10/21/2015

Y ~ Perjalanan Colo


Kembali ke kotamu, melaju dengan abu. Aku geber abu dengan kecepatan yang lumayan kencang kebetulan jalan juga belum rame dengan kendaraan lain makanya aku bisa lebih bebar mengekspor abu di aspak panjang. Sampai juga di tempat janjian seperti waktu itu di Matahati tapi ini yang sejalan dengan pom bensin. 
[08:32] A: Yo kebablasen di dpn pasar bitingan
[08:32] Y: Yo km mau kemana?
[08:32] A: Td mau brenti ada tanda ya ga jadi
[08:33] Y: Skrng km dimana?
[08:33] A: Dpn pasar bitingan samping matahari kayanya
[08:33] Y: Km disitu aja. Aku smperin
[20/10 08:33] A: Ok

Aku kebablasan saat saat mau berenti di tempat yang sudah di janjikan tapi disana ada tanda tidak boleh parkir makanya aku melaji terus. Di tempat janjian ada beberapa orang yang masih membersihkan taman dan ada seseorang disana tapi aku ga tau itu yongsa apa bukan. Pikirku jika yongsa belum sampai kan harus nunggu trus kalau lama ketahuan polisi ntar kena lagi gimana makanya itu aku terus melaju sampai di depan pasar bitingan yang letaknya tepat di samping mall.

Ternyata yongsa tau aku lewat. Dan menyuruhku untuk tetap di tempat karena yongsa yang mau nyamperin aku. Enggak begitu jauh seh tempatnya tapi ya tetap butuh waktu untuk sampe ke tempatku menunggu yongsa. Iiih tetap keliatan coll, langsung saja aku bergeser ke belakang untuk memberikan tempat kepada yongsa untuk mengambil alih kemudi.

Karena yang lebih tau tempat dan jalan yongsa jadi aku cukup pegangan dan diem di belakang, percayanpada yongsa yang penting sampe tujuan aja deh. Namum di tengah perjalanan di depan pabrik tembakau kita melihat ada razia, waaah kita pun berhenti mikir dua kali untuk lewat bila yang bawa yongsa karena yongsa tidak punya sim. Bayangkan sudah sampai mana-mana tapi ga ada sim apa ga nekat itu namanya. Aku menawarkan diri sementara waktu menggantikannya pegang kemudi sampai melewati razia, namun yongsa tidak mau, aku bingung maksud yongsa itu gimana.... Aku suruh lewat tikungan tapi enggak mau dan terlebih juga tidak tau nanti tembusnya ke arah mana. Yongsa malah berbelok ke tanah lapang, memarkirkan motor disana dan menuju ke warung makan dan makanlah kita lentog yaitu makanan khas Kudus yang terdiri dari irisan lontong yang disiram dengan kuah gori (nangka muda) yang ada tahu tempenya dan ditaburi dengan bawang gireng diatasnya. Penyajian biasanya dengan atas daun pisang.

Sarapan sambil menunggu razianya selesai. Kata yang punya warung di tempat itu memang sering ada razia ini karena ada kapolres baru jadi ya masih giat-giatnya digalakkan tertib lalulintas tapi biasanya tidak lama sekitaran jam 10 juga sudah bubar kembali ke markas gang tak jauh dari tempat itu. Aku baru kali ini makan makanan khas kota Kudus, ditawari oleh penjualnya sate telor tapi kita ga pakai masalahnya enek juga makanan santan dikasih sate telur lagian juga sedikit ragu. hehehehe...

Selesai makan, razia pun sudah tidak ada, mari kita lanjutkan perjalanan. Yongsa naik motornya tidak ngebut, juga tidak tersendat-sendat seperti di saat pertama kali membawa abu. Sepertinya yongsa sudah mulai terbiasa dengan abu.

Kami turun sudah sore. Sebelum menuruni deretan anak tangga kembali aku mampir pipis dulu, yongsa tidak ikut ia memegangi tasku yang lumayan berat di luar sementara aku pipis. Tapi di dalam banyak banget yang antri, karena hampir semuanya pada mandi dan di detiap kamar mandi ada antrian yang menunggu, bisa dibayangkan bila satu orang mandi sudah memakan waktu yang lumayan lama belum lagi yang antri juga mandi (sepertinya begitu karena mereka satu rombongan, antara yang di dalam dan di luar terlibat komunikasi yang akrab.

Ga sabar nunggu antrian aku keluar dan bertanya kepada penjaganya  "apakah toiletnya hanya disitu saja..." malah si penjaganya bilang sudah banyak dan sudah ada tulisannya kiri buat wanita kanan pria. Padahal yang aku maksud apakah ada toilet lain selain sini soalnya disini penuh pada mandi semua..., tapi penjaganya menjawab dengan kata-kata yang ga enk dan sangat ketus. Bikin ga enk hati, aku pun keluar dan ga jadi pipis. Sampai di luar aku tarik nafas panjang baru menghampiri yongsa, mengatakan ga jadi pipis nanti saja di jalan. Perasaan gondok dan kecewa aku coba redam, aku ga mau terjadi sesuatu seperti kaki terkilir atau semacamnya saat perjalanan menuruni bukit. Merayu otak agar bisa tersenyum dan ceria kembali agar tak terjadi sesuatu yang tak diharapkan.

Menahan pipis itu ga enk, ketika sampai di salah satu warung cat hijau yang kemaren buat pipis ibu yang katanya tempatnya bersih dan airnya dingin tadi pas perjalanan naik kami juga mampir di warung ini untuk membeli air mineral ternyata harganya lebih murah dibanding saat aku beli sebelumnya.

Perjalanan turun lebih mudah dibanding saat naik tapi kali ini tidak begitu buatku karena lutut sebelah kiriku mulai brasa sakit, bahkan untuk melabgkah saja aku gunakan kaki kanan agar kaki kiri bisa mengikuti. Aku ga mengatakan sakit kakiku kepada yongsa agar yongsa ga panik, aku hanya meminta untuk berjalan pelan saja.

Kami berjalan santai, sesekali melihat dagangan yang di kios disepanjang jalan. Kika hampir sampai di parkiran kita ada buah dondong yang memikat hati dan kami pun berhenti untuk menawar, aku ga menyangka yongsa nawarnya sadis banget sudah kaya emak-emak gitu. Tak hanya membeli dondong ada juga jeruk bali dan buah delima dan  semua yongsa yang nawar, aku yang melihat yongsa nawar ampe bengong.

Kami belum sholat dhuhur karena waktu adzan tadi kami masih di area pemakaman Pangeran Gadung. Karena itulah dijalan kami mencari masjid untuk sholat. Entah di daerah mana kami mampir di masjid yang disampingnya itu sekolahan SD dan di sore itu banyak anak kecil yang baru berangkat mengaji. Aku sempat bertanya tempat wudhu dulu kepada salah seorang anak yang ada di dekat masjid, ternyata tinggal lurus saja ada di pojok namun sedikit merinding seperti ada sesuatu di lorong sempit yang gelap di belakang masjid.

Ternyata sholat disini tidak bisa khusuk, banyak anak kecil yang teriak-teriak di luar juga ada beberapa yang berlarian dan tertawa-tawa di dalam masjid. Melihat anak-anak itu berlarian sambil makan jajan yang dibelinya di warung rasanya kepengen beli juga dan merasakan makanan itu deh, tapi.... hehehehe....

Selepas sholat kami langsung melanjutkan perjalanan. Yongsa mengajakku makan, kali ini tanpa meminta pertimbangan motor langsung di parkir di warung makan yang menu utamanya ayam. Kami memilih duduk lesehan, tidak ada penginjung lajn selain kami. Tak lama makanan datang, aku memesan ayam sedangkan yongsa lele dengan minum seperti biasa jeruk panas sementara yongsa memilih teh hangat, namun gelas teh yongsa sepertinya mencucinya kurang bersihbkarena masih ada bercak di bibir gelasnya, Yongsa tidak komplen melainkan memilih untuk memesan minuman lagi. Ya begitulah yongsa jika menyangkut makanan ga kenal ampun dah.

Yongsa memberikan aku uang, katanya ini untuk membayar sidang tadi karena yongsa sudah berjanji dengan dirinya sendiri untuk membantu separo. Aku tidak mau namun bukannya rejeki tidak mau boleh di tolak maka dari itu uang itu aku terima tapi aku berkata dengan yongsa jika uang ini akan aku sumbangkan lagi, yongsa Sudah menyerahkan dan terserah uang itu mau diapakan makanya itu akan aku sumbangkan atas nama yongsa.

Yongsa mengantarkanku sampai di tempat kemaren, sebenarnya masih belum mau pisah namun sudah sore. Mau ga mau aku harus pulang, dan menunggu pertemuan selanjutnya. Perjalanan pulang kali ini tidak terkena macet bahkan hampir tidak perlu menunggu lampu merah berganti hijau karena selalu ngepas hijau saat lalin menyala. (20/10/15)


★Ell