Karena sudah mulai siang dan tidak ada lagi yang bisa kami lakulan disana maka kami berdua memutuskan untuk ke masjid saja walaupun disana masih ada acara tak apalah bisa istirahat di pinggir-pinggirnya. Kami tidak tau jalan untuk masuk ke masjid, kami masuk melalui pintu museum, terlanjur kami berdua sekalian melihat-lihat di museum tersebut. Sendal kami taruh di rak yang sudah disediakan, mungkin agar sendal tidak berhamburan keman-mana dan terlihat lebih rapi.
Di aula museum yang menjadi penghubung dengan area makam terdapat papan yang berisikan gambar dari silsilah dan makam yang ada disana. Aku dan yongsa membaca keterangan yang ada di setiap gambar, ketika sampai di gambar makam Raden Fatah entah kenapa mataku mulai berkaca-kaca dan pecahlah tangis yang ga bisa terbendung lagi. Kesedihan yang tak bisa aku mengerti kenapa dan juga entah apa yang aku tangkap dari gambar yang aku lihat ini. Air mata terus saja mengalir, yongsa yang menyadari itupun menguatkanku dengan meremas bahuku dengan lembut.
Seperti terseret di suatu tempat namun dilepaskan di suatu titik yang sebenarnya masih jauh dari tempat kejadian. Lemas itulah yang bisa aku komen jika ada yang tanya. Tak sampai disana kami masuk ke museum, ketika ada di depan pintu kami memberi salam dan meminta ijin untuk masuk kesana, di dinding juga ada tulisan sebuah anjuran untuk yang masuk ke museum memberi salam terlebih dahulu.
Di dalam museum terpajang benda-benda jaman dahulu. Dari awal masuk sekujur badan mulai berdenyut, ketika melihat batu besar yang berjajar rapi dekat pintu masuk mata kembali berkaca-kaca, aku melihat ada dua penjaga yang ada disana yang sesekali melihat ke arahku karena saat itu pengunjung yang datang hanya beberapa orang saja. Tak terasa air mata sudah sampai pipi saja dan terus saja mengalir tanpa henti meskipun sudah aku seka dengan tangan. Perasaan yang tak bisa aku pahami. terlebih ketika melihat ke deretan Al-quran tulisan tangan air mata terus saja mengalir, beralih ke gentong pemberian putri Champa. Tak hanya itu di museum ini juga ada beberapa benda bersejarah dari Masjid Agung Demak. Di ruangan sebelah tertata dengan rapi silsilah juga rentutan pemimpin di Demak.
Terdengar kumandang adzan dari masjid Agung yang ada persis di samping miseum. Kami pun segera keluar tapi terlebih dulu berpamitan dan berterima kasih sudah diperkenankan berkunjung melihat benda-benda bersejarah. Kami pun menuju ke masjid untuk ikut sholat berjamaah.
Selepas sholat, aku dan yongsa masih penasaran dengan keberadaan patung kura-kura yang masih ada kaitannya dengan klenteng sampoo kong. Kata yongsa bila gambar kura-kura di dalam masjid ada, aku penasaran dan diajaklah masuk ke dalam masjid. Sempat bingung dimana letaknya, walaupun sudah di tunjukin yongsa namun belum ngeh juga sampai menemukan gambar kura-kura tepat di tempat imam. Tapi benarkah itu yang di maksud...., katanya kan patung. Masih penasaran kami pun bertanya dengan petugas penitipan barang.
"permisi mas mau nanya kalau disini ada ga ya patung kura-kura...?! " dua orang penjaga itu mengingat dan berpandangan, lalu mengatakan tidak ada.
"katanya di sekitara masjid" masih mencoba untuk memperjelas.
"kalau disini ga ada tapi kalau di jepara ada, malah ada penangkaran kura-kura" lah kan malah sampai jepara.
"ini patung kura-kura yang ada di sekitar sini saja mas"
Penjaga itu pun memperjelas jika di area masjid tidak ada patung kura-kura seperti yang kita cari.
Mendengar jawaban itu kesimpulannya mungkin ya gambar kura-kura yang ada di tempat imam di dalam masjid itu. Kami pun masuk ke makam. Di depan makam Raden Fatah kami duduk di tengah, berdoa untuk beliau dan membacakan yasin. Ada getaran dari tanganku yang begitu kuat, untung saja aku membawa jaket yang bisa aku tutup ke tanganku. Angin berhembus sejuk di badan, yongsa sudah meninggalkan tempat terlebih dahulu aku tak menyadari bila yongsa sudah selesai sampai aku menengok ke samping, namun ketika aku tengok ke kanan kiri ternyata sudah banyak orang bahkan di belakangku juga penuh, lalu bagaiana aku bisa keluar jika dikelilingi orang...?! Aku pun memutuskan tetap tinggal mengikuti kyai yang memimpin doa kelompok yang dekat denganku duduk.
Lama juga aku terperangkap diantara orang-orang ziarah dan akhirnya bisa keluar juga, selama berada di tengah-tengah peziarah aku merasakan adem angin selalu saja menyapu tubuhku hingga tak sedikitpun aku merasakan panas ataupun sumpek berada disana. Meskipun dikelilingi banyak orang namun sepertk ada pagar pembatas dimana orang-orang yang ada di sekelilingku ada sedikit jarak dan keriuhan orang-orang yang sahut menyahut dan berbeda dalam melantinkan doa dan zikir seakan tak mengusikku, aku bisa fokus dengan satu pemimpin suara.
Aku hampiri yongsa yang duduk di bangku, aku juga ikut duduk, dan kami melihat ke bagunan disana juga bersemayang makam, penasaran dan kami pun mendatanginya. Ternyata bagunan ini dibagi menjadi dua ruangan yang berisikan keterangan silsilah makam dan ruangan di sebelahnya barulah makam yang terkunci dari luar, entah makan siapa yang ada di dalam karena tidak ada juru kunci yang bisa ditanya ataupun dimintai ijin untuk kami bisa masuk. Mungkin bila ingin berziarah harus menghubungi juru kuncinya terlebih dahulu barulah makam dibuka namun yang mana juru kuncinya juga ga tau.
Kami tidak masuk, setelah puas melihat-lihat kami keluar dan menuju pintu keluar. Namun sendal kami kan ada di pintu masuk, yongsa menyuruhku tetap tinggal dia yang akan mengambil sendal kami di luar. Berati lain kali jika berkunjung sendal sebaiknya di bawa biar ga harus balik lagi, taroh di kantong plasti agar ga kerepotan bawanya. Karena di dekat pendopo makam sudah disediakan rak untuk menaruh sendal.
Di dekat pintu keluar ada anak panah yang menunjukkan makam Syekh Maulana Maghribi kami kesana, namun karena makamnya ada pagarnya dan pintunya tertutup maka kami tak berani masuk, mengirim doa dari luar saja. Kami duduk bersimpuh agak jauh dari makam, di.bawah pohon rindang yang ada di depan penginapan. Selepas dari sana kami keluar. Dari pintu keluar sudah banyak penjual sovenir juga ada bayak pengemis. Sepanjang jalan kanan kiri berjajar penjual dan ternyata jalan ini tembusannya di tempat kita awal melihat-lihat untuk mencari gelang sebelum masuk ke area masjid.
Karena masih terbilang siang kami pun memutuskan untuk sekalian berziarah ke makam Sunan Kalijaga yang katanya tak jauh dari tempat ini. Ya aku dengar dari teman sekantorku beberapa hari yang lalu juga begitu dan yongsa juga mendengarnya begitu. Karena tak tau jalan menuju ke sana maka yongsa pun bertanya kepada orang yang ada disekitar sana. Ayo kita cari.... (13/10/15)
★Ell