketika kesana antara takut dan bingung, ya maklum saja baru kesana sekali ini. Pas masuk langsung ke bagian pendaftaran, awalnya nanya dulu harganya takut kalau mahal ternyata hanya 170 ribu. Oke lah jadi ronsen.

Tak berapa lama aku di panggil, masuk ruangan yang ga begitu besar dengan alat yang ga aku ngerti apa itu. Dokter pun menanyakan keluhan dan mengarahkan letak kaki agar bisa diambil gambarnya. Dua kali jepretan dan selesai, tapi hasilnya baru bisa di ambil jam 8 malam. Setelahnya aku pulang berharap hasilnya baik.

Ketika mengambil hasilnya aku kira akan bertemu dokternya dan di jelaskan tentang hasilnya namun ternyata tidak. Disana aku hanya bertemu petugas administrasi, karena ga sabar aku langsung buka hasil ronsennya dan menanyakan bagaimana membaca dari foto tulang kaki yang kini ada di tanganku, ternyata di dalam amplop ada secarik kertas yang berisi kesimpulan dari hasil ronsen yang tadi siang aku jalani.

Sampai di rumah aku buka kembali hasil ronsennya, aku baca dengan teliti secarik kertas yang ada di dalam sambil melihat gambar engkel kakiku, meskipun ga ngerti aku mencoba amati benar-benar apakah ada yang geser atau retak atau gimana karena jika hasilnya baik lalu kenapa masih suka nyut-nyutan dan bengkak...???! Setelah ronsen itu pun aku masih sering merasakan sakit di bagian kaki, masih sering aku pijit-pijit sendiri untuk menghilangkan bengkak dan menempeli koyo di tempat yang terasa sakit. Malah kadang sampai 2 koyo yang tertempel di bagian depan dan belang.

Sesekali aku ngeluh juga dengan ibu tentang kaki ku yang ga kunjung sembuh, padahal kejadian bisa terbilang lama lho, sejak tanggal 17 agustus tahun lalu ketika lagi di puncak Suroloyo dan sekarang sudah bulan juni namun masih saja sering kambuh. Kadang terbesit pikiran karena kejadian itu lalu pergelangan kaki ku ini menjadi 'ciri' dalam artian mudah sakit entah karena capek atau tersenggol senggol atau terkena sesuatu. Mungkin juga sakit tepatnya nyut-nyutan gara-gara sering hujan, karena dulu jempol kaki ku juga gitu sehabis tabrakan dan ga bisa di lipat jika udara dingin langsung terasa linu-linu tapi sekarang sudah baikan.

Suatu ketika pas lagi tiduran di kamar, aku bergumam bertanya pada diriku sendiri "sebenarnya ada apa dengaa kaki ku, kenapa masih sakit padahal kejadian sudah lama di ronsen hasilnya baik-baik saja...?!" Dan tiba-tiba dari dalam diriku seperti ada yang menjawab "nginjak ular" kaget juga ada suara yang berkata begitu. Lalu aku mencoba mengingat-ingat saat kejadian.


Waktu itu pas di puncak Suroloyo, namanya puncak pastinya tempatnya lebih tinggi ya untuk sampai ke gardu terlebih dahulu harus melewati deretan anak tangga. Dan ketika turun sesekali aku mengambil foto pemandangan yang ada di sana, tapi ketika mengambil gambar itu aku berhenti dahulu tidak jalan sambil jepret. Dan entah darimana datangnya ketika hampir sampai di persimpangan (antara anak tangga menuju ke parkiran dan menuju ke gardu pandang yang lain) tiba-tiba kakiku terkilir atau keseleo. Saat kejadian aku mendengar 3x suara krek. Rasa sakit yang teramat sangat sampai ke ubun-ubun inilah yang membuatku spontanitas meraih kakiku dan mengelus-elusnya.
Bila dibilang heran juga ada, diantara merasakan sakit sepintas ada pikiran melihat ke arah sekitar kaki. Ga ada yang janggal, anak tangga yang aku pijak tidak berlubang, semennya meskipun mengelupas tapi semua bagian yang aku pijak jadi ga ada istilah tinggi sebelah dan  saat itu aku dalam posisi diam siap mengambil gambar dengan kamera yang aku bawa.
Mendengar jawaban nginjak ular membuat aku bengong, dan bertanya maksud dari kata-kata itu. "Ketika itu ada ular lagi lewat (dalam tanda petik ya) tanpa sengaja ketika menuruni anak tangga kaki ku menginjak bagian ekornya, ular itu kaget dan scara spontan mengibaskan ekornya dan pergi". Di satu sisi cerita ini masuk akal tapi di sisi lain masih ga percaya. "Lalu bagaimana cara agar kaki ku bisa sembuh" pertanyaan yang aku buat selanjutnya, "kesana". Jawaban inilah yang membuatku termenung. Bagaimana bisa aku kesana sedangkan feelingku mengatakan bolang agustus tahun lalu adalah bolang terakhirku di kota Jogja dan faktanya berkali-kali niat ke Jogja selalu gagal, padahal semua sudah di pikirkan dengan matang dari membuat daftar tempat yang akan dikunjungi, penginapan, sampai sewa motor jika kemungkinan terbesar aku kesana ga mendapat ijin untuk membawa motor dari Semarang, tapi berujung pada ga jadi.

Suatu hari ketika ngobrol dengan bapak aku bercerita tentang ini, sepertinya bapak percaya dengan ceritaku. "Kesana di suruh ngapain ga tau, soalnya cuma dibilang suruh kesana..." penjelasanku di akhir cerita dan bapak menanggapi "ya minta maaf. Lha gimana ini juga tanpa sengaja mengusiknya apa lagi ini yang ga terlihat". Aku juga cerita tentang feelingku tapi bapak hanya diam, ga tau deh apa yang di pikirkannya tapi setelah cerita dengan bapak rasanya sedikit lega. Mungkin saja bapak masih bingung dengan cerita yang bila di lihat ga masuk akal. Tapi untunglah sekarang kaki ku sudah sembuh, sudah ga nyut-nyutan, ga bengkak dan linu lagi. Aku ucapkan beribu terima kasih untuk seseorang yang membantu menyembuhkannya. (08/08)


Catatan yang ga kunjung hadir, terlaku lama tersimpan di otak.