9/11/2016

Mimpi yang tak kumengerti

Kata orang mimpi adalah bunga tidur yang habis ketika kita bangun. Mungkin itu juga yang menjadi alasan mengapa aku jarang bisa bermimpi secara utuh. Namu  kali ini terkecuali karena bangun tidur disela mengumpulkan kesadaran aku mencoba untuk mengingat kembali mimpi yang baru saja aku lihat.

Aku melakukan perjalanan pulang mengendarai motor dari sebuah kota yang aku sendiri ga tau itu dimana dengan mengendarai motor. Jalan aspal yang datar yang bagus sehingga aku bisa melaju kencang, namun ditengah perjalanan aku melihat langit berwarna abu-abu dan sesekali aku merasakan titik-titik hujan mengenai jaket tebal yang aku kenakan.

Hujan belum sempat datang namun rasa lelah yang aku rasakan seakan menyuruhku untuk singgah di sebuah bangunan yang berada di samping jalan. Bangunan berwarna kuning yang ternyata itu adalah sebuah pos penjagaan. Aku parkir motor di dekat pos, yang ternyata banyak juga motor yang terparkir disana, "sebenarnya ini tempat apa, kenapa begitu banyak motor disini..." timbul pertanyaan untuk diriku sendiri.

Seperti mata yang baru saja terbuka, satu persatu semua mulai terlihat, aku pendarkan pandangan kesekeliling tempat itu dan  ternyata disamping aku memarkirkan motor ada bangunan semi permanen yang digunakan untuk menjual tiket. Di belakang bangunan itu aku melihat lembah yang hijau dipenuhi pepohonan dan semak belukar, aku melihat beberapa orang yang ada di sebuah ruangan dari kaca seperti life, samar aku membaca tulisan "Lembah Nura" , selepas membaca tulisan itu seketika saja ada cahaya merah yang muncul dan menyulaukan mata mengaburkan tulisan dan tempat di lembah yang aku lihat.

Pandanganku beralih kembali ke tempat penjualan karcis dimana ada beberapa orang disana. Ternyata jalan yang ada di depan dan pos keamanan itu adalah jalan sebuah desa, eh entah desa atau tempat wisata dengan jalan beraspal lurus menuju perbukitan. Aku bergeser melongok ke dalam penjualan tiket, penasaran karena ada beberapa orang yang keluar dari sana dan ternyata di dalam gelap, namun disana ada lorong yang menuju ke bawah, mungkin itu jalan menuju ke lembah. Dan dari tempat aku berdiri aku melihat hamparan kaki peguningan yang ditanami padi yang sudah mulai menguning dan beberapa jenis bunga. Ada juga pepohonan yang mengelilinginya.

Aku ambil hp di dalam tas serempang untuk mengambil pemandangan yang baru aku lihat. Beberapa gambar aku ambil, termasuk jalan menuju ke atas dimana disana hanya terlihat bukit hijau yang subur dan terjaga.

Ternyata di depan penjualan tiket ada berjajar warung sederhana. Ada seorang pria yang memperailahkan aku untuk mencicipi dan melihat-lihat tempat itu, tanpa menunggu aku pun beranjak ke warung. Ada seorang ibu dengan badan sedikit gemuk sedang sibuk memasak pesanan pelangga. Warung itu terlihat gelap, namun ramai. Aku terkejut saat melihat pohon bambu yang ada di dalam warung, tak hanya satu pohon bambu mmmm.... sepertinya ada tiga pohon bambu yanh berderet menyamping. Eeeeh tunggu dulu itu pohon bambu atau bukan ya, bila dilihat memang ada ruas dan memang batang bambu namun saat melihat agak ke atas kenapa bercabang....???! Bukannya pohon bambu hanya punya satu ruas saja, namun ini bercabang. Di bagian bawah tidak menggembung tidak begitu besar juga, normal seperti pohon bambu pada umumnya namun bercabang. Aku ingin mengambil gambar pohon bambu itu namun karena tempatnya yang gelap aku ga yakin bisa mendapat gambar yang bagus aku urungkan untuk mengambil gambar.

Saat memasukkan kembali hp ke tas, di trotoar samping warung aku melihat pohon bambu yang sama, orang yang tadi mempersilahkanku ke warung itu sepertinya mengerti dengan apa yang aku pikirkan dan aku lihat, beliau pun mengatakan jika pohon itu banyak tumbuh di tempat ini. Dan benar saja aku melihat di dekat jalan raya juga ada beberapa pohon bambu yang bercabang. Dalam pikirku nanti saja mengambil gambar pohon bambu bercabang yang ada di sepanjang jalan raya saja yang lebih terang. Saat itu posisi aku sedang berdiri di trotoar setelah memindahkan motorku disana.

Tak jauh dari aku berdiri ada beberapa orang duduk di 'lincak' sedang asik ngobrol, sepertinya warga sekitar. Aku ingin melanjutkan perjalanan, lagi memakai jaket namun hujan keburu turun dengan lebatnya itu aku lihat dari jalan raya dan suara riuh hujan, sementara tempatku berdiri terlindung dari hujan padahal hanya daun-daun dari pohon bambu yang menaungi kami.

Ada seorang wanita yang berdiri dekat motor menyarankan untuk mengenakan mantel. Aku buka jok motor yang ada 3 jas hujan dan kantong keresek hitam yang ada di dalam bagasi motor bagian bawah. Aneh, mengapa ada begitu banyak jas hujan di motorku..., jas hujanku berbentuk celana biru dongker, jas hujan biru dan jas hujan warna krem yang ada di atas tempat pengisian bensin. Sempat aku berpikir, kenapa bisa ditutup bahkan seperti ga ada apa-apanya padahal di atas tengki bensin ada jas hujan yang pastinya akan ngeganjal dan susah di tutup bila dinalar.

Aku ambil jas hujan warna krem yang ternyata jas hujan itu berbentuk kelelawar berlengan. Bagaimana memakainya, kalau memakai ini celanaku akan basah, dan wanita yang berdiri di sampingku mengingatkan jika aku sudah mengenakan celana dari jas hujan. Aku agak kebingungan makainya hingga aku temukan lubang untuk memasukkan tangan.

Hujan masih turun sangat lebat sampai-sampai jarak pandang terbatas, dan di jalan raya tak aku lihat satu kendaraan pun yang melintas, namun di tempat ini aku sama sekali tak merasakan tanda-tanda hujan  turun. Orang-orang santai saja berseliweran tanpa mengenakan payung seakan tempat ini terlindungi dari segala macam cuaca. Dan aku menunggu, duduk di atas mitor mengenakan mantel sambil melihat kearah hujan yang sepertinya enggan berhenti, sambil sesekali menyahut pembicaraan dari para pria yang dudum di bangku kayu di depanku.

Satu helaan nafas panjang, mataku terbuka dan ternyata matahari sudah memancar terang. Dari balik jendela tak kulihat semburat keemasan dari ufuk timur. (11/09/16)



☆ el