8/09/2015

Perjalanan Tujuh Hari ~ SABTU


Hampir tiap hari dikepala memberi peringatan tentang janji itu, seperti otak tertanam dan ditulis dengan huruf kapital yang besar dan tebal bahwa aku punya janji pulang kerja akan pergi mengunjungi kursi merah selama seminggu penuh. Dan beberapa hari yang lalu sedikit bingung karena awal bulan waktunya untuk belanja bulanan kebutuhan sehari-hari, biasanya sepulang kerja pas masuk pagi pulang sekalian mampir belanja tapi jika senin pulang kerja aku belanja berarti tidak genap satu minggu penuh donk datang ke bangku merah. Saat seperti inilah memerlukan masukan dari yang lain. Berhubung saat ini suara hatilah yang lagi memiliki andil dalam hal ini maka aku pun minta pertimbangannya.

Disadari atau tidak setelah kata hatiku yang biasanya menengahi meredakan ketika emosiku sedang naik, memberikan nasehat dan mengajarkan untuk tidak menyalahkan orang lain juga mengajari untuk melihat setiap masalah dari beberapa sisi bukan hanya dari sudut dimana aku berdiri yang kadang tidak benar-benar berada pas di tengah bahkan tak jarang berdiri bersama salah satu obyek yang bersangkutan dan hal seperti itulah yang membuat penilaian atau pemikiran tidak obyektif.

Suara hati penengahku tiba-tiba tak terdengar tak bersuara bahkan tak pernah lagi menjawab panggilanku, meski sudah aku panggil berkali-kali danmemohon untuk datang membantuku memberi masukan dari kebingunganku tetap saja senyap dan kini tiba-tiba saja ada suara lain datang. Suara yang beberapa bulan ini membimbingku untuk datang ke bangku merah. Ya, setelah sapaan tanpa sengaja ketika menyepi itu beliau seperti membimbingku untuk membuka tabir misteri dari tarikan atau dorongan yang memberikan rasa penasaranku kepada bangku merah yang semakin hari semakin menjadi-jadi bahkan tak jarang sampai membuatku belangsatan hingga mengacaukan pikiranku.

Aku berpikir mungkin saja suara hatiku sementara mengalah, memberikan waktu untuk suara-suara yang lain untuk membantuku menyatukan puzzle yang masih berserakan untuk menjadi cerita yang berhubungan dengan masa lalu. Menurutku pemilik suara hati yang kedua ini adalah seseorang yang tegas, berwibawa, cerdas dan tipe seorang pemimpin yang baik. Beliau baik, seorang yang tenang dan suka membantu. Semoga saja beliau juga membantuku menemukan benang merah agar kisah ini semakin jelas sehingga aku juga bisa cepat menyelesaikan misi juga menemukaa formula yang dibutuhkan untuk membuka semua pintu.

"Bila aku belanja senin berarti ga bisa datang ke bangku merah, apa aku belanjanya sabtu saja ya.... belanja sabtu pagi ya jam 10-11an berangkat trus sorenya mengunjungi bangku merah. Tapi kalau kaya gitu aku kan capek, lagian ga enak juga sama ortu nanti dikiranya aku maen ga kenal waktu. Apa aku belanjanya minggu hari sabtu sore ke bangku merah saja. Atau sabtu belanja minggi datang ke bangku merah.... Bingung, enaknya gimana ni..." panjang lebar aku bergumam di dalam hati, meminta pertimbangan dengan diriku sendiri. Lama ga ada tanggapan "ya sudah lah aku belanja sabtu pagi jam 10an biar pulang juga ga begitu sore sehingga masih bisa membantu beres-beres rumah dan sorenya baru ke bangku merah sehingga sabtu minggu bisa terus kesana". Aku mantapkan pemikiranku walaupun sedikit ragu, dan berharap mendapat sedikit kemudahan mengingat pastinya capek juga habis belanja menimbang belanja bulanan yang selalu saja banyak dan itu sudah ga bisa di undur lagi mengingat kebutuhan rumah yang mulai pada habis.

Di tengah kebingungan itulah aku mendengar suara dari dalam hatiku "kamu belanja hari sabtu saja sorenya tidak perlu ke tempatku istirahat saja baru minggu sore kesana ya" mendengar itu rasanya senang bukanmain dan seketika kebimbangan itu sirna. Jadi sabtu jadwalku belanja dan minggu baru deh berkunjung ke bangku merah. Terima kasih atas pengertiannya tuan.

Berhubung sabtu hari bebasku maka suka-suka aku mau belanja jam berapa. Mengagendakan jam 10 siap-siap berangkat ini biar ga begitu panas ketika berangkat, namun karena acara televisi yang bagus membuatku sedikit kepaksa untuk beranjak dari depan layar televisi, sebentar lagi menunggu acara film ini selesai baru siap-siap berangkat. Malas masih saja menggelayuti tubuhku, meskipun film yang aku tonton sudah selesai namun tetap saja malas untuk beranjak bersiap-siap pergi.

Dengan segala pertimbangan juga dibantu oleh suara hatiku yang memberikan semangat untuk beranjak bukan untuk bermalas-malasan sehingga akhirnya akupun bergegas ganti baju dan pergi. Jangan bilang ga mandi karena dari pagi aku sudah mandi, sebenarnya hari ini aku ada janji dengan bu Ary untuk memenuhi undangan di bangku merah (bu Ary juga mendapat tarikan untuk datang kesana), sudah dua kali janjian untuk kesana bersama namun gagal. Sebelumnya karena anaknya minta di anter beli sepatu dan hari ini bu Ary harus menjaga rumah karena orang tuanya sejak pagi sudah pergi. Mungkin waktunya belum pas, sehingga ada saja kendala untuk sampai ke bangku merah. Percaya bila saatnya tiba semua akan berjalan dengan baik.

Awalnya ragu juga ketika menerima tawaran bu Ary untuk datang ke bangku merah dipagi hari, karena selama ini belum pernah aku kesana di pagi hari. Mungkin ini pengecualian dan diperbolehkan. Tapi sepertinya memang ga boleh untukku berkunjung kesana pagi hari, buktinya keinginan itu selalu gagal.

Bu Ary orangnya juga peka dengan hal-hal yang ga terlihat, walaupun menurutnya enggak punya bakat seperti aku. Perkenalanku dengan bu Ary ketika itu ada acara kantor di Bandengan-Jepara, dari datang hingga pagi hari aku merasakan banyak hal yang janggal. Dari toilet yang menurutku singup, ketertarikanku dengan pulau panjang di seberang pantai, di waktu acara makan malam yang dari awal aku merasakan pusing ketika mendapat kursi yang tepat menghadap langsung ke tengah laut dan disana seperti melihat ada ular naga, ketika jalan-jalan malam merasakan suasana berbeda sampai keanehan beriak air laut yang menurutku janggal karena hanya adadi bibir pantai saja dan beberapa hal yang aku sendiri ga bisa menerjemahkan. Dari obrolan di pagi hari tentang makhluk lain yang ada disana itulah kami mulai dekat dan dari diskusi kecil itu pula bu Ary sadar bila aku memilimi kelebihan.

Mungkin enggak sekarang waktu yang tepat untuk kami berdua bisa berkunjung ke bangku merah. Entah apa yang ingin diperlihatkannya kepadaku juga bu Ary dengan menarik kami berdua kesana.

Belanja di awal bulan ditambah wekend itu sesuatu yang meebutuhkan kesabaran. Karena saat seperti inilah banyak ibu-ibu yang belanja bulanan untuk kebutuhan rumah. Muter sana sini selalu saja troli kepentok dengan troli lain yang sudah terisi dengan aneka jenis barang, makanya daripada capek geser-geser lebih memilih untuk meninggalkan troli di tempat yang agak luas dekat dengan rak barang yang aku butuhkan.

Oh ya ada sedikit ganjalan, apakah  bisa aku menepati janji untuk seminggu penuh sepulang kerja datang ke bangku merah. Sedangkan tanggal 8 menjadi jadwal menstruasiku sejak beberapa bulan terakhir. Apa aku bisa....
Sedangkan tidak mungkin aku datang kesana ketika lagi halangan, mengingat bangku merah bisa dibilang tempat suci. Harap-harap cemas menanti ketidak pastian. Walaupun jadwal bulananku belum sepenuhnya teratur namun untuk tanggal selalu sama dan sejak beberapa bulan yang lalu maju menjadi tanggal 8 dan itu adalah sekarang.
(08/08)



★Ell