“Dan ketika melihat sosok yang selama ini tak pernah absen bergelayut di kelopak mataku”
Di dalam dada ini seperti ada semangkuk jagung yang di panaskan, meledak meletup-letup bertebaran kemana-mana. Pletuk... pletuk... pletuk. Rindu-rindu saling berdesakan bergemuruh ingin keluar. Kata-kata yang tak terucap hanya bisa bergumam di bibir yang sudah sejak lama hanya tertahan di tenggorokan dan hanya mampu melihatmu dari sudut mataku dari kejauhan. Bolehlah kau mendekat dan memelukku agar kau juga merasakan getaran yang menjalar ke sekujur tubuhku. Mendekatkan telingamu ke dadaku, agar kau bisa mendengar detak marcinben memukul genderang yang cukup gaduh dengan berbagai alat musik menyuarakan detak yang merindukan, detak yang tak pernah bosan mengumandangkan namamu, detak yang selalu jatuh cinta ketika melihatmu.
Dan ketika kau merasakan getaran rinduku yang bergemuruh di dadaku, bolehkah aku memelukmu sebentar? Atau duduk bersebelahan sebentar meskipun rasanya tak akan sama seperti dahulu...