8/15/2015

Perjalanan Tujuh Hari ~ JUMAT

Masih seperti hari-hari sebelumnya dimana pulang kerja langsung saja meluncur ke bangku merah. Rasanya sudah menjadi kebiasaan dan anehnya aku menyukainya tak ada kata bosan ketika mendatangi tempat ini.

Aku melihat pak Joko masih berjaga di pintu keluar, ketika mengetahui kedatabganku beliau hanya menganggukkan kepala seperti memberitanda "iya" lalu meepersilahkan masuk. Setelah membeli karcis langsung aku menuju ke mushola, disana aku melihat bu Sri lagi berjaga sendirian sambil terkantuk-kantuk. Setelah menyalami bu Sri aku meminta diri sebentat untuk sholat. Di dalam mushola rame, ada beberapa cewek yang lagi berdandan sehabis sholat. Coba saja ini kalau ngerti bu Nor bisa diamuk dah, karena mengganggu orang yang akan sholat bukan hanya rame tapi dengan keberadaan mereka membuat tempatnya terlihat penuh kasihan kan yang mau sholat.

Setelah sholat di pojok sudah ada bu Nor dan bu Sri yang sedaritadi memang sudah duduk disana, tak langsung masuk tapi malah menghampiri ibu-ibu itu untuk nimbrung mendengarkan cerita mereka meskipun terkadang juga ga ngerti apa yang lagi di omongin. Tema pembicaraan tentang acara semalem sampai tadi pagi yang katanya meriah namun untuk pertunjukan tari-tarian dan barongsai masih bagus tahun yang lalu. Ga tau juga aku karena baru kenal tempat ini juga awal tahun ini.

Dari tadi terdengar suara musik barongsai, sepertinya acara masih saja berlanjut saapai sekarang. Aku tengok-tengok barongsainya tidak terlihat dari tempatku sekarang namun suaranya terdengar jelas dari sini. Cerita terus saja bergulir hingga suara adzan sholat ashar terdengar berkumandang. Tak menunggu waktu lama aku pun segera beranjak dari tempatku duduk dan sholat dulu. Nah begini donk harusnya jika mendengar suara adzan langsung bergegas tidak menunda-nunda waktu sholat.

Aku suka sholat di tempat ini karena terasa tenang, ya lebih ke arah khusuk saja seh sebenarnya. Namun anehnya sholat disini ga hanya khusuk namun setiap lantunan surat-surat yang aku baja bisa membuat tubuhku seperti tersetrum ada seperti aliran disekujur tubuhku. Ga ada keinginan untuk mempercepat setiap gerakan dengan mengucapkan setiap surat dengan cepat. Ga ada hal semacam itu, malah seperti merespon gerakan dengan slow. Untuk sholat ga membutuhkan waktu lama, dan aku juga ga peduli dengan mereka yang ada di sana. Tujuanku kesini sholat jika sudah ya pergi.

Setelah sholat aku pamitan kepada kedua ibu yang masih duduk di tempatnya semula sebelum aku sholat untuk duduk di bangku merah. Di pintu sebelah kiri aku melihat beberapa orang yang sedang berjalan menggunakan kostum barongsai, mungkin mereka barusaja selesai tampil. Deretan stan makanan masih ada, ingin beli burger kura tapi sayang uangnya (ini pelit atau ngirit juga ga ngerti dah). Duduk manis sambil mendengarkan mp3 dari hpku. Tumben hari ini banyak rombongan turis asing datanh kesini yang ditemani gaed.

Selalu saja mata tertuju dengan patung besar lapangan juga baagunaa merah dibelakangnya. Semua yang datang kesana berpasang-pasangan sementara aku sendiri. Terlalu rame menurutku tempat ini, sementara di lapangan terlihat beberapa orang lagi membongkar tenda yang digunakan untuk berteduh para tamu dalam acara semalam, mungkin berjaga-jaga kalau hujan tiba-tiba datang kan ga asik juga jika tamu dibiarkan berbasah-basahan kena air hujan.

Ada yang menggoda pandanganku, dengan ekor mataku aku melirik ke samping. Di kuil pertama (dewa bumi) pating penjaga yang ada di depan seperti memanggilku untuk datang dengan gerakan jarinya. Benar ga seh... aku coba melihatnya sekali lagi tapi benar patung itu melampaikan tangan menyuruhku datang, bersamaan dengan itu aku mendengar ada suara untuk masuk dan membakar dupa disetiap kuil. Selalu saja keinginan yang tak bisa dicegah. Aku beranjak dari tempatku duduk menuju koperasi atau warung untuk membeli dupa. Setelah dupa berada di tangan tak langsung masuk ke dalammelainkan duduk kembali sebentat sebelum melangkahkan kaki ke tengah lapangan untuk mendekat ke patung besar. Setelah dari patung besar itulah aku kembali menyusuri lapangan menuju ke pintu masuk kuil. Dengan pedenya kudatangi kuil Dewa Bumi yang berada di urutan pertama. Seperti perintah dari suara yang kudengar untuk membakar dupa disetiap kuil dan berdoa disana.

Karena sudah sering memperhatikan pengunjung yang datang untuk berdoa meskipun itu sebatas sopan santun saja dimana harus meletakkan alas kaki namun begitu di anak tangga terakhir juga sudah ditempel peringatanbuntuk meletakkan alas kaki dimana. Langsung masuk dan di sambut oleh juru kunci tempat itu, beliau bertanya tujuan datang ketempat ini untuk apa, ketika aku mengatakan hanya untuk berdoa beliau menyuruhku untuk mengambil 12 dupa dari kantongnya untuk dinyalakan. Ya maklum lah ini pengalaman pertama jadi tidak tau caranya. Ketika disuruh membakar dupa yang aku pegang dengan api yang ada dimeja persembahan dupa itu ga bisa bersatu itu karena aku memeganginya terlalu pinggir padahal seharusnya agak ketengah ini agar dupa bisa menyatu sehingga saat di dekatkan pada api bagian ujung bisa terbakar bersamaan. Melihat dupa yang aku pegang kagak menyatu aliar megar dan mungkin saja juru kuncinya ga sabar dengan tingkahku sehingga meeberi contoh bagaimana membakar dupa yang benar.

Juru kunci kuil pertama memberi arahan untuk berdoa di sebelah mana saja dan ditujukan kepada siapa setelahnya menyuruhku untuk menancapkan tiga dupa di tempatnya. Di kuil pertama ada 4 empat dupa denga 3 batang dupa untuk sekali tancap. Jika ada yang tanya disana doa apa yang aku gunakan maka akan aku jawab berdoalah sesuai keyakinanmu, karena aku juga berdoa sesuai keyakinan yang aku anut. Itu cuma tempat, media atau jembatan penghubung agar doa-doa yang kita panjatkan bisa sampai ke atas. Setelah berdoa dan menancapkan dupa aku melihat ke arah patung yang ada disana dan aku mendapat senyum. Senyum yang sangat ramah, aku balas senyum itu lalu berpamitan undur diri. Setelah dari kuil pertama sekarang lanjut ke kuil kedua.

Memang setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda. Di kuil kedua ini aku disambut dengan ramah oleh juru kuncinya. Orangnya lemah lembut selalu senyum juga ramah. Dibantunya mengambilkan dupa, di kuil kedua membakar 6 batang dupa. Seperti di kuil pertama aku diarahkan saat berdoa dan kepada siapa doa itu ditujukan. Setelah selesai aku ditawari untuk ziarah, karena aku ga ngerti ya aku ngikut saja. Ternyata dibalik meja persembahan ada makam, aku duduk bersimpuh disamping juru kunci yang melantunkan doa sedangkan aku membacakan beberapa surat dan mendoakan beliau. Namun lama kelamaan tempat itu brasa panas, keringat keluar dari dahi sampai ada yang mengalir dan baju bagian belakangku juga sepertinya sudah basah oleh keringat. Semakin panas saja aku rasa tempat ini dan dengan seketika tangan kananku bergerak... bergerak dengan kencangnya sampai tubuhku juga ikut bergoyang saking kencangnya gerakan dari tangaku.

Tangan kananku bergerak seperti tak terkendali, semakin lama semakin kencang sampai guncangan tubuhku begitu terasa dan keringat semakin deras meegalir. Kejadian ini berlangsung begitu lama dari juru kunci selepas menyodorkan beberapa pertanyaan padaku itu juga tanganku sudah mulai bergerak ringan dan sampai sang juru kunci selesai membacakan doa tanganku masih saja bergerak tanpa henti hanya melambat dan kembali kemcang. sang juru kunci tau kejadian itu hanya melihat dan meebiarkan aku beliau kembali melantunkan doa-doa untukku. Setelah gerakan itu selesai badan tinggal menyisakan lemas. Aku meminta ijin kepada bapak juru kunci untuk istirahat sejenak karena sepertinya untuk berdiri pun tak mampu badan sangat lemas. Setelah dirasa kuat aku pun undur diri untuk menuju ke kuil selanjutnya.

Juru kunci yang sangat baik dan ramah, ia mengantarkanku sambil berulang-ulang memberikan doa-doa kebaikan untukku. Aamiin...
Masih dengan kaki lemas kulangkahkan kaki menuju kuil ketiga, namun karena energi yang keluar begitu besar kakiku masih lemas di anak tangga kembali terduduk sekedar menghimpun energi. Setelah dirasa cukup kuat untuk melangkah segera pergi menuju ke kuil ketiga.

Sedikit banyak aku sudah mengerti harus bagaimana, di kuil ketiga kuil yang paling besar dianyara kuil yang lain aku bertanya dengan penjaga disana berapa dupa yang digunakan untuk berdoa karena aku melihat kedua juru kunci sedang sibuk membersihkan barang-barangbsetelah perayaan. Setelah berdoa dan menancapkan ke 9 dupa yang sudah aku bakar di tiga tempat berbeda aku sedikit bingung antara ingin masuk goa atau ke kuil selanjugnya. Mutar muter di tempat itu, mengamati beberapa orang yang sedang bersih-bersih barang atau benda yang digunakan perayaan kemaren ga enak juga takut ganggu.

Mau masuk goa tapi merasakan ada yang kurang. Lalu aku hanya melihat-lihat relief diluar goa yang dibuat untuk mempermudah pengunjung menhetahui cerita atau sejarah tentang Zheng Ho. Membaca keterangan yang ditulis di sana sambil mencocokkan, membayangkan kejadian waktu itu. Sunggih Zheng Ho seseorang yang sangat baik hati kepada siapa saja termasuk hewanssekalipun.

Setelah puas melihat relief di dinding luar goa, aku susuri bagian samping goa, ternyata letak kuil ke empat sedikit turun dibanding kuil sebelum-sebelumnya. Sampai di ujung anak tangga turun untuk menuju kuil ke empat aku terdiam, aneh disana terlihat penuh. Bisa dibilang gelap bila dibanding dengan kuil yang lain, ini dikarrenakan disisi kanan kiri tertutup tembok rapat sementara yang lain berbentuk seperti gazebo. Keinginan antara ingin kesana tapi juga takut, maju mundur terlebih kuil ke empat ini sepi, hanya ada sepasang pengunjung saja yang berada disana sedang berdoa. Bingunh antara ingin kesana atau tidak, namun setelah melihat dan merasakan akhirnya memilih untuk tidak kesana.

Kembali aku berjalan menyusuri samping kuil ketiga, masih saja melihat kesibukan pengurus dan beberapa orang lain yang merapikan kembali kuil ini setelah perayaan kemaren. Mungkin kuil ke tiga ini adalah kuil yang paling sibuk dengan tamu mengingat disinilah letak goa laksamana Zheng Ho berada sehingga tamu-tamu dan juga doa dipusatkan disini. Karena bingung ga tau mau ngapain aku memutuskan untuk masuk saja ke goa, di dalam seperti biasanya aku berbincang dengan beliau dengan interaksi getaran yang dibuat oleh tangan. Aku merasakan bahwa eyang Zheng Ho ada dan mendengarkan setiap ucapanku juga memberi arahan serta petunjuk agar semua kelebihan yang aku miliki ini bisa menjadi sempurna.

Tak lupa juga aku mengatakan bahwa hari ini sudah menjalankan tugas untuk berdoa dan menyalakan dupa disetiap kuil, namun sepertinya beliau tau jika aku ga melaksanakan tugas dengan baik, untuk itu beliau mengatakan agar aku mengulangnya besok. Berdoa di kelima kuil dan menyalakan dupa dalam setiap kuilnya. Setelah beberapa lama berbincang, tibuh serta tangan yang bergincang dengan hebatnya maka aku pun berpamigan untuk undur diri dari tempat itu. Kipas angin yang menyala di dalam sepertinya tidak berfungsi untuk menghalau panas yang membuat semua peluh di dalam tubuhku mengalir. 
Dari goa atas aku langsung menuju goa bawah, di goa bawah aku merasakan tempat ini penuh. Aku berada diantara kerumunan orang yang membuatku kegerahan juga. Dari ujung kaki hingga kepala aku merasakan getaran seperti orang kesetrum berlanjut deegan gerakan tangan hingga tubuh yang perlahan terguncang, meskipun itu ga terlalu kencang namun lumayan membuat lemas sekujur tubuhku juga.

Dalam perjalanan keluar dari deretan kuil tiba-tiba sepintas ada pikiran untuk memegang semua pating yang ada diluar kuil. Satu persatu aku pegang untuk merasakan energi yang ada disetiap patung, itu tentunya juga sambil menyusuri jalan menuju keluar keluar kuil. Aku memegang setial patung ga begitu lama namun memang setial patilung yang disana ada penunggunya, setiap patung memiliki energi yang berbeda-beda namun menurutku semuanya benar ada penunggunga.

Semua patung aku pegang dan setiap melewati depan kuil aku berhenti sejenak untuk permisi sekaligus berpamitan dengan eyang-eyang penjaga kuil. Beliau meresponnya dengan memberikan senyuman, beliau semua ramah-ramah dan menjamuku dengan baik ketika datang ketempatnya. Senangnya  hariku ketika bisa menyelesaikan misi yang diberikan kepadaku ya walaupun masih belum sempurna terlebih di tempat ini aku berkenalan dengan banyak orang baik dan ramah. Bahkas sempat terucap olehku "rumahku" entah apa maksud dari kata itu yang pasti aku disini disambut dengan lapang dada. (14/08)



★Ell