5/08/2015

Setetes Darah Untuk Sodara Kita



Salah satu agenda tahunan yang tak pernah ketinggalan dalam perayaan Hut Perusahaan adalah aksi donor darah. Dan kali ini kegiatan itu pun sukses diselenggarakan serentak di semua cabang, karena banyak juga yang dengan suka rela mendonorkan darahnya untuk sodara kita yang membutuhkan. Bahkan ada juga beberapa teman yang dari jauh bela-belain datang hanya untuk ikut donor darah, terima kasih buat semuanya.

Dan kali ini penantian berujung manis, aku sukses ikut partisipasi mendonorkan darah. Setelah sempat kekeh ga mau minum obat ketika flu berat melanda seminggu yang lalu dan tak memberi alasan kepada ibu jika ingin ikut donor, karena itu tak malah akan memperpanjang perkara.

"Langsung masuk saja mba kosong kok..." suara teman yang saat itu sedang bertugas menjaga di meja pendaftaran.
Sempat melongok dari jendela keadaan di dalam yang kebetulan hannya berupa pintu kaca
"Aku tangan kiri saja" itu sempat aku utarakan ketika disuruh masuk mengingat ada tempat kosong. Belajar dari tahun kematen yang menggunakan tangan kanan untuk pengambilan darah dan setelahnya tangan jadi sedikit ngilu dan pegal, ini sedikit susah juga ketika mengendarai sepeda motor. Alasan yang konyol ya,... hehehehe....

Menungu giliran otong datang mengisi form tapi dia mengatakan jika golongan darahnya O. Ga mungkin.... aku ingat benar donor sebelumnya dia sempat mengejek aku dengan mengatakan darahku pasaran, golongan darah sejuta umat ga kaya dia golongan darah langka, tapi kenapa sekarang dia ganti golongan darah. Sempat eyel-eyelan dengan otong. Mungkin dokternya pusing dengarnya tapi anehnya si dokter ga mencoba menawarkan untuk tes saja biar lebih akurat. Dan pas di tes juga tetap saja bertanya ga langsung bilang jika golongan darah yang benar bukan O. Oh ya sempat juga pas tensi aku hanya sekedar tensi ga sekalian tes HB bahkan waktu aku bilang " jika HB ku selalu bagus yang masalah cuma tensi si dokternya hanya memeriksa mataku jadi tanpa ada catatan jumlah HB yang aku punya. Ga tau deh aneh gitu dokternya.

Dan giliranku pun tiba, jika ditanya "sakit ga...?" Ya jelas sakit lah, gimana tidak jika kulit yang tidak kenapa-kenapa di tusuk pake jarum besar dan tepat di nadi pula. Nah makanya itu sampai sekarang belum berani melihat proses pencoblosan, memilih untuk memalingkan muka selain karena takut juga untuk menyembunyikan rasa sakitnya. Di sebelah kiri eeh ada cowok cakep, cowok yang duduk di kursi depan tadi ketika aku barubsaja datang, epertinya belum pernah melihatnya mungkin dia orang luar yang bersedia menyumbangkan darahnya, karena di tangannya ada kartu anggota donor juga. Terlihat tenang dengan mata terpejam menghayati setiap tetesan darah yang mengalir ke kantong. Waaah keren, niat donor dan menjadi pendonor rutin.
"Darahnya ga mau keluar, harusnya yang sebelah kanan" Masih belum ngeh juga dengan yang di ucapkan si masnya barusan.
"Trus gimana...?" Tanyaku kepada pertugas, setelah mengerti apa yang di katakannya barusan.
"Ya diganti" petugasnya menjawab tanpa melihat kepadaku, karena masih dengan kesibukannya mempersiapkan botol sample darah mengingat si mas yang ada di sampingku itu sudah mau selesai. Dan aku dibiarkan dengan selang yang masih tertancap tanpa setetes darahpun yang keluar.

Setelah selesai dengan cowok disampingku, petugas itu pun beralih kepadaku, menyopot selang dan menyuruhku untuk pindah ke tempat, menempati matras yang ditempati cowok itu yang sudah nyelonong keluar. Dan sakit sekali lagi, kali ini gantian tangan kananku yang menjadi pendaratan jarum besar yang siap mengalirkan darah ke kantong. Hmmmmm... sepertinya ga pas, pikirku begitu karena rasa jarum yang menancap agak ke pinggir ga pas di tengah kaya biasanya.

"Mudah-mudahan yang sebelah sini bisa keluar" kata petugas yang sibuk membuka. plester untuk bekas suntikan di tangan kiriku.
"Sambil saya tutup luka yang sebelah sana"
Mengerti dengan yang dimaksud aku pun mendekatkan tangan kiriku yang lengannya masih ada kapas beralkohol untuk menghentikan pendarahan. petugas itu pun mengambil kapas, mengoleskannya sebentar dan meletakkan plester di luka. Baru tahu aku jika lubang jarum yang tercipta tepat berada di lipatan tangan.
"Bisa enggak keluar kenapa mas...?" Tanyaku yang penasaran kepada petugas
"Bisa karena kurang olahraga apa kurang minum"
"Kayaknya keduanya deh" jawabku
"Donor terakhir kapan...?!"
"Setahun yang lalu"
"Sudah lama juga ya"
"Iya, lha kalau mau ke PMI takut, ga berani" mendengar jawabanku petugas itu hanya tersenyum.
"Tangannya dibuka saja rileks"
"Katanya biar mengalirnya cepat tangan harus mengepal"
"Ga perlu, darah ini keluar dengan sendirinya tanpa ada bantuan alat apa pun jadi ga perlu mengepal buat mempercepat lajunya. Mengepal itu dibutuhkan jika jalan darahnya sudah mulai tersendat biar lancar lagi, tapi kalau darahnya lancar ga perlu mengepal" petugas itu menjelaskan panjang lebar sambil sesekali mempraktikkan dengan kepalan tangannya.
Sebenarnya masih ingin tanya banyak sama petugasnya tapi aku urungka, kayanya si masnya sudah calek.

Dan si mas petugas itu pun mulai asik sendiri dengan telepon yang dari tadi tergeletak di rak.
Di bed yang lain terdengar obrolan-obrolan ringan. Interaksi antara pendonor dan petugas yang terdengar hingga di tempatku meskipun ada beberapa kata yang ga jelas pelafalannya.
Rasanya sakit enggak kaya biasanya, ini apa karena letaknya yang agak kepinggir yang banyak daging bercampur lemak ya sehingga masih terasa sakit.
"Lhoh mba..." mba Wid masuk membawa kamera untuk mengambil gambar sebagai bahan untuk laporan kegiatan ke pusat. Yang sedikit bingung dengan ku yang pindah bed juga pindah tangan untuk pengambilan darah.
"Dua kali bu" jawabku asal
Mba Wid masih bingung, terlihat antara percaya juga enggak.
"Benar dua kali, ga mungkin..."
"Beneran dua kali yo...." sambil menahan tawa agar ga ketahuan bohongnya.
Dan karena ga percaya denganku akhirnya mba wid pun bertanya langsung ke petugasnya. Hahahaha.....

Waktu donor sudah mau habis, namun ada teman yang memberi kabar jika ada beberapa orang yang ingin ikut donor tapi harus menunggu sebentar untuk menyelesaikan pekerjaan. Berhubung aku sudah selesai langsung keluar dan di luar ada sedikit perdebatan. Mba wid bilang kepada si dokter untuk menunggu sebentar lagi karena ada yang mau donor, posisi saat itu si dokter itu sudah berkemas memasukkan alat-alat ke tas. Dan sepertinya dia ogah-ogahan mungkin karen tak enak untuk menolak ia pun bilang untuk menanyakan saja kepada petugasnya. Dasarnya mba wid juga jago ngeyel langsung saja nyeplos kalau mas yang di dalam sudah oke. Namun sepertinya si dokternya yang malas itu pun beralasan jika jamnya sudah habis dan ia sudah ditunggu di tempat lain. Apakah seperti itu ya seorang dokter, ada yang mau mendonorkan darahnya di tolak. Bukankah setetes darah bisa menolong nyawa orang lain... dan keputusan akhir pendonor di tolak. Dengan alasan darah harus segera dikitim soalnya PMI yang datang bukan dari kotaku melainkan dari kabupaten

Sempat juga ngobrol-ngobrol di ruangan juga dengan beberapa teman tentang kegiatan donor kali ini dan mereka juga meng iya kan jika dokternya ga profesional. Bahkan ada yang menyebutkan jika dokternya baru lulus jadi ga tau apa-apa ditambah lagi pemalas. Ya bisa juga begitu mengingat dia yang masih muda dan kejadian waktu tes darah otong. Jika dokternya pintar waktu tanya golongan darah dan di jawab ada kata "kayaknya" pastinya akan menyarankan untuk di tes, seperti aku dulu tapi ini malah menyerahkan sepenuhnya dengan si pendonor golongan darahnya apa. Jangan begitu lah kerjakan tugas mulia ini sebaik-baiknya walaupun nantinya juga akan di periksa ulang tapi jika kelolosan dan si pendonor menerima tranfusi darah dengan golongan berbeda gimana apa ga malah fatal...

Mudah-mudahan donor tahun depan mendapat petugas yang profesional. (08/05)



★Ell